Kondisi bumi tempat manusia berpijak saat ini memang seakan sudah menuntut agar perubahan dalam pemanfaatan sumber daya alam harus segera dilakukan. Tidak hanya secara bertahap atau perlahan, namun jika bisa semuanya dilakukan dalam skala besar.
Di sisi lain, mengubah suatu sistem pemanfaatan sumber daya yang menyangkut kepentingan orang banyak tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Contohnya saja di Indonesia, untuk bisa melakukan transisi dari sistem pembangkit listrik yang masih mengandalkan energi berupa bahan bakar fosil, ke pembangkit listrik berbasis EBT seperti PLTS dan PLTB membutuhkan dana yang tak sedikit, lebih tepatnya ratusan triliun rupiah.
Tapi setidaknya kebutuhan tersebut setimpal dengan keberlanjutan masa depan yang akan didapat dalam jangka waktu panjang. Tidak hanya dari segi lingkungan yang utama, melainkan juga sejumlah manfaat lainnya.
1. Ketahanan dan potensi energi lokal
Klaim bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia mulai dari titik paling barat hingga titik paling timur sudah dapat menikmati energi berupa listrik tidak sepenuhnya salah, tapi perlu diingat bahwa di lapangan nyatanya ditemui pendistribusian yang tidak merata.
Dalam arti kata, perlu dilakukan penyambungan aliran listrik atau pasokan energi dari wilayah lain atau tempat di mana lokasi atau pusat pembangkit listrik berada, belum lagi energinya berupa batu bara yang mengandalkan pengiriman dari titik-titik SDA tertentu.
Hal tersebut tidak akan berlaku jika PLT berbasis EBT sudah dimiliki masing-masing wilayah tanah air, karena mereka bisa bergantung pada sumber energi potensial yang ada di wilayahnya. Misal di perbukitan Papua atau Sulawesi yang mengandalkan PLTB, dan wilayah perairan di sejumlah kawasan Indonesia Timur yang mengandalkan PLTA.
Mereka juga tidak perlu menunggu kiriman pasokan energi dari wilayah lain, karena masing-masing wilayah mampu membentuk ketahanan energi lokalnya sendiri.
2. Menjaga stabilitas ekonomi
Masih berhubungan dengan manfaat sebelumnya, PLT yang pada dasarnya masih menggunakan energi berupa batu bara sebagai bahan bakar diketahui juga dapat memengaruhi harga.
Seperti yang diketahui, jika bahan bakar fosil yang menjadi andalan utama dalam kelangsungan sumber energi yang dipakai saat ini cenderung memiliki harga yang kian naik dari tahun ke tahun, bahkan bersifat fluktuatif.
Belum lagi, bahan bakar fosil juga telah lama menjadi komoditas yang kerap menjadi sumber konflik secara global karena keberadaannya yang diperebutkan, sejalan dengan situasi tidak semua negara memiliki potensi SDA tersebut.
Situasi berbeda setidaknya dimenangkan pada keberadaan energi yang dihasilkan dari PLT berbasis EBT, karena sumber energinya memanfaatkan potensi alam yang pasti dimiliki semua pihak, harganya pun diproyeksi akan selalu stabil dan lebih mudah diprediksi.
3. Perkembangan dalam teknologi EBT
Untuk saat ini, disebutkan jika teknologi pada sistem energi fosil perkembangannya cenderung stagnan. Artinya tidak ada lagi penemuan atau hal baru yang bersifat revolusioner dan memunculkan sebuah inovasi yang menguntungkan.
Hal berbeda kembali diperoleh pada pembangunan sistem EBT, di mana teknologinya dinilai masih akan terus berkembang dengan pesat karena banyak hal yang belum tereksplor.
Disebutkan jika setiap tahun hampir selalu ada hal baru baik dari segi teknologi pembangkit, hingga penelitian efisiensi yang terus membaik dan dibarengi dengan pemanfaatan yang masif sekaligus maksimal.
Kenapa hal tersebut penting? Karena semakin banyak dan terbukanya pengetahuan akan hal baru, kehidupan umat manusia di bumi tentu akan terus maju dengan memanfaatkan sejumlah capaian teknologi baru.
Foto:
- Kementerian ESDM