Mendengar nama Bintaro, kebanyakan dari kita mungkin langsung tertuju pada kota Mandiri di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Memang, nama Bintaro sangat familiar bagi masyarakat yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Namun, tahukah Anda bahwa nama daerah tersebut diambil dari nama pohon?
Masyarakat yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya tentu sangat mengenal nama Bintaro atau Bintaro Jaya. Sebuah kotamadya mandiri dibangun pada tahun 1979 di Jakarta Selatan dan meluas ke Tangerang Selatan. Namanya diambil dari nama pohon Bintaro dan ditambahkan kata Jaya dari pengembang kawasan tersebut.
Meski sebarannya semakin langka, pohon bintaro merupakan pohon peneduh dan memiliki buah yang bentuknya mirip buah mangga. Dari luar, penampakan buahnya terlihat segar dan menarik untuk dimakan orang, namun sayangnya buah bintaro tidak bisa dimakan karena mengandung racun.
Identifikasi pohon bintaro
Secara ilmiah pohon bintaro dikenal sebagai Cerbera manghas, pohon yang dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 10-20 meter. Batang pohonnya berkayu dan bentuknya bulat serta tegak. Batang pohonnya berbintik-bintik warna hitam.
Pohon bintaro memiliki bunga berwarna putih harum yang terletak di ujung batang sebagai alat perkembangbiakan. Pohon ini juga berbuah, yang ketika muda buahnya menyerupai mangga dan berwarna hijau.
Di beberapa daerah, bintaro memiliki banyak nama yang berbeda, misalnya mangkadapo dan bintan di Sumatra, bilutasi di Nusa Tenggara, lambuto dan gorogoro di Sulawesi, dan di Maluku disebut wabo atau guwae. Nama lain bintaro adalah mangga laut, badak buta, babuto, dan gurita liar. Dalam bahasa Inggris, bintaro dikenal sebagai mangga laut
SEcara geologis, pohon bintaro berasal dari daerah pesisir dan hutan bakau. Tanaman ini lebih menyukai tempat yang lembab dan dekat dengan sumber air. Namun, bintaro juga dapat beradaptasi dengan lingkungan lain, dan banyak tumbuh dalam kondisi yang berbeda dari habitat aslinya.
Pohon Bintato tersebar di hampir seluruh wilayah tropis Indo-Pasifik, termasuk Indonesia, Vietnam, India, Kamboja, Bangladesh, dan Myanmar.
Pahami racun dan manfaat buah bintaro
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, buah bintaro memiliki racun yang berbahaya. Toksin tersebut disebut cerberin, senyawa glikosida yang dapat memblokir saluran ion kalsium di otot jantung jika tertelan. Keracunan bintaro dapat menyebabkan irama jantung yang tidak stabil dan risiko kematian.
Hampir semua bagian tanaman bintaro mengandung cerberine. Bahkan, asap yang dikeluarkan dari pembakaran kayu dapat menyebabkan keracunan. Sejak zaman dahulu, getah pohon bintaro sudah digunakan oleh masyarakat Suku Dayak dan Banjar sebagai racun dengan cara diolekskan ke anak panah untuk berburu hewan.
Dalam bahasa Inggris, nama pohon ini juga sering disebut dengan Indian suicide tree karena mengandung racun yang mematikan.
Meski beracun dan berbahaya, tanaman bintaro juga memiliki berbagai manfaat. Karena mudah beradaptasi dengan lingkungan, pohon bintaro banyak digunakan sebagai pohon peneduh karena batangnya yang tebal dan daya dukungnya yang tinggi.
Bintaro juga banyak digunakan sebagai pengusir hewan seperti tikus dan ngengat. Racun yang terkandung dalam buah bintaro tidak dihargai oleh hewan. Padahal, bau bijinya saja bisa merusak saraf otak tikus dan ulat.
Daun tanaman ini juga dapat diubah menjadi biopestisida jika dicampur dengan air dan etanol. Daunnya direndam dalam etanol selama beberapa hari, kemudian disaring dan dijadikan ekstrak, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai biopestisida.
Selain itu, buah bintaro juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk bahan bakar pengganti minyak tanah. Biji bintaro yang dicampur dengan biji jarak dapat menghasilkan kandungan minyak yang sangat tinggi. Sekitar 1,8 kg biji bintaro biasanya dapat menghasilkan 1 kg minyak.
Biji tanaman ini dapat diekstraksi menjadi minyak yang dapat digunakan sebagai energi alternatif. Tim peneltian yang dilakukan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil mengembangkan minyak dari biji bintaro menjadi energi alternatif dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati atau biofuel.
Studi lain dari Universitas Katolik Widya Mandala di Surabaya (UKWMS) sebelumnya juga mengembangkan bahan bakar biodiesel dari biji bintaro.
Untuk menghasilkan biodiesel, bijinya dikupas, dikeringkan, lalu dicampur dengan air dan metanol. Bahan tersebut kemudian ditempatkan dalam reaktor subkritis dan diisi dengan gas nitrogen sekitar 20 bar, dicampur dengan baik, dan dipanaskan hingga 140-200 derajat celsius.