Di Kediri, ada Pondok Pesantren yang manfaatkan listrik dari PLTS mandiri

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
PLTS di Pondok pesantren Walibarokah (kominfo.jatimprov.go.id)

Selama ini umumnya PLTS dipasang di sejumlah fasilitas atau gedung publik, pemerintah, atau PLTS atap di skala rumahan secara pribadi. Tapi ternyata, kesadaran untuk beralih ke energi ramah lingkungan juga dapat ditemukan pada lembaga pendidikan berbasis Agama, salah satunya pesantren.

Di Jawa Timur, tepatnya kota Kediri, ada sebuah pesantren yang secara mandiri memanfaatkan listrik dari PLTS yang mereka pasang. Pondok pesantren yang dimaksud adalah Pondok Pesantren Wali Barokah.

Apa yang membuat lembaga pendidik dan pengajaran berbasis Agama ini memutuskan untuk memanfaatkan PLTS? Berikut uraian dan penjelasannya.

1. Kurangi ketergantungan pesantren terhadap PLN

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Ponpes Wali Barokah (@walibarokah)

Pondok pesantren Walibarokah di Kota Kediri, sudah memiliki rangkaian panel surya yang secara resmi beroperasi mulai tahun 2018. Keberadaan panel surya atau PLTS tersebut diektahui merupakan bantuan dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Menurut Prasetyo Sunaryo, selaku Ketua DPP LDII, tujuannya diadakannya PLTS tersebut adalah untuk menekan biaya listrik yang selama ini perlu dikelularkan yayasan. Karena terbukti, sebelumnya beban biaya yang ditanggung terus mengalami peningkatkan seiring dengan besarnya pemakaian listrik yang bertambah.

  Wujud PLTS yang terangi kehidupan di Pulau Sebira

“Berkacara dari hal tersebut, DPP LDII melakukan terobosan berupa pembangunan PLTS sendiri. Sebagai tahap awal dibangun di Ponpes Wali Barokah kota Kediri,” ujarnya, mengutip keterangan di laman Kominfo Pemprov Jatim.

Berkat ide tersebut, PLTS yang dibangun di saat bersamaan juga menjadi pengembangan PLTS terbesar di Indonesia untuk lingkup pondok pesantren. Lebih lanjut, gerakan yang sama juga dilakukan sebagai bentuk pemanfaatan dan penerapan energi baru terbarukan (EBT), sesuai dengan rencana jangka panjang organisasi.

“Ini wujud paradigma khusus tidak cukup dengan cara pandang perbandingan harga saja. Pendayagunaan EBT komparasinya bukan terhadap harga BBM, tetapi harus terhadap pengandaian apabila terjadi kelangkaan energi BBM. Ini yang menjadi pemahaman organisasi yang kita terapkan,” ujar Prasetyo lagi.

2. Panel yang didatangkan dari Kanada

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Ponpes Wali Barokah (@walibarokah)

Disebutkan jika PLTS yang dimiliki instalasinya berukuran sekitar 40 meter kali 41 meter. Menurut pakar PLTS, Horisworo, dengan pertimbangan untuk memberikan manfaat yang lama, maka panel surya (solar cell) yang digunakan juga yang terbaik di kelasnya, yakni premium grade buatan dan didatangkan langsung dari Kanada.

  Realisasi EBT dalam bentuk PLTS masih hadapi tantangan besar? Ini 3 faktanya

Karena itu, tak heran jika dari segi biaya dan pengadaan, pembuatan fasilitas PLTS ini terbilang cukup mahal.

“Harganya, termasuk peralatan penunjangnya mencapai Rp.10,1 Milyar. Tapi potensi umat yang besar ini harus diwujudkan dengan membeli yang premium grade buatan Kanada. Sayang bila hanya beli buatan Cina yang harganya lebih murah. Dengan garansi 25 tahun, maka jatuhnya malah lebih efisien,” terangnya.

Lebih detail, secara keseluruhan diketahui ada sebanyak 640 panel yang didatangkan. Dengan susunan panel tersebut, listrik yang mampu ditampung per harinya mencapai 220 kilowatt.

Bukan hanya itu, sebagai pendukung instalasi PLTS juga dilengkapi dengan 40 baterai penyimpanan energi listrik, yang dapat digunakan saat malam hari. Adapun puluhan rangkaian baterai penyimpanan tersebut memiliki kapasitas mencapai 50 ribu watt.

3. Bentuk syukur pesantren lewat PLTS

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Ponpes Wali Barokah (@walibarokah)

Disebutkan jika sejumlah perlengkapan yang beroperasi di lingkungan pesantren dengan menggunakan energi listrik dari PLTS terdiri dari kipas angin, lampu, komputer, hingga lift.

  Menilik lokasi dan proyek pengembangan PLTB di Indonesia

Di lain sisi, K.H. Soenarto selaku pimpinan Ponpes Walibarokah mengungkap, bahwa pihak pesantren ingin mengaplikasikan rasa syukur lewat gerakan ini. Maksudnya, mereka ingin mensyukuri sinar matahari sebagai sumber energi listrik untuk menerangi pondoknya.

“Untuk kedepannya ada pemikiran menjadikan Ponpes ini, sebagai wisata religi dan edukasi teknologi PLTS. Sehingga menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penerapan Energi Baru Terbarukan,” ujarnya.

Sementara itu, diketahui jika saat pertama beroperasi pihak Ponpes masih menggunakan listrik dari PLN dan mesin genset untuk kebutuhan darurat. Ke depannya, pengembangan PLTS di ponpes tersebut akan terus dioptimalkan agar dapat memproduksi daya hingga mencapai 1 juta watt/1.000 kilowatt.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata