Transformasi kendaraan listrik sekarang makin digencarkan di kota-kota besar, misal Jakarta dan sekitarnya. Tapi siapa sangka, kalau penggunaan kendaraan khususnya motor listrik secara massal sudah jauh lebih dulu berjalan di Papua, lebih tepatnya Kota/Distrik Agats.
Tak hanya massal, tapi memang di Kota Agats, sepeda motor jadi satu-satunya kendaraan yang digunakan untuk mobilitas warganya. Dan lagi, semua motor tersebut berjenis motor listrik.
Bagaimana bisa salah satu kota di tanah Papua yang jauh dari lingkup kota besar, bisa lebih dulu unggul dalam penggunaan kendaraan listrik?
1. Kedatangan kendaraan listrik pertama

Sebagai Ibu Kota dari Kabupaten Asmat, distrik Agats pada tahun 2021 lalu tercatat ditinggali oleh sebanyak 23.991 jiwa. Untuk diketahui, titik distrik ini sendiri berada di pesisir Selatan Papua, tepatnya menghadap ke Laut Arafura.
Disebutkan jika mayoritas masyarakat Agats beraktivitas dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda, atau menggunakan motor listrik.
Mengutip Kumparan, kedatangan motor listrik pertama kali ke Agats diketahui terjadi pada tahun 2006. Saat itu, motor listrik dibawa oleh seorang wanita bernama Erna Sabuddin asal Sulawesi Selatan. Awalnya banyak yang menolak kehadiran motor listrik, sampai kendaraan tersebut mencuri perhatian Juvensius A Biakai, Bupati Asmat yang menjabat tahun 2005-2015.
Mulai bisa diterima, pada tahun 2018 ada sebanyak 1.280 motor listrik yang berlalu-lalang dan digunakan oleh penduduk Agats. Jarang atau bahkan hampir tidak ada penduduk yang menggunakan kendaraan dengan bahan bakar bensin.
Terakhir kali disebutkan jika jumlah motor listrik yang ada dan dipakai oleh masyarakat Agats saat ini sudah mencapai lebih dari 4.000 unit.
2. Kepopuleran motor listrik di Agats
Ada beberapa hal menarik dari keberadaan motor listrik di Agats. Pertama, motor listrik di distrik tersebut dikategorikan sebagai sepeda. Adapun penggunaan plat nomor hanya penanda sebagai pengganti stiker retribusi. Sehingga para pemiliknya tidak memiliki STNK atau SIM dan tidak dikenakan pajak kendaraan.
Apakah di Agats sama sekali tidak ada kendaraan lain berbahan bakar bensin? Tentu ada, tapi hanya untuk pengguna tertentu.
Motor bensin biasanya hanya digunakan oleh kepolisian. Sedangkan kendaraan mobil hanya dipakai oleh rumah sakit dalam bentuk ambulans atau mobil pemerintah.
Lebih lanjut, ada dua hal utama yang hingga kini diketahui menjadi alasan kuat mengapa motor listrik begitu diandalkan oleh penduduk Agats. Pertama, karena wujud Agats sendiri yang selama ini dikenal sebagai kota seribu papan.
Secara lokasi, Agats sebenarnya berdiri di atas lahan berupa tanah berlumpur dan rawa. Hal tersebut membuat jalan penghubung dari satu rumah ke rumah lain atau ke fasilitas publik hanya dihubungkan oleh rangkaian papan.
Dengan keterbatasan itu, tentu kendaraan berbobot berat tidak bisa melintas dengan bebas. Akhirnya, kemunculan motor listrik lama-kelamaan dipandang sebagai solusi karena bobotnya yang ringan. Terlebih kendaraan listrik juga tidak menimbulkan suara sehingga lebih kondusif untuk sebuah kota yang jalan utamanya berupa papan.
Hal kedua dan tak kalah penting adalah biaya operasional yang jauh lebih terjangkau. Seperti yang diketahui, harga BBM di Papua sendiri sebelumnya sangat mahal. Dengan kendaraan listrik, biaya pengisian ulang di SPLU nyatanya jauh lebih murah, yakni hanya Rp5.000 untuk sekali pengisian penuh.
3. Akses listrik dan sumber mata pencarian

Mulai tahun 2019, infrastruktur di Agats sudah lebih baik. Mulai dibangun jembatan layang untuk penghubung dan jalan utama yang sudah diubah menjadi beton oleh Kementerian PUPR.
Namun tetap saja, hal tersebut rupanya tak menghilangkan minat penduduk setempat terhadap penggunaan motor listrik. Kepopuleran motor listrik di Agats terbukti setelah kendaraan tersebut banyak diandalkan untuk berbagai keperluan. Bukan hanya sebagai transportasi pribadi, melainkan juga kendaraan multifungsi yang menjadi sumber atau pendukung aktivitas ekomomi oleh penduduk setempat. Salah satunya membuka layanan ojek.
Salah satu penduduk lain yang bekerja sebagai ojek menggunakan motor listrik di Agats adalah Tarmiji. Ia mengungkap jika dirinya pertama kali membeli motor listrik di tahun 2016 seharga Rp20 juta.
Menurut penuturannya, satu hari ojek di Agats dan Asmat bisa mengantongi pendapatan mulai dari Rp1 juta hingga Rp2 juta. Penghasilan tersebut yang nyatanya menunjang kebutuhan hidup penduduk sekitar.
Karena itu, seiring berjalannya waktu semakin bertambah banyak angka penggunaan motor listrik di Asmat khususnya distrik Agats. Beruntung, PLN diketahui semakin banyak membangun stasiun pengisian atau SPLU di sejumlah titik keramaian kota tersebut.