Gerilya, program yang buat anak muda melek energi bersih

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Gerilya
Mahasiswa program Gerilya (Dok. Kementerian ESDM)

Industri energi bersih di Indonesia seharusnya bukan hanya melibatkan pemerintah, pihak swasta, atau lembaga berkepentingan di bidang terkait. Jika ingin terus berkembang dan bertahan lama, perlu  keterlibatan anak muda yang akan meneruskan pembangunan industrinya di waktu yang akan datang. Hal tersebut yang nyatanya jadi latar belakang kemunculan program Gerilya.

Dihadirkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gerilya adalah program pengenalan yang ditujukan untuk kalangan muda di Indonesia. Disebutkan kalau Gerilya bertujuan buat mendorong tercapainya target emisi nol bersih Indonesia, dan anak muda yang berperan sebagai aktor utamanya.

“Kita punya target Net Zero Emission di tahun 2060. Dan anak-anak muda yang peduli akan energi terbarukan inilah yang menjadi masa depan bangsa ini.” jelas Khoiria Oktaviani, selaku Program Manager Gerilya Kementerian ESDM

1. Mengenal Gerilya

Program Gerilya (Dok. Kementerian ESDM)

Jadi akronim dari Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya, Gerilya adalah program yang memberikan kesempatan kepada para mahasiswa di Indonesia. Lebih tepatnya, program ini bisa dicoba oleh mahasiswa yang menempuh pendidikan dengan jurusan tertentu di industri terkait.

  Fakta Agats, distrik di Papua yang massalkan kendaraan listrik sebelum Jakarta

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi anak muda secara spesifik dan praktis di bidang energi bersih. Walau sebenarnya secara spesifik, bidang energi bersih yang dimaksud adalah praktik pembangkit listrik tenagara surya (PLTS). Khususnya PLTS atap yang saat ini banyak dicari di dunia usaha dan industri.

Lebih detail, program ini dilakukan Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan Kemendikbud-Ristek. Pelaksanaan programnya sendiri berlangsung dalam kurun waktu satu semester atau enam bulan.

2. Pemahaman dan praktik nyata

Mahasiswa di program Gerilya (Dok. Kementerian ESDM)

Para mahasiswa minimal semester 6 yang mengambil jurusan perkuliahan eksakta (sains), diperkenankan mengikuti program. Dalam kurun waktu enam bulan, mereka akan mendapat pembekalan, pembelajaran, dan pelatihan baik dalam bentuk materi dan terjun langsung ke lapangan.

Semua program pembelajaran materi dan praktik dalam program Gerilya disebut setara dengan program 10-20 SKS jika di perkuliahan. Para mahasiswa akan dilibatkan langsung dalam berbagai program pengembangan dan pemasangan PLTS atap di berbagai wilayah Indonesia.

“Salah satu (cara) mencapai Net Zero Emission adalah dengan EBT. Kita punya program Gerilya. Mudah-mudahan gerakan tidak berhenti di sini, akan berlanjut dengan gerakan lainnya, dan mencari kolaborasi dengan semua pihak,” tambah Khoiria.

  Denmark sebut Indonesia mampu jadi pemimpin energi hijau di Asia Tenggara

Salah satu bukti terlibatnya kalangan anak muda atau mahasiswa dalam industri dan perkembangan PLTS dalam skala besar telah dilakukan pada kisaran bulan April lalu. Sebanyak 57 mahasiswa angkatan kedua program Gerilya terlibat langsung setelah diterjunkan ke berbagai perusahaan solar PV, yang melakukan praktik pemasangan PLTS di berbagai lokasi di Indonesia.

3. Kata mahasiswa program Gerilya

Mahasiswa yang terlibat langsung dalam pengembangan PLTS atap (Dok. Kementerian ESDM)

Salah satu mahasiswa yang mendapatkan kesempatan untuk tahu secara langsung bagaimana praktik pengembangan PLTS di lapangan adalah Muhammad Wavi. Pada bulan April lalu, ia terlibat langsung dalam instalasi PLTS atap 47,5 kWp yang berlokasi di PLTGU Tenayan, Riau.

Mengaku jika kesempatan tersebut merupakan proyek dan pengalaman pertamanya terlibat langsung dalam proses instalasi PLTS, Wavi mengaku mendapat banyak pemahaman dan pengetahuan baru.

“Pengalaman yang saya dapatkan sangat luar biasa dan cukup beragam mulai dari pengalaman teknis pemasangan PLTS hingga pengalaman dalam berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” ujarnya.

Bukan cuma itu, nyatanya pemasangan PLTS yang dilakukan oleh Wavi juga masuk dalam perhitungan upaya, untuk mengejar target porsi bauran energi berbasis EBT di Indonesia menjadi 23 persen pada tahun 2025.

  Fakta rumah botol ramah lingkungan yang dibangun Ridwan Kamil

Bukan cuma Wavi, Resya Ariyani yang diketahui berasal dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang juga mahasiswa Gerilya angkatan sebelumnya juga mengungkap apa saja pengetahuan yang didapat, dan seberapa besar hal tersebut berpengaruh terhadap jenjang edukasi yang ia miliki.

“Saya merasakan betul program ini. Kami tidak hanya belajar teori, tapi juga secara praktikal melalui team-based project. Kami diajari mulai dari kulit, daging, sampai biji. Dari kebijakan energi, metode pemanfaatan energi surya, langkah design, marketing bisnis, menyusun proposal hingga proyeksi finansial PLTS atap.” paparnya.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata