Pulau Sebira atau yang banyak disebut juga sebagai Pulau Sabira merupakan salah satu dari rangkaian Kepulauan Seribu yang masuk ke dalam kawasan administratif DKI Jakarta. Terletak di wilayah paling utara, pulau kecil yang memiliki luas sekitar 8,82 hektar ini membuatnya hanya dihuni oleh sekitar 600 jiwa penduduk.
Jika bicara mengenai kondisi nyata, sebelum tahun 2019 penduduk yang bermukim di pulau ini hampir tidak bisa mendapatkan akses listrik secara penuh selama 24 jam.
Ya, kala itu ketersediaan listrik di pulau ini memang masih terbatas karena lokasinya yang terpencil, sehingga sulit dan belum memungkinkan untuk mendapat pemasangan arus listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Baru pada tahun 2019, penduduk Pulau Sebira mulai memiliki akses listrik yang lebih memadai meski belum bisa didapat secara penuh selama 24 jam, lewat kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang pengadaannya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Bermodalkan dua unit PLTD yang masing-masing memiliki kapasitas aliran listrik di kisaran 250 kwh dan 125 kwh, penduduk pulau baru bisa menikmati aliran listrik dengan sistem jatah yang dioperasikan setiap pukul 17.00 hingga 24.00 untuk kebutuhan listrik malam hari.
Sementara untuk pasokan listrik di siang hari, mereka mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menyala mulai pukul 09.00 hingga 17.00.
Ketidakcukupan pasokan listrik

Jika ditanya mengenai pengoperasian, pasokan listrik dari sistem jatah di atas tentu jauh dari kata cukup. Terlebih jika menilik kenyataan bahwa PLTS yang kala itu digunakan pada waktu siang hari nyatanya kerap mengalami berbagai kendala, salah satunya kerusakan inverter–pengubah daya listrik akibat tersambar petir sejak lama.
Di lain sisi, PLTD yang ada nyatanya juga tidak bisa secara terus menerus diandalkan secara penuh. Sebagaimana yang kita tahu, PLTD sendiri sangat mengandalkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai tenaga penggerak poros generator yang akan mengubah energi mekanis menjadi listrik.
Sama halnya seperti listrik, nyatanya BBM sendiri sudah pasti menjadi hal yang tidak mudah untuk didapat pada wilayah pemukiman berupa kepulauan layaknya Kepulauan Seribu. Mengutip Mongabay Indonesia, satu mesin PLTD berkekuatan 125 kilowatt saja membutuhkan sekitar 400 liter bahan bakar fosil untuk bisa beroperasi per jam.
Berangkat dari kondisi tersebut, sudah bukan menjadi hal yang aneh apabila sebelumnya penduduk Pulau Sebira hidup dengan penjatahan listrik, dan hanya bisa memakainya untuk keperluan penerangan atau mandi.
Pembangunan PLTS yang gantikan PLTD

Di tengah penggunaan PLTD yang masih membutuhkan biaya besar, titik terang muncul setelah pembangunan PLTS yang lebih mumpuni dan mampu menghasilkan pasokan listrik dalam skala besar hadir di sekitar akhir tahun 2020, tepatnya pada bulan November.
Wacana lama mengenai rencana pembangunan PLTS berkekuatan 0,3 megawatt (mw) akhirnya terealisasi dengan daya lebih besar dari perkiraan, yakni PLTS berkapasitas 0,4 MW atau 400 KWh.
Dengan kemampuan menghasilkan energi listrik sebesar 1.200 kwh per hari, keberadaan PLTS tersebut diproyeksikan telah memenuhi sekitar 50 persen kebutuhan listrik harian sebanyak 600 penduduk atau masyarakat Pulau Sebira.
Dari kehadiran PLTS tersebut pula, masyarakat Pulau Sebira tidak hanya bisa menikmati pasokan listrik secara penuh selama 24 jam, namun pemanfaatan PLTD yang ada berkurang hingga 50 persen dan digantikan dengan pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan.
Bukti mengenai perubahan besar kehadiran PLTS di Pulau Sebira disampaikan oleh Syamsudin, selaku operator PLTD di pulau tersebut.
Menurutnya, kapal pengangkut BBM yang awalnya rutin berkunjung setiap 40 hari membawa 16 ribu liter solar jenis dex kemasan 10 liter demi menghidupkan listrik, kini hanya datang setiap dua bulan lebih, karena penggunaannya sudah tidak seperti dulu.
Lain itu, dirinya juga mengungkap mengenai akses listrik lebih leluasa yang bisa dirasakan oleh penduduk Pulau Sebira.
“Kini kita bisa menggunakan kulkas karena listrik hidup 24 jam. Jadi tidak perlu lagi membeli es untuk kebutuhan pengolahan ikan,” jelas Syamsudin, mengutip Bisnis Indonesia.