Emisi karbon global 2022 bertambah puluhan gigaton, apa solusinya?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Hari tanpa emisi
Ilustrasi emisi hasil industri (Sandor Somkuti/flickr)

Salah satu hal utama yang jadi topik pembahasan dalam Konferensi Perubahan Iklim (COP 27) adalah persoalan emisi karbon. Menyelidiki asal-muasalnya hingga upaya apa yang perlu dilakukan untuk menyikapinya, semua negara anggota perlu ambil peran dalam menangani persoalan ini.

Harapannya lewat berbagai upaya pengatasan emisi yang tiap tahun disepakati lewat COP27, produksi emisi secara global seharusnya bisa berkurang. Tapi sebaliknya, catatan historis peningkatan emisi dari pembakaran energi dan aktivitas industri skala global selama dua dekade, justru mengalami peningkatan tajam.

Memang, angka emisi tersebut sebenarnya sempat mengalami penurunan selama beberapa periode tertentu. Pada tahun 2020 misalnya, angka emisi karbon secara global turun sebanyak 1,9 gigaton. Namun, angka tersebut kembali naik di tahun 2021 sebanyak 2,1 gigaton, lebih banyak ketimbang hasil penurunan di tahun sebelumnya.

Sebagai gambaran, pada tahun 1900 emisi karbon global tercatat berada di angka 1,9 gigaton. Sementara itu di tahun 2021, emisi karbon berada di angka 36,3 gigaton.

Peningkatan yang sama, sayangnya juga diproyeksi akan kembali terjadi di tahun 2022 ini. Seperti apa detailnya?

  Mentilin, satwa identitas Bangka Belitung yang kondisinya terancam

1. Kenaikan emisi karbon global mencapai 41 gigaton

(Tony Kanev/flickr)

Global Carbon Budget, menjadi pihak yang mengumumkan proyeksi kenaikan emisi karbon secara global di tahun 2022, dalam gelaran COP27. Mengutip pemberitaan Katadata, mereka menyebut jika di tahun ini kemungkinan emisi karbon yang diproduksi mencapai angka 41 miliar ton. Jika dikonversi, angka tersebut sama dengan 41 gigaton.

Namun tidak ada penjelasan secara rinci berapa banyak emisi yang berasal dari pembakaran energi dan aktivitas industri saja.

Masih mengutip sumber yang sama, hanya disebutkan jika dari 41 gigaton tersebut, 37 gigatonnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Sedangkan 4 gigaton sisanya berasal dari pemanfaatan lahan berupa deforestasi.

Jika memang proyeksi dari Global Carbon Budget terbukti benar, berarti emisi yang dihasilkan pada tahun 2022 dan berasal dari berbagai industri jelas menjadi pertanda jika kondisi alam saat ini semakin tidak baik-baik saja.

2. Apa saja negara penghasil karbon terbesar?

Industri di China (tarboat/flickr)

Meski akan terkesan menyalahkan, namun memang penting untuk mengetahui apa saja negara yang bertanggungjawab atas meningkatnya emisi karbon secara global dari waktu ke waktu. Karena ke depannya, mereka juga yang seharusnya bertanggung jawab atas munculnya emisi dan dampak krisis iklim yang terjadi.

  Inovasi berkelanjutan dalam upaya menjaga ketahanan pangan

Hingga saat ini, ada beberapa negara yang diketahui mengisi jajaran tersebut. Beberapa di antaranya bahkan ada yang sudah aktif menghasilkan emisi sejak tahun 1850.

Menurut pencatatan Carbon Brief, Amerika Serikat, China, dan Rusia, berada di jajaran tiga besar negara penghasil karbon tertinggi. Sementara itu pada tahun 2021 dan lebih spesifik, penghasil karbon tertinggi berdasarkan pembakaran energi dan aktivitas industri juga tak jauh berbeda. Yakni terdiri dari China, Amerika Serikat, hanya saja posisi Rusia diganti oleh negara-negara Uni Eropa.

Detailnya, China menghasilkan emisi sebesar 11,94 gigaton, Amerika Serikat 4,64 gigaton, dan Uni Eropa 2,71 gigaton.

3. Sejauh mana upaya mengatasinya?

Sedikit kembali menyinggung mengenai penyelesaian emisi karbon yang dihasilkan. Salah satu upaya yang hingga saat ini masih diperjuangkan adalah upaya tanggung jawab, yang wajib dilakukan para penghasil emisi karbon tertinggi di dunia. Salah satunya lewat skema loss and damage fund.

Sayangnya hingga saat ini masih banyak negara penghasil karbon yang abai, atau belum mematuhi kewajiban tersebut secara penuh.

  100 hari proyek JETP, apa catatan komitmen pemerintah untuk transisi energi?

Pada COP26 kemarin, ada beberapa bukti yang mengungkap ketidakpatuhan kewajiban tersebut. Harapannya, di COP27 ini para negara maju atau setidaknya negara yang menghasilkan emisi karbon terbesar, bisa benar-benar melakukan upaya yang sama besar untuk meminimalisir dampak krisis iklim.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata