Sebut ajang greenwashing, mengapa Greta Thunberg begitu mengkritik COP27?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Greta Thunberg COP27
Greta Thunberg saat melakukan aksi (Eino Sierpe/Flickr)

Bukan hanya partisipasi dari berbagai negara yang disorot dalam konferensi perubahan iklim atau COP27 tahun ini. Respons dan gerakan yang dilakukan berbagai pihak seperti ilmuwan, pebisnis, dan aktivis juga disorot. Salah satunya adalah respons dari aktivis muda dunia yang cukup dikenal dan paling berpengaruh, yakni Greta Thunberg.

Sekadar informasi, Greta Thunberg merupakan salah satu aktivis lingkungan muda yang cukup berpengaruh dan kerap menyita perhatian dunia. Gadis asal Swedia berusia 19 tahun ini aktif menyuarakan kritik pedas terhadap sejumlah negara, yang dianggap bertanggung jawab atas kondisi perubahan atau krisis iklim.

Sejak awal menjalani peran sebagai seorang aktivis lingkungan, gerakan protes dan aspirasinya dalam menyikapi gelaran COP kerap menyita perhatian. Tak heran, jika dalam pelaksanaan COP27 yang berlangsung tahun ini, sosoknya juga masih diberitakan.

Sayang, dalam gelaran COP27 Greta Thunberg diketahui tidak terlibat seperti biasanya. Mengapa demikian?

1. Kritik COP26

Greta Thunberg di COP26 (The Lutheran World Federation/flickr)

Saat COP26 berlangsung di Glasgow, Greta diketahui memang berpartisipasi langsung. Ia berpartisipasi sekaligus memimpin kerumunan massa yang menyuarakan tuntutan terhadap para pemimpin dunia saat konferensi COP26.

  Ketika 3 negara pemilik hutan tropis terbesar dunia beraliansi atasi emisi dan krisis iklim

Saat itu, ia sudah menyuarakan jika COP26 telah gagal memberikan bukti dan solusi yang nyata untuk menghadapi masalah krisis iklim. Menurutnya, solusi dan langkah penanganan yang didiskusikan dari tahun ke tahun bahkan sejak awal upaya penanganan krisis iklim selalu sama, dan tidak menghasilkan apa-apa.

“Bukan rahasia lagi bahwa COP26 adalah sebuah kegagalan. Seharusnya jelas bahwa kita tidak dapat menyelesaikan sebuah krisis (iklim) dengan metode yang sama seperti yang kita lakukan sejak awal.” ujarnya, mengutip BBC.

Dalam kesempatan tersebut, selain Gretha ada juga aktivis lingkungan lainnya yakni Vanessa Nakate dari Uganda. Ia juga menyampaikan orasi mengenai kondisi di negaranya yang menurut ia mengalami ketidakadilan dalam situasi krisis iklim

“Secara historis, Afrika hanya bertanggung jawab atas 3 persen emisi global, namun orang Afrika menderita beberapa dampak paling brutal yang dipicu oleh krisis iklim.” ujarnya.

2. Sebut COP27 sebagai ajang greenwashing

COP27 (Joseph Eid/AFP/Getty Images via The Guardian)

Tak berhenti sampai di situ, Greta Thunberg juga secara terang-terangan menyebut jika KTT Perubahan Iklim PBB atau COP27 sebagai ajang greenwashing.

Menurutnya, dari luar acara tersebut nampak menggembar-gemborkan mengenai upaya penanganan krisis iklim, dan seolah benar-benar peduli terhadap lingkungan. Padahal, di balik itu ada kesepakatan bisnis yang dinilai hanya menguntungkan sejumlah pihak.

  Andrew Kalaweit, pemuda yang dijuluki Tarzan di Kalimantan

Salah satu bukti dan kebenaran yang diucapkan oleh Greta datang dari Adam Morton, aktivis sekaligus jurnalis di bidang lingkungan dan iklim The Guardian.

Ia memaparkan satu bukti tak terelakkan yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan COP27 memang kontradiktif dengan tujuan utamanya. Mesir yang berperan sebagai tuan rumah, nyatanya telah menunjuk perusahaan Coca-Cola sebagai sponsor dalam konferensi COP27.

Padahal, perusahaan minuman berkarbonasi tersebut hingga detik ini masih menggunakan bahan bakar fosil, untuk memproduksi sekitar 120 miliar botol kemasan plastik sekali pakai tiap tahunnya.

Di sisi lain, kelompok masyarakat sipil di Kenya, Afrika Timur menemukan fakta yang berkaitan. Di mana setengah dari limbah botol plastik di negara mereka berasal dari perusahaan Coca-Cola.

3. Akses publik dibatasi

(Eino Sierpe/flickr)

Greta menyebut jika sebenarnya masih banyak alasan yang membuat ia tidak datang dan berpartisipasi di COP27. Namun satu yang paling berpengaruh adalah karena pemerintah Mesir dan penyelenggara COP secara sengaja membatasi akses publik untuk bersuara.

“Saya tidak akan mengikuti COP27 karena berbagai alasan, tetapi ruang untuk masyarakat sipil tahun ini sangat terbatas,” ujarnya.

  Pilu, masyarakat adat terakhir Suku Amazon yang hidup sendiri ditemukan meninggal

Lebih detail, Mesir yang menjadi tuan rumah COP27 di Sharm El Sheikh memang telah melarang demonstrasi publik dan memberlakukan pembatasan kehadiran bagi para aktivis. Berbeda saat pelaksanaan COP26, di mana para aktivis dan publik masih bisa menyuarakan pendapatnya di depan lokasi konferensi berlangsung.

Sebenarnya beberapa bulan sebelum perhelatan COP27 digelar, sempat ada petisi oleh koalisi HAM agar otoritas Mesir membuka ruang sipil. Namun petisi tersebut nampaknya tidak mempengaruhi kebijakan yang sudah dibuat.

Artikel Terkait