Desa Aeng Tong-Tong dan potensi industri keris kebanggaan Indonesia

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Desa Aeng Tong-Tong (Beritagar)
Desa Aeng Tong-Tong (Beritagar)

Sumenep salah satu Kabupeten di Madura terkenal dengan keunikannya tersendiri. Tempat ini memiliki beragam budaya, sejarah, dan seni yang telah tercampur dengan nilai-nilai Islam yang kuat.

Salah satu kebudayaan yang masih terjaga hingga kini adalah keris Madura. Keris ini merupakan warisan peninggalan Keraton Sumenep yang masih bertahan di tengah kemajuan zaman.

Kelestarian kerajinan keris ini ternyata dijaga oleh para perajin dari Desa Aeng Tong-Tong. Desa ini terkenal sebagai rumah dari para perajin keris yang bahkan telah terkenal di mancanegara. 

Lalu bagaimana asal mula Desa Aeng Tong-Tong menjadi tempat penghasil keris berkualitas? Juga mengapa kelestarian kebudayaan Jawa ini masih tetap bertahan, yuk kita simak ulasannya:

1. Desa penghasil keris

Desa Aeng Tong-Tong (Visit Sumenep)

Pada masa silam, keris tidak hanya digunakan sebagai aksesoris belaka. Alat ini juga kerap digunakan sebagai senjata dalam peperangan, sebagai elemen dalam acara tertentu, hingga simbol dari raja. 

Melihat pentingnya keberadaan benda ini, mulailah dicari daerah yang dinilai cocok untuk mengelola logam untuk nantinya dipilih sebagai sentral dari pembuatan keris. 

Desa Aeng Tong-Tong di Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Madura, kemudian dipilih sebagai daerah sentral penghasil keris. Desa ini telah terkenal sebagai penghasil keris terbaik pada zamannya. 

  Belajar bersyukur dan tak serakah saat melaut ala Suku Sekak

Keris mengalami pertumbuhan yang pesat pada abad 14 Masehi, ketika itu pemerintahan dipimpin oleh Pangeran Joko Tole. Selanjutnya Empu Keleng menjadi sosok perajin keris yang cukup terkenal pada masa itu. 

Budaya perajin keris kemudian dilirik oleh Panembahan Tumenggung Tirtonegoro. Kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Panembahan Notokusumo. 

Ada juga sultan yang memiliki keahilan dalam pembuatan keris, yaitu Sultan Abdurachman Pakunataningrat (1811 – 1854). Putra dari sultan sebelumnya, Panembahan Aria Asiruddin. 

“Hadirnya tokoh-tokoh besar yang pernah singgah di Desa Aeng Tong-Tong membentuk fondasi yang kuat di dalam bidang industri perkerisan,” tulis Mohammed Ivan Nur Yasin dalam skripsi berjudul Eksistensi Industri Suvenir Keris di Desa Aeng Tong-Tong Kecamatan Seronggi, Kabupaten Sumenep tahun 1970-1980.

2. Eksistensi para perajin keris

Perajin keris (Pesona Indonesia)

Eksistensi perajin keris di Desa Aeng Tong-Tong kembali menggeliat pada tahun 1970. Mulai muncul para perajin berpikiran modern untuk menjadikan kerajinan keris sebagai industri. 

Para perajin ini memulai usahanya dengan menerima pesanan pembuatan keris. Selain itu mereka juga menerima pesanan untuk memperbaiki keris-keris yang telah rusak termakan zaman. 

  Desa Sukarara, menjaga adat dan tradisi budaya berbasis lingkungan

“Penghasilan yang diperoleh dari cara ini masih jauh di bawah standar, tetapi adanya pemasukan tentunya lebih baik jika dibandingkan sebelumnya,” papar Ivan. 

Pada tahun 1971, ada seorang perajin keris di desa bernama Empu Murka. Dirinya menjadi sosok penting bagi Desa Aeng Tong-Tong karena karyanya membuka lebar peluang industri suvenir keris. 

Memasuki tahun 1972, terjadi pembahasan mengenai cara menarik pelanggan dari seluruh tanah air. Pertemuan ini memberikan dampak kepada mental para perajin, agar mengasah keterampilan mengelola bisnis keris. 

Pada tahun 1980 an, keris hasil perajin Desa Aeng Tong-Tong pun mulai mengekspansi pasar Jakarta. Setelah diterima dengan positif, beberapa perajin pun diundang ke pameran luar negeri. 

Kedekatan hubungan sosial kepada pelanggan, dapat meningkatkan daya gebrak pasar. Hal ini ternyata menjadi titik kemajuan industri keris di Desa Aeng Tong-Tong. 

3. Kualitas yang diakui

Keris Madura (Beritagar)

Desa Aeng Tong-Tong telah diakui menjadi rumah dari ratusan perajin keris di Sumenep. Kualitas mereka telah diakui oleh dunia. Apalagi pada tahun 2014, Sumenep telah mengukuhkan dirinya menjadi Kota Keris. 

  Peran Rawa Biru sebagai sumber air bersih bagi warga Merauke

“Bahkan UNESCO telah juga menetapkan Kabupaten Sumenep sebagai daerah perajin keris terbanyak di dunia, dan sebagian besarnya ada di Desa Aeng Tong-Tong,” ucap Bupati Sumenep Abuya Busyro Karim yang disadur dari Pesona Indonesia. 

Sejak lama keris di desa ini sangat diminati para pecinta keris dari dalam negeri hingga mancanegara. Biasanya orang meminati karena garapannya yang halus, baik keris atau warangka atau rumah kerisnya. 

Sejak dahulu, keris dari Desa Aeng Tong-Tong sudah menjadi langganan Keraton Sumenep. Keris-keris ini pun masih terjaga hingga kini. Tiap tahunnya, masyarakat desa mengadakan ritual jamasan agar menjaga keris peninggalan Keraton Sumenep tetap awet. 

Ada tiga jenis keris yang dikerjakan oleh perajin di Desa Aeng Tong-Tong. Pertama adalah keris yang dibuat untuk sekadar memenuhi kebutuhan pasar, keris yang dibuat atas pesanan pedagang, dan keris untuk para kolektor. 

Harga keris yang murah adalah yang sekadar memenuhi kebutuhan pasar, yaitu berkisar Rp100 ribu – Rp300 ribu. Sementara yang paling mahal adalah keris untuk para kolektor yang berkisar, dari Rp1 juta sampai Rp10 juta. 

Foto:

  • Beritagar
  • Visit Sumenep
  • Pesona Indonesia

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata