Jembatan menjadi salah satu fasilitas publik yang punya peran penting. Keberadaannya punya fungsi utama sebagai penghubung antar wilayah, dan mempermudah mobilitas yang dilakukan masyarakat. Dari sekian banyak jembatan di Indonesia, ada satu jembatan yang punya wujud unik dan menjadi fasilitas ikonik sampai saat ini, yaitu jembatan akar.
Jika selama ini jembatan dibangun dengan material berupa beton, baja, atau kayu, lain hal dengan jembatan akar yang dimaksud. Sesuai namanya, jembatan tersebut dibangun dengan akar yang berasal dari pohon di kedua sisi sungai. Lain itu, keberadaannya juga diketahui sudah berusia lebih dari satu abad.
Bagaimana bisa jembatan tersebut terbentuk dan terus bertahan hingga saat ini? berikut penjelasannya.
1. Dibangun sejak tahun 1890
Jembatan akar yang dimaksud berada di aliran sungai Batang Bayang, Kecamatan Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Oleh masyarakat setempat, jembatan ini dijuluki ‘titian aka’. Akar yang membentuk fasilitas penyebrangan tersebut berasal dari dua pohon beringin yang berada di dua sisi sungai Batang Bayang.
Mengutip berbagai sumber, inisiatif pembangunan jembatan ini muncul dari seorang ulama setempat yang bernama Pakih Sokan. Sosok tersebut kabarnya merasa iba karena banyak masyarakat khususnya murid-muridnya yang kesulitan menyebrangi sungai karena belum ada fasilitas jembatan.
Akhirnya, Pakih Sokan merajut akar yang berasal dari pohon cemara hingga menjadi jembatan yang diyakini kuat untuk dilalui. Tentu tidak instan, proses penyambungan akar untuk menjadi jembatan tersebut membutuhkan waktu sekitar 26 tahun. Sampai akhirnya, jembatan pun baru bisa digunakan pada tahun 1916.
2. Jembatan akar semakin diperkuat
Seiring berjalannya waktu, kondisi jembatan semakin kuat karena pohon dan akarnya tumbuh semakin besar. Sebenarnya, di Indonesia sendiri terdapat jembatan serupa yang juga cukup dikenal. Yakni jembatan yang berada di wilayah suku Baduy, Banten.
Namun jembatan yang berada di Sumatra Barat dan memiliki panjang lintasan sekitar 25 meter ini lebih panjang dari jembatan di perkampungan Baduy. Di mana jembatan di Baduy hanya memiliki panjang sekitar 15 meter.
Lebih detail, jembatan akar di Sumatra Barat juga memiliki lebar sekitar 1,5 meter dan ketinggian sekitar 10 meter dari permukaan sungai.
Disebutkan bahwa jembatan tersebut sempat mengalami beberapa kerusakan akibat luapan banjir yang terjadi. Salah satu dampaknya, bagian dalam jembatan mengalami kerusakan yang cukup parah. Namun seiring berjalannya waktu, penguatan turut dilakukan untuk mempertahankan keberadaannya.
Guna menjaga kelestarianya, kini jembatan itu sudah dilengkapi dengan kawat penyangga dan papan penutup celah-celah akar.
3. Objek wisata populer
Dulunya jembatan akar memang dijadikan sebagai sarana penyebrangan untuk kegiatan sehari-hari. Namun kini, jembatan tersebut murni dijadikan sebagai objek wisata. Sedangkan untuk kebutuhan penyebrangan, warga lokal menggunakan jembatan permanen yang sudah dibangun sekitar 50 meter dari lokasi jembatan akar.
Di lain sisi, sungai di kawasan tersebut juga semakin mendukung ketertarikan wisata kawasan tersebut. Pasalnya, sungai Batang Bayang sendiri terkenal dengan kejernihan dan kesejukan airnya.
Dalam sungai tersebut, terdapat berbagai ikan dengan beragam ukuran yang terlihat berenang dengan bebas. Sekadar informasi, ikan-ikan tersebut tidak boleh dipancing atau ditangkap sembarangan, karena masyarakat setempat memiliki tradisi panen ikan pada waktu tertentu. Hal tersebut dilakukan agar kelestarian lingkungannya tetap terjaga.