Upacara adat Seren Taun di kasepuhan sebagai perwujudan rasa syukur

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Upacara adat Seren Taun di Kasepuhan (Neng etta/Shutterstock)

Dimulai dari rencana kami konvoi beberapa rombongan mobil, namun sayang karena kesibukan rekan-rekan akhirnya kami hanya berangkat dengan dua mobil. Mobil kami dan mobil yang satunya lagi rombongan saudara Indra Sarkana dan keluarga. Kami sendiri ditemani oleh H. Ujang Hikmatuloh Cimande dan saudara Dede sebagai sopir.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam melalui jalur Cikidang, Sukabumi, kami tiba di kota Pelabuhan Ratu jam 9.30 WIB dan singgah di kediaman keluarga Kasepuhan Cisitu Banten, posisinya di samping Gedung Olahraga (GOR) Cangehgar.

Setelah diskusi ringan mengenai ekonomi kejamaahan berbasis masjid dengan disuguhi camilan pisang goreng, kami berpamitan ke Ustaz Asep Nadir untuk meneruskan perjalanan ke Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi.

Jarak Pelabuhan Ratu ke wilayah kasepuhan kurang lebih 30 km dengan melewati perkampungan Cimaja, Cirenik, Cikelat, Ciodeng, Talaga, dan akhirnya tiba di Desa Cicadas.

Pukul 12.30 kami mampir ke Keluarga (alm) H. Takim, pengusaha peternakan ayam, bahan bangunan, dan galian emas, yang lokasinya  tak jauh dari gerbang masuk Desa Sinaresmi.

Kebetulan putra almarhum, Nurdin dan isterinya–Ratna Mulyani–pernah kuliah di kampus Universitas Djuanda Bogor, tempat saya mengajar dulu dari tahun 2000-2007.

Bersama Abah Hendrik, ketua adat Kasepuhan Cipta Mulya (dok. Agus Prana Mulia)

Selepas salat zuhur dan diskusi masalah-masalah pertanian serta diakhir dengan  makan siang, kira-kira jam 14.30 WIB kami berpamitan untuk kemudian mengunjungi Abah Hendrik di Kasepuhan Cipta Mulya.

Penerimaan beliau kepada rombongan kami sangat ramah dan baik, membuat kami tertarik untuk melakukan serangkaian penelitian lanjutan yang terkait dengan manajemen, sumber daya manusia, dan budaya, di masa yang akan datang.

Di Bumi Gede, Abah Hendrik ditemani oleh Kokolot Lembur (Bapak Udar) dan Penghulu (Bapak Ade). Rupanya mereka sedang mempersiapkan acara ”Seren Tahun” pada tanggal 12-14 Agustus 2022. Kemudian selepas salat ashar, kami dijamu dengan nasi “akeul” merah dan lauk pauk khas Kasepuhan.

  Harmoni manusia dan alam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Menjelang sore kami pun bertemu dengan tamu Abah, yaitu Jaro Lili yang sudah menjabat tiga periode dan puteranya Dana Sumitra, fasilitator pertanian Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak.

Keduanya adalah warga Desa Situmulya, Kecamatan Cibeber, Lebak, Banten, yang juga merupakan anggota keluarga Kasepuhan Cisitu–bagian utara Kasepuhan Cisungsang.

Selepas magrib kami berpamitan ke Abah Hendrik untuk mengunjungi sepupu beliau yaitu Ketua Adat Kasepuhan Sinaresmi Abah Asep Nugraha yang sedang mengadakan acara seren taun.

Daya tarik pertunjukan Dalang Dadan Asep Sunandar Sunarya membuat rombongan ingin segera ke lokasi. Sayang sekali antusias pengunjung yang membawa kendaraan roda dua dan empat tidak terlayani dengan baik mengingat jalan dan tempat parkir yang terbatas.   

Di Bumi Gede Sinaresmi, penulis juga selain bertemu langsung dengan Abah Asep Nugraha  juga bertemu dengan beberapa tokoh kasepuhan, di antaranya Abah Epi (Kasepuhan Cipta Mekar), Olot Omik (Kasepuhan Neglasari), dan Ki Tirwan tokoh pemuda dari kampung Ciladu Kasepuhan Lebak Larang.

Bersama Ki Tirwan (dok. Agus Prana Mulia)

Penulis ingin sekali mengunjungi Kasepuhan Gelar Alam untuk kedua kalinya, namun sayang kendaraan kami sangat tidak layak untuk menempuh jalur terjal Sinaresmi, Cimapag, sampai dengan Kampung Cikarancang. Padahal Ki Toni dan Ambu Heni di Kasepuhan Gelar Alam sudah siap untuk disinggahi.   

Seren Taun 2022 di Kasepuhan Adat Cipta Mulya (dok. Agus Prana Mulia)

Suku Sunda

Suku Sunda sebagai bagian dari bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki berbagai warisan kearifan lokal yang luar biasa. Salah satu warisan tersebut adalah upacara adat ”Seren Taun” yang dihadiri oleh seluruh warga adat, incu putu, serta wisatawan domestik dan mancanegara.

Secara geografis, suku Sunda sekarang menempati wilayah Provinsi; Banten, Jawa Barat, dan bagian  barat dari Jawa Tengah.

  Julang Ngapak, arsitektur tradisional unik rumah adat Sunda

Makna Seren Taun

Pare dalam upacara adat Seren Taun (Herlambang Jaluardi/Flickr)

Terminologis Seren Taun terdiri dari kata Seren dan Taun. Seren mengandung makna menyerahkan, sedangkan Taun bermakna waktu yang menandakan akhir dan awal dari rangkaian kegiatan pertanian (pamakayaan).

Walaupun ritual upacara Seren Taun beraneka ragam pada setiap wilayah, tetapi intinya adalah sebagai bentuk syukur nikmat telah diberi padi yang melimpah oleh Allah SWT.  Mereka meyakini, semakin banyak bersyukur, maka kenikmatan yang lainnya akan ditambah.

Prosesi utamana adalah penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat untuk disimpan di sebuah tempat lumbung padi yang bernama Leuit. Pertunjukan seni dan hiburan yang lainnya diadakan untuk melepas lelah penat petani dan masyarakat yang menyaksikan.

Menemukan jati diri

Kekuatan globalisasi yang menghantam kemanusiaan dan kebangsaan di seluruh dunia–termasuk di wilayah Kasepuhan, mewajibkan ketua adat mengajak seluruh masyarakat yang hadir untuk eling (sadar diri), berzikir, dan berdo’a menemukan lagi jati dirinya.

Jati diri Sunda yang nyaris hilang di tengah-tengah kerumitan kehidupan saat ini. Berasal dari mana, sedang melakukan apa, dan akan kembali ke siapa? Masyarakat pun diajak untuk senantiasa memelihara alam.

Salah satu desa yang memiliki tiga kampung adat (kasepuhan) adalah Desa Sirnaresmi yang berada di kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, yang terdiri atas kampung adat:

  1. Kasepuhan Cipta Mulya dengan ketua adat Abah Hendrik melaksanakan acara Seren Taun tanggal 12-14 Agustus 2022.
  2. Kasepuhan Sinaresmi dengan ketua adat Abah Asep Nugraha melaksanakan acara Seren Taun tanggal 5-7 Agustus 2022.
  3. Kasepuhan Gelar Alam dengan ketua adat Abah Ugi melaksanakan acara Seren Taun tanggal 19-22 Agustus 2022.

Seren Taun di Kasepuhan Sinaresmi

Seren taun 2022 di Kasepuhan Adat Sinar Resmi (dok. Agus Prana Mulia)

Upacara adat seren taun di Kasepuhan Sinar Resmi tahun ini merupakan upacara yang ke-443, tepat sejak buraknya Kerajaan Pajajaran tahun 1579 M. 

  Mengenal harmoni sejarah dan budaya Kasepuhan Citorek

Kasepuhan Sinar Resmi, Cipta Mulya, serta Gelar Alam, merupakan kasepuhan bagi masyarakat Pancer Pangawinan, yang diberi amanah untuk merawat alam dan pertanian (pamakayaan).

Serangkaian acara dimulai dari kesenian Jipeng, Dogdog Lojor, Ajeng, Angklung, pameran dongdang, pameran kriya, wayang golek lokal, dan wayang golek nasional dengan dalang Dadan Sunarya dari Bandung.

Dalam kegiatan acara puncak ini terdapat prosesi mengangkut padi atau pare. Dalam prosesi ini, padi dari sawah yang sudah dijemur dan diikat diangkut ke lumbung padi atau leuit menggunakan pikulan khusus yang dikenal dengan rengkong.

Selama padi diangkut menuju ke lumbung, rombongan pengangkut akan diiringi dengan tabuhan musik tradisional seperti angklung Buncis.

Dalam upacara adat ini, padi dari sawah diangkut ke lumbung padi atau leuit menggunakan pikulan khusus yang dikenal dengan rengkong. Selama padi diangkut menuju ke lumbung, rombongan pengangkut akan diiringi dengan tabuhan musik tradisional.

Puncak acara pada Sabtu (7/8/2022), dimulai dengan acara adat ngangkat. Tepat jam 09.00 WIB, lengser menjemput Abah Asep yang diiringi oleh aleutan baris kolot. Saat acara puncank ini dipertunjukan pula seni debus, seni tari, seni lais, sesehan, dan hiburan musik dengan penyanyi Anji.

Agus Prana Mulia (kiri) dan Abah Asep (kedua dari kanan) di Kasepuhan Sinaresmi (Dok. bahadur)

Optimisme

Optimis dan harapan ke depan adalah dengan ujian berupa pandemi, longsor, banjir, dan perubahan cuaca yang cukup ekstrem, akan semakin meningkatkan kesadaran seluruh warga negara dan Pemerintah Republik Indonesia akan pentingnya memelihara alam dan pertanian.

Karena keanekaragaman tradisi budaya bangsa kita menjadi solusi atas masalah resesi global, krisis pangan dan energi.

Akhir cerita, kami haturkan terima kasih kepada Abah Hendrik, Abah Asep, Bapak Nurdin, Bapak Budiarkah (Direktur PDAM) Kabupaten Sukabumi, dan Bapak Lukman Al-Fatih yang telah mendukung perjalanan ini.

Wallahu ‘alam.

 

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata