Bucephalandra, tanaman air endemik Kalimantan primadona akuaskap

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Bucephalandra
Bucephalandra akuaskap (Tomasz Wastowski/Flickr)

Akuaskap merupakan salah satu kegiatan yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Kegiatan satu ini merupakan seni memelihara, menata, dan mempertahankan biota air dalam akuarium. Yang perlu dipahami, akuaskap berbeda dengan akuarium.

Jika akuarium fokus ke penataan untuk memelihara berbagai jenis ikan hias dengan sedikit tanaman air, akuaskap justru kebalikannya. Akuaskap lebih fokus ke penataan berbagai komponen alam. Kalaupun disertakan ikan, hanya dalam jumlah yang sangat sedikit dan ikan berukuran kecil.

Dari kondisi di atas, akuaskap yang membutuhkan komponen utama tanaman air nyatanya juga menghadirkan potensi komoditas ekspor baru. Bukan cuma ikan hias, berbagai jenis tanaman air juga semakin populer pencariannya, salah satu jenis tanaman air yang dimaksud yaitu Bucephalandra.

1. Mengenal Bucephalandra

(via bucephalandra.co.id)

Bucephalandra merupakan nama ilmiah dari salah satu tanaman air yang banyak diminati oleh kalangan pencinta akuaskap. Tidak hanya di Indonesia, melainkan juga dunia. Melansir KlikHijau.com, nama Bucephalandra diberikan karena tanaman ini memiliki bentuk bunga yang sepintas menyerupai tanduk banteng.

  Mengenal burung gosong maluku, satwa endemik yang selalu bertelur pada bulan purnama

Faktanya, tanaman ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 oleh seorang kolektor tanaman air asal Jepang bernama Nakamoto. Tanaman yang umumnya disebut dengan nama Buce ini dikenal sebagai tanaman air endemik khas Kalimantan. Sehingga membuat tanaman tersebut juga kerap disebut dengan nama Buce Kalimantan atau Buce Borneo.

Memiliki variasi yang sangat tinggi, saat ini terdeteksi ada sebanyak 30 spesies tanaman Buce yang tersebar di Kalimantan Timur, Tengah, dan Barat. Ke-30 spesies berbeda tersebut memiliki bentuk dan warna yang beragam, mulai dari hijau, ungu, cokelat, hingga hijau tua. Untuk bentuknya sendiri ada yang berdaun lancip, bulat, dan masih banyak lagi.

Disebutkan bahwa berkat bentuk daun dan warnanya yang elegan, tanaman air ini menjadi target perburuan para akuaskaper seantero dunia.

2. Diminati berbagai akuaskaper mancanegara

Buce Kalimantan dalam akuaskap (Ilya Saburov/Pinterest)

Sejak diperkenalkan tahun 2014, tanaman eksotik ini berhasil menjadi magnet bagi kolektor tanaman air sekaligus pencinta akuaskap dari seluruh dunia. Mulai dari Thailand, Jepang, Hongkong, China, berbagai negara Eropa, dan Amerika Serikat.

  Parotia, burung endemik Papua yang piawai menari untuk memikat pasangan

Mengutip laman Kementerian Pertanian, para akuaskaper di AS bahkan harus merogoh kocek sebesar 70 dolar AS atau sekitar Rp980 ribu untuk mendapatakan satu rumpun kecil Buce Kalimantan.

Direktur Perbenihan Direktorat Hortikultura Kementan, Sukarman menjelaskan secara detail berapa sebenarnya harga asli Buce Kalimantan. Menurutnya, harga Buce Kalimantan di tanah asalnya mencapai Rp500 ribu hingga Rp800 ribu per kilogram untuk penjualan di dalam wilayah. Sementara untuk penjualan di luar wilayah Kalimantan harganya bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta, tergantung jenisnya.

Merujuk data unit Pelayanan Rekomendasi di Direktorat Jenderal Hortikultura, hampir setiap hari ada usulan permohonan ekspor tanaman tersebut. Tujuan ekspor pun beragam mulai dari Amerika, Peru, Vietnam, Hongkong, Jepang, dan Korea.

“Saat ini terdapat 16 pelaku usaha yang aktif mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat izin ekspor untuk benih Bucephalandra.” kata Sukarman, saat kepopuleran tanaman Buce meroket di pertengahan tahun 2020 lalu.

Selain Buce, juga ada banyak tanaman air lain yang tak kalah populer dan kerap diajukan sebagai komoditas ekspor oleh pembudidaya. Di antaranya Anubias, Krokot, Ammania, Aponogeton, Carolina, Bacopa, dan masih banyak lagi.

  Greg Hambali, bapak aglaonema yang pernah hasilkan tanaman seharga Rp600 juta

3. Upaya budidaya

Budidaya Buce Kalimantan (biogen.litbang.pertanian.go.id)

Meskipun memiliki keindahan dan potensi yang besar, nyatanya Buce merupakan tanaman yang memiliki siklus pertumbuhan cukup lambat. Selain itu, akibat tergiur permintaan yang tinggi, banyak pelaku usaha yang membudidayakan Buce dengan cara yang tidak semestinya.

Sehingga dikhawatirkan, akan terjadi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti misalnya eksploitasi berlebih yang bisa menyebabkan gangguan pada ekosistem aslinya. Demi meminimalisir hal tersebut, pihak Badan Penelitian Bidang Pertanian (Balitbangtan) akhirnya langsung sigap melakukan upaya budidaya Buce.

Dari yang awalnya hanya tumbuh di alam Borneo, kini tanaman air Buce sudah dibudidayakan di berbagai wilayah. Mulai dari Bogor, Cirebon, Madiun, dan termasuk wilayah Kalimantan sendiri dengan pengawasan dari pihak yang bersangkutan.

Artikel Terkait