Celepuk rinjani, satu-satunya burung endemik Pulau Lombok

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Celepuk Rinjani (William Riddell/Flickr)

Perhatian hampir seluruh masyarakat Indonesia saat ini bisa dibilang sedang berpusat pada Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Apalagi jika bukan karena adanya perhelatan ajang balap motor paling bergengsi yakni MotoGP di sirkuit Mandalika.

Sejak awal, momentum ini banyak disorot sebagai hal yang istimewa. Karena di saat bersamaan, Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia akan indahnya pesona bentang alam Lombok. Tepat sasaran, target tersebut terealisasi setelah banyaknya pengakuan keindahan alam Lombok, bahkan dari deretan para pebalap dunia langsung.

Sementara itu jika membahas lebih jauh, Lombok sendiri sejatinya tidak hanya unggul dalam hal pemandangan yang menunjang potensi pariwisata. Dari segi keanekaragaman hayati, Lombok rupanya menjadi rumah bagi spesies burung hantu terkecil di Indonesia, yakni Celepuk Rinjani.

1. Sempat dianggap celepuk maluku

Celepuk Rinjani (Jono Dashper/Flickr)

Sebenarnya wujud celepuk rinjani dengan nama ilmiah Otus jolandae pertama kali ditemukan pada tahun 1896, oleh seorang naturalis asal Inggris. Waktu itu klasifikasi penamaannya belum seperti sekarang, karena masih diduga sebagai spesies dari celepuk atau burung hantu yang sudah teridentifikasi sebelumnya.

  Bucephalandra, tanaman air endemik Kalimantan primadona akuaskap

Celepuk rinjani juga sempat diduga sebagai anak jenis dari celepuk maluku (Otus magicus). Baru di tahun 2013, burung ini teridentifikasi sebagai spesies baru yang berbeda, dan dipastikan bersifat endemik di Lombok. Adapun identifikasi tersebut dilakukan oleh George Sangster, yang melakukan perbandingan ukuran badan, suara, hingga pemeriksaan DNA dengan jenis celepuk lainnya.

Mengutip Mongabay Indonesia, celepuk rinjani juga memiliki nama lokal pukpuk atau pokpok. Burung satu ini disebut biasa mendiami habitat hutan di sekitar kaki Gunung Rinjani, tepatnya pada ketinggian sekitar 25 hingga 1.350 mdpl.

Karena bersifat endemik, celepuk rinjani ditetapkan sebagai maskot konservasi TNGR bersama dengan kijang dan elang flores.

2. Karakteristik celepuk rinjani

Pasangan celepuk rinjani (Jono Dashper/Flickr)

Membahas lebih detail mengenai karakteristiknya, celepuk rinjani memiliki bulu berwarna coklat yang disertai bintik-bintik putih. Dilihat dari sisi fisik, celepuk rinjani juga memiliki kemiripan dengan Otus albiventris (endemik di Pulau Sumbawa). Namun perbedaan dimiliki dari segi motif garis kecoklatan yang lebih tipis, dengan mahkota kepala yang lebih gelap.

  Kelinci belang sumatra, satwa langka yang terancam perdagangan ilegal

Menariknya, oleh masyarakat lokal celepuk rinjani dikenal sebagai burung hantu yang bisa dipanggil. Biasanya masyarakat akan menirukan suara mereka, yang diikuti dengan kemunculannya saat keluar dari sarang.

Masuk dalam golongan karnivora, celepuk rinjani biasa mengamati mangsa pada tempat yang lebih tinggi. Selain itu, biasanya jika menemukan satu celepuk rinjani pasti akan selalu ada individu lain yakni pasangan yang mengikuti.

3. Mitos pertanda malapetaka

Celepuk Rinjani (William Riddell/Flickr)

Seperti beberapa jenis hewan lain yang kerap dijadikan objek mitos tertentu, celepuk rinjani juga memiliki mitos tersendiri akan keberadaannya di alam.

Pada dasarnya masyarakat setempat percaya jika burung hantu adalah tanda kematian. Ketika burung hantu bersuara, maka tandanya akan ada malapetaka. Terlebih jika ada yang sampai melihat burung hantu dengan cara tidak sebagaimana mestinya, hal itu bisa menjadi tanda tidak baik.

Di saat bersamaan, mitos ini membuat orang yang tinggal di lingkar Rinjani dan Lombok, sangat menjaga celepuk rinjani. Berbeda dengan burung-burung jenis lain di mana hampir semua diburu untuk konsumsi, koleksi, atau perdagangan satwa. Belum pernah ditemukan adanya kasus perdagangan celepuk Rinjani.

  Mengenal Kedih, monyet bermuka sedih endemik Sumatra

Hal yang sama juga berlaku dalam hal perburuan, para pemburu disebut memiliki pengecualian terhadap celepuk rinjani. Lebih tepatnya semacam ada pantangan bagi para penggemar burung dan pemburu untuk menangkap burung satu ini.

Meski begitu, entah karena memang jumlah individunya yang hanya ada sedikit, celepuk rinjani sudah ada di status langka. Sejak pertama kali teridentifikasi di tahun 2013, burung ini sekarang masuk ke dalam daftar hewan berstatus mendekati terancam (near threatened) versi IUCN.

Meski sangat dijaga oleh masyarakat lokal, ancaman populasi dan keberlangsungan hidup celepuk rinjani tetap terancam. Hal tersebut lantaran perambahan masif dan degradasi lahan yang mempersempit habitat asli mereka.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata