Baru-baru ini jenis hewan endemik Indonesia yaitu badak jawa kembali mendapat perhatian. Bukan karena lahirnya individu baru, melainkan karena penetapan sebagai maskot dalam gelaran Piala Dunia U-20 2023.
Sebagaimana diketahui, Indonesia memang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2023 mendatang. Adapun ajang ini akan mulai digelar pada tanggal 20 Mei hingga 11 Juni 2023 mendatang.
Pengumuman pemilihan badak Jawa sebagai maskot dilakukan oleh FIFA bersama PSSI pada Minggu (18/9/2022). Lebih detail, maskot yang diperkenalkan memiliki nama Bacuya. Dari tampilannya, Bacuya nampak menggunakan jersey Tim Nasional Indonesia berwarna merah putih.
Menurut penjelasan PSSI, hewan satu ini dipilih lantaran merepresentasikan salah satu satwa langka khas tanah air.
Terlepas dari pemilihannya sebagai maskot, ada hal menarik dari badak Jawa yang perlu diketahui. Mulai dari status kelangkaan hingga populasinya saat ini.
1. Tentang badak Jawa

Badak Jawa yang memiliki nama ilmiah Rhinoceros sondaicus, merupakan salah satu dari lima spesies badak yang saat ini tersisa di dunia. Lain itu, badak ini juga jadi satu dari dua spesies badak endemik Indonesia lainnya yakni badak Sumatra.
Jika dilihat dari ukuran tubuhnya, badak Jawa sedikit lebih besar dibanding badak Sumatra. Mereka dapat tumbuh dengan panjang tubuh rata-rata 2-3,5 meter dan tinggi mencapai 1,7 meter. Ditambah pada individu betina, ukurannya bisa lebih besar lagi.
Tentu, jika bicara mengenai badak bagian paling identik adalah culanya. Cula badak Jawa rata-rata memiliki ukuran panjang 20-25 sentimeter, namun ada juga yang dapat mencapai 30,5 sentimeter. Sedangkan dalam hal berat, badak jawa memiliki bobot di kisaran 0,9-2,3 ton.
Mamalia satu ini memiliki ciri fisik tubuh berwarna abu-abu dengan tekstur kulit yang tidak rata dan berbintik. Lain itu, pada kulit di beberapa bagian tubuh seperti daun telinga, rambut kelopak mata, dan ujung ekor biasa terdapat rambut tipis.
2. Karakteristik khas
Badak Jawa di kalangan peneliti satwa dikenal sebagai satwa browser atau binatang penjelajah untuk mencari makan rumput, semak, pucuk dedaunan dan sejenisnya. Mereka banyak memakan ranting dan batang keci yang tumbuh di hutan.
Biasanya setelah makan satu atau lebih tumbuhan di satu titik, badak jawa akan pindah secara perlahan kemudian berhenti sesaat untuk makan lagi di tempat lain. Karena kebiasaan lain, tak heran jika hewan ini dikenal sebagai spesies kunci.
Hal tersebut lantaran sisa tanaman yang dimakan oleh badak akan terbawa ke titik lokasi atau tempat lainnya.
Satu hal yang menarik, hewan satu ini biasanya membuang urin saat berkubang dan saat berjalan. Mereka biasanya membuang kotoran di dua tipe lokasi yaitu di air sungai yang mengalir, dan di pegunungan atau bukit.
Diketahui jika badak Jawa menyukai habitat hutan hujan dataran rendah dan rawa-rawa. Meski begitu, ada juga individu yang ditemukan pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, yaitu di daerah Gunung Honje, Taman Nasional Ujung Kulon.
Hewan satu ini juga menyukai kondisi habitat dengan hutan yang rimbun, daerah semak, dan perdu yang rapat. Mereka kurang menyukai tempat-tempat yang terbuka, terutama pada siang hari. Disebutkan bahwa saat ini populasi badak Jawa banyak tersisa di TN Ujung Kulon.
Seperti apa status populasinya?
3. Spesies badak terancam

Sama halnya seperti badak sumatra, populasi badak jawa kini juga sangat terancam. Padahal, dulunya hewan ini menempati daerah penyebaran yang cukup luas di Asia Tenggara. Penyebarannya meliputi Teluk Benggala hingga Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaya, Pulau Sumatra dan Pulau Jawa.
Seiring berjalannya waktu, populasi hewan ini di sejumlah negara mulai terhapuskan. Misalnya di Vietnam, hewan ini dinyatakan punah tahun 2010.
Sementara itu populasi badak Jawa saat ini telah terbatas, dan terkonsentrasi pada Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sejak 1930-an. Berdasarkan keterangan terakhir dari Balai TNUK, disebutkan jika saat ini diperkirakan hanya ada di bawah angka 100 individu yang tersisa.
Lebih detail, populasi hewan ini kerap ditemui pada sejumlah titik seperti daerah-daerah aliran sungai Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan, dan Cibunar. Sayangnya, pengamatan TNUK menyebut jika habitat badak di TNUK diprediksi mendekati batas daya dukung.
Hal tersebut berpotensi menyebabkan populasi badak akan sulit berkembang tanpa upaya pengelolaan yang intensif.