Bambu bukanlah sesuatu yang asing bagi orang Indonesia. Di pedesaan, bambu banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari seperti bahan bangunan, peralatan dapur, alat musik tradisional bahkan bahan makanan.
Bambu pada dasarnya adalah rumput dengan lubang dan ruas pada batangnya. Tanaman ini memiliki banyak varietas dan banyak ditanam di negara tropis.
Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, dosen senior Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udaya sekaligus peneliti bambu, mengatakan bambu tidak boleh dianggap sebelah mata, karena mengenal bambu sama dengan mengenal Indonesia.
“Bambu ada di mana-mana di Indonesia, hampir 7 .957 desa memiliki bambu. Jadi kalau kita tahu bambu, berarti kita tahu Indonesia,” kata Diah, dalam Kompas.com.
“Bambu juga sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bambu bisa tumbuh di mana saja, bahkan di daerah yang paling tidak ramah pun bisa tumbuh.”
Populasi bambu di Indonesia
Dari total 1.620 jenis bambu di dunia, Indonesia memiliki 176 jenis bambu dan 105 di antaranya endemik. Jenis bambu yang dapat dijumpai di Indonesia antara lain bambu duri, bambu pagar, bambu embong, bambu tutul, bambu cendani, haur hejo, bambu emas, bambu petung, bambu ching dan bambu batu.
Kemudian ada bambu cangkoreh, bambu apus, bambu hitam, bambu legi, awi belang, tiyang kaas, bambu euleul, bambu lengka, bambu andong, bambu rengen, bambu manggong, bambu cendani, bambu wuluh, bambu jepang, buluh dabo, dan suku Maya bambu.
Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) Indonesia yang belum mendapat perhatian yang optimal dalam pengembangan dan pemanfaatannya. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019, nilai HHBK saja bisa mencapai 90 persen dari nilai hasil hutan, di mana kayu hanya menyumbang 10 persen dari hasil hutan.
Jika mengacu pada catatan tersebut, tentu potensi bambu sangat luar biasa. Penggunaan bambu juga terbatas pada lahan milik masyarakat, sedangkan penggunaan bambu dari kawasan hutan tidak terdokumentasi dengan baik.
Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari satu juta hektare lahan yang ditanami bambu, tetapi hanya 25.000 hektare yang telah dikembangkan menjadi hutan atau kebun bambu.
Lainnya jarang berkembang, padahal potensinya sangat menjanjikan jika dimanfaatkan dengan baik. Tanaman ini juga mudah tumbuh dan memiliki siklus hidup yang relatif cepat dengan waktu panen sekitar tiga sampai empat tahun.
Daya guna bambu dalam kehidupan masyarakat

Secara ekologis, bambu dapat berperan dalam mengatasi ancaman lingkungan dan dampak perubahan iklim. Bambu memainkan peran penting dalam restorasi tanah melalui kemampuan beradaptasi spesies tanaman, pendekatan untuk lansekap dan kehadirannya dalam ekosistem yang berkelanjutan.
Akar bambu dapat berperan sebagai penahan erosi yang dapat mencegah risiko banjir dan mengelola limbah beracun akibat keracunan merkuri. Akar juga dapat menyaring air yang terkena limbah melalui serat akar dan mungkin mengandung sumber yang berguna seperti persediaan air sumur.
Hingga saat ini, masyarakat Indonesia telah mengenal bambu untuk kebutuhan tradisional, seperti membangun rumah, atap, dinding hingga peralatan dapur. Batang bambu juga digunakan untuk membuat alat musik dan mebel kayu tradisional.
Bambu juga sering digunakan untuk kayu bakar atau arang. Padahal, bambu merupakan bahan potensial untuk produksi biofuel dan berpotensi untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Hutan bambu juga berfungsi sebagai penyerap karbon, menghasilkan oksigen, mengatur ketinggian air di cekungan, mengendalikan erosi tanah, melestarikan keanekaragaman hayati, serta berkontribusi pada pembersihan dan pengaturan lingkungan.
Pengelolaan bambu

Selain sangat penting bagi lingkungan, bambu juga dapat digunakan secara ekonomis. Bambu dapat digunakan sebagai bahan baku kerajinan tangan, kebutuhan interior rumah, hotel atau restoran.
“Kita tahu Saung Udjo dengan angklungnya sudah mendunia, ada juga gitar bambu yang masuk ke pasar Eropa. Selain itu, ada gerakan 1000 desa bambu yang diprakarsai oleh Yayasan Bambu Lestari, International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Badan Litbang dan Inovasi di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mengingat potensi bambu yang besar, jika tidak dimanfaatkan dengan baik, potensi tersebut hanya akan menjadi potensi,” kata Musdhalifah Machmud, Deputi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Di antara jenis rumput yang batangnya keras dan lentur, bambu juga tahan terhadap angin kencang, sehingga cocok ditanam di sekitar hutan DAS. Bahkan, bambu dapat bertahan dalam kondisi kekeringan dan tumbuh di lahan curam sehingga dapat menjadi alternatif tanaman penahan longsor.
Dijelaskan Musdhalifah bahwa bambu juga dapat dijadikan sebagai substitusi bahan baku komersial. Ini karena kayu komersial semakin tahun produksinya semakin menurun dan harganya pun relatif mahal. Di sisi lain bambu juga unggul karena mudah dikembangkan, memiliki elastisitas tinggi, mudah dibentuk, dan lebih murah dibandingkan kayu.
Bambu juga merupakan material masa depan yang dapat menggantikan fungsi kayu, logam, kaca, plastik, kapas, sutra, bahkan batu bara dan energi fosil. Meskipun kayu juga merupakan tanaman fungsional, keberadaannya juga terancam oleh deforestasi berlebihan yang mengakibatkan terciptanya lahan kayu penting.