Tusam Sumatra, pinus endemik Tapanuli Selatan dengan segudang manfaat

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Pinus merkusii (Prof Dr Kamarudin Mat-Salleh/Flickr)

Siapa yang tidak mengenal pinus? Jenis pohon satu ini belakangan semakin populer dan dikenal lewat keberadaan hutannya yang kerap jadi destinawi wisata favorit. Padahal di samping itu, kayu pinus juga merupakan salah satu jenis kayu tropis yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Mengutip laman tentangkayu.com, disebutkan jika setidaknya ada sekitar 20 jenis kayu pinus dengan nama berbeda di dunia. Dari 20 jenis tersebut, terdapat 2 jenis yang umum dikenal dengan kualitas baik di pasar kayu, yakni Pinus radiata dan Pinus merkusii.

Yang istimewa, salah satu spesies pinus tersebut yakni Pinus merkusii merupakan pohon endemik Indonesia, yang berasal dari pulau Sumatra.

1. Mengenal Pinus merkusii

Pinus merkusii/tusam sumatra (planterandforester.com)

Dikenal dengan nama global merkus pine, di Indonesia sendiri pinus merkusi lebih umum disebut dengan nama tusam sumatra. Sesuai namanya, pohon ini pertama kali ditemukan di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan, oleh seorang ahli botani dari Jerman bernama Dr. F. R. Junghuhn.

Selain di Indonesia, keberadaannya kemudian menyebar di wilayah Asia Tenggara meliputi Kamboja, Vietnam, Malaysia, Phillipina, Myanmar, dan Laos.

  Mengenal si pemalu raja udang kalung-biru

Penyebarannya yang meluas dengan mudah bisa terjadi bukan tanpa alasan. Pasalnya tusam sumatra merupakan jenis pinus yang tidak memerlukan syarat tempat tumbuh khusus. Keberadaannya bisa dijumpai dan dapat tumbuh dengan cepat di berbagai jenis tanah, bahkan pada tanah dengan kadar pH asam.

Biasanya, tusam sumatra yang tumbuh dengan baik kerap ditemui pada sebuah lahan yang berada di ketinggian 400-2.000 mdpl. Tusam sumatra atau pinus merkusi dapat tumbuh hingga tinggi mencapai 20-40 meter, dengan diameter 70-90 sentimeter. Pada beberapa tempat, ada pohon yang memiliki diameter hingga 100-145 sentimeter.

Kulit batang pohon pinus ini berwarna coklat kelabu hingga coklat tua dan tidak mudah mengelupas. Sedangkan bagian daunnya identik menyerupai jarum dengan panjang kurang lebih 10-20 sentimeter. Hal identik lain dari pinus adalah bijinya, yang memiliki bentuk kerucut dan bersisik.

2. Manfaat tusam sumatra

Pohon Pinus Merkusii (obi sehat/Flickr)

Secara garis besar, pohon pinus ini memiliki manfaat yang dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yakni manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi. Pertama untuk manfaat ekologi, tusam sumatra dapat membentuk vegetasi permanen yang mendukung fungsi hidrologi dan konservasi lahan.

  Parotia, burung endemik Papua yang piawai menari untuk memikat pasangan

Kedua, karena dijadikan sebagai pohon budidaya yang kerap membentuk kawasan wisata, hutan pinus biasanya menghidupkan sosialisasi antar masyarakat sekitarnya. Budidaya pohon ini juga kerap dimanfaatkan para pengrajin untuk membuat kerajinan dari bijinya yang memiliki bentuk unik.

Terakhir, pinus/tusam sumatra jelas memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena kayunya kerap dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Kayu dari pohon ini biasanya banyak dimanfaatkan untuk bahan kontruksi bangunan, bahan pembuatan korek api, hingga kertas serat rajang.

Bagian lain yang tak kalah bernilai dari pohon satu ini adalah getahnya. Getah pohon pinus masuk dalam jenis oleoresin yang merupakan cairan asam resin, dan bisa dipanen saat usia pohon sudah mencapai 10 tahun.

Getah yang dimaksud dapat diolah menjadi wujud gondorukem dan terpentin. Dua material tersebut merupakan bahan yang banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sabun, tinta, cat, pengencer, serta bahan baku aromatik dan disinfektan. Bagian tersebut yang membuat bagian batang tempat getah pinus berada memiliki harga cukup mahal.

3. Karakteristik kayu pinus tusam sumatra

Kayu pinus merkusi (PT Puspa Mandiri/Flickr)

Sementara itu jika membahas lebih detail karakteristik hasil kayunya, ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam pemanfaatan kayu pohon satu ini. Secara umum, disebutkan bahwa kayu pinus tusam sumatra termasuk jenis yang mudah terserang jamur.

  Cerita pohon nyatoh, tanaman identitas Bangka Belitung yang kini terlupakan

Kondisi tersebut dalam industri dikenal dengan istilah blue stain. Karena itu, biasanya pengolah kayu pinus langsung melakukan pengeringan secepat mungkin setelah penebangan.

Kedua, pinus tusam sumatra rupanya cukup lemah terhadap perubahan suhu dan kelembaban udara. Sehingga biasanya tukang kayu banyak yang menggunakan metode laminasi apabila membutuhkan permukaan kayu pinus yang lebar.

Meski begitu, hasil kayu dari jenis pinus satu ini termasuk yang mudah diproses karena seratnya terbilang halus. Kondisi tersebut membuat pinus tusam sumatra lebih mudah diolah dan membantu tukang kayu dalam melakukan proses finishing.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata