Saat ini berbagai upaya mengatasi permasalahan iklim di lingkup udara sekaligus darat telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah melestarikan berbagai hal yang dapat menyerap sekaligus mengikat karbon. Yakni dengan memulihkan keberadaan hutan hujan serta tanah atau lahan basah.
Namun, bagaimana dengan upaya yang dilakukan untuk menyerap sekaligus mengikat karbon di ekosistem bawah laut? Karena nyatanya, laut merupakan elemen utama dalam siklus iklim bumi.
Bukan hanya di darat, nyatanya sejumlah satwa laut juga punya peran besar dalam mencegah permasalahan iklim berkat pola hidupnya. Mulai dari menyimpan karbon dalam tubuh dan mengeluarkannya ke lautan dalam. Sampai menyuburkan dan melindungi flora laut seperti rumput laut yang juga berperan besar dalam menyerap karbon.
Salah satu hewan yang diyakini oleh para peneliti berperan besar dalam menekan laju perubahan iklim adalah berang-berang (Lutrinae sp).
Bagaimana cara hewan tersebut menekan laju perubahan iklim yang dimaksud?
1. Cegah perubahan iklim dengan lestarikan rumput laut

Peran paling disorot yang dilakukan berang-berang dalam menekan perubahan iklim adalah menjaga kelestarian rumput laut dan ekosistem padang lamun. Mereka biasa memburu dan memangsa sebanyak mungkin hewan yang merusak dua ekosistem di atas, yakni bulu babi.
Sedikit informasi, bulu babi memang dikenal sebagai penanda atau indikator kesehatan air yang bebas dari polutan. Tapi di saat bersamaan keberadaannya juga dapat merusak keberlangsungan rumput laut.
Hal tersebut didasari fakta bahwa bulu babi merupakan hewan omnivora yang memangkas rumput. Bulu babi mengunyah pegangan di tempat rumput laut tumbuh, dan membiarkan sisa ganggang raksasa hanyut.
Bulu babi bahkan mampu tetap bertahan setelah memotong hamparan rumput laut, dan menunggu di bawah kecambah untuk kemudian memakan rumput laut muda. Beberapa sumber bahkan menyebut bulu babi sebagai ‘zombie laut’ karena dapat melahap habis ekosistem rumput laut.
Berang-berang disebutkan lebih suka memburu bulu babi yang padat akan kalori. Jadi secara sederhana, populasi berang-berang akan mengurangi populasi bulu babi dan melindungi ekosistem rumput laut sebagai pengikat karbon.
2. Misteri penangkap karbon

Di saat bersamaan, berang-berang nyatanya juga diyakini sebagai hewan yang dapat mengikat dan membawa karbon dalam tubuhnya sendiri. Mereka disebut mampu mengubur karbon yang dimaksud hingga ke lautan dalam selama ribuan tahun.
Memang, untuk peran satu tersebut para peneliti disebut masih melakukan riset lebih lanjut. Namun untuk saat ini, ada anggapan bahwa prosesnya berjalan melalui istilah deadfall carbon (karbon mati).
Maksudnya, ketika berang-berang yang menyimpan karbon dalam tubuhnya mati, bangkai mereka akan tenggelam ke dasar laut. Lewat kejadian itu karbon biomassa akan terperangkap bersama mereka sehingga terkubur dalam sedimen dan terkunci selama jutaan tahun.
Karbon yang mereka tangkap itu yang pada akhirnya tercegah untuk berubah menjadi karbondioksida dan bisa berakibat pada perubahan iklim.
Meski masih diteliti lebih lanjut, namun penelitian dari studi terdahulu yang dipublikasi pada tahun 2012 di wilayah laut Pasifik Utara menunjukkan fakta mengejutkan. Dalam studi tersebut ditemukan fakta bahwa bahwa keberadaan berang-berang laut di habitat terumbu karang berbatu, mampu menyimpan 4,4 hingga 8,7 juta ton karbon dibandingkan wilayah tanpa berang-berang.
Di mana jumlah karbon tersebut pada kala itu disebut lebih banyak dari karbon yang dikeluarkan oleh satu juta mobil selama setahun.
3. Salah kaprah berang-berang dan biwara

Di balik peran besar berang-berang, nyatanya masih banyak pihak yang masih belum bisa membedakan berang-berang (otter) dan biwara (beaver). Banyak yang menganggap bahwa keduanya adalah hewan yang sama.
Padahal, otter adalah binatang semi-akuatik sebagai mamalia karnivora yang yang hidup di hampir seluruh dunia kecuali Australia. Sedangkan beaver adalah hewan pengerat yang mampu hidup di dua tempat yakni air dan darat, serta kerap dikenal sebagai pembuat bendungan.
Hal tersebut jelas sangat penting untuk dipahami dengan baik. Karena selama ini beberapa studi justru menyebut jika biwara justru turut berkonstribusi dalam hal pemanasan global. Biwara diyakini berperan dalam menciptakan gas metana CH4, yang dapat mengurangi kadar oksigen pada atmosfer bumi karena kebiasannya membuat bendungan.
Dijelaskan oleh seorang peneliti sekaligus ahli biogeokimia Colin Whitfield, bahwa bendungan yang dibuat oleh biwara dapat memperlambat laju aliran air. Beruntungnya, biwara atau hewan pengerat yang biasa membuat bendungan ini tidak ada di Indonesia. Spesiesnya hanya terdapat di Amerika dan Eropa.