Hewan penyerbuk berpotensi punah, benarkah akan menyebabkan perang?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Serangga (anwar siak/Flickr)

Krisis iklim yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dianggap mengancam keanekaragaman hayati sampai titik terkecil, termasuk hewan penyerbuk. Beberapa hewan penyerbuk tanaman pangan seperti lebah, burung, kelelawar dan berbagai serangga terancam punah.

Dilansir DW, Kamis (9/6/2022) yang dimuat Kompas ada beberapa serangga penyerbuk yang terancam punah. Misalnya saja tawon  besar di Amerika Utara dan Eropa. Di Indonesia dampak krisis ini telah terlihat dari banyaknya bencana alam yang terus meningkat.

Lalu bagaimana kondisi hewan penyerbuk? Dan apa dampak fatal bila hewan ini punah? Berikut uraiannya:

1. Hewan penyerbuk terancam

Lebah (Amir Hamzah/Flickr)

Potensi kepunahan hewan penyerbuk karena perubahan iklim seperti lebah, burung, kelelawar dan berbagai jenis serangga mulai terlihat. Misalnya saja tawon besar di Amerika Utara dan Eropa yang gampang kepanasan dan mati gara-gara tubuhnya yang berbulu dan relatif lebih besar ketimbang lebah serta warna gelapnya.

Kemudian ada juga lebah madu dan kupu-kupu yang juga menderita dalam perubahan iklim ini. Ancaman ini menjadi kekhawatiran besar yang perlu dihadapi dan disadari bersama. Di Indonesia, hal ini telah terlihat dari beberapa bencana alam yang terus meningkat.

  5 hewan akuatik unik yang menjadi inspirasi dari karakter pokemon

Profesor Riset Pusat Peneliti Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosichon Ubaidillah mengatakan, krisis iklim berdampak pada rusaknya habitat keanekaragaman hayati Indonesia. Berbagai penelitian menujukkan adanya peningkatan fenomena pergeseran biogeografis, dan meningkatnya tingkat kepunahan.

Dia menjelaskan, dampak dari perubahan iklim telah menyentuh bumi hingga titik terkecil, seperti serangga penyerbuk yang berperan penting dalam regenerasi dan reproduksi tanaman dalam ekosistem hutan maupun dalam sistem pertanian.

“Sekitar 80 sampai 90 persen tanaman berbunga bergantung pada penyerbukan alami oleh serangga untuk beregenerasi dan memproduksi buah atau makanan yang berguna sebagai bahan makanan untuk hewan lain,” ujarnya.

2. Pengaruhi pangan

Serangga (Amir Hamzah/Flickr)

Krisis iklim telah mempengaruhi perilaku makan, kawin, dan migrasi serangga penyerbuk. Hal yang ironis, kondisi ini tidak hanya berpengaruh kepada serangga penyerbuknya saja, melainkan juga pada proses penyerbukan itu sendiri.

“Perubahan temperatur bumi telah mempengaruhi lama waktu penyerbukan, berbunga hingga produksi buah sehingga akan mengganggu konservasi agroekosistem dan ekosistem liar,” tuturnya.

Rosichon menyebutkan salah satu contoh serangga penyerbuk yang terpengaruh krisis iklim yakni tawon ara. Serangga ini memegang peranan penting pada proses penyerbukan pohon ara dalam menyediakan buah sebagai sumber makanan burung, primata dan hewan lainnya.

  Trenggiling dan mitos sisik yang sebabkan kepunahan

“Jika tawon ara punah, maka seluruh sistem pun akan jatuh,” bebernya.

Karena itu, dirinya mendorong Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang luas agar berkomitmen untuk menangani krisis iklim. Sehingga tidak memberikan ancaman yang tidak hanya kepada alam namun juga manusia.

3. Berpotensi perang?

Serangga (angolming@gmail.com/Flickr)

Pakar pertanian IPB, Damayanti Buchori menyebut mulai berkurangnya hewan penyerbuk bisa dilihat salah satunya dari serangan hama ke tanaman. Di Indonesia, jutaan hama belalang kembara telah merusak tanaman di Sumba Timur dan sekarang bergerak ke Sumba Tengah serta Sumba Barat Daya.

Dirinya menerangkan bahwa di beberapa negara Eropa dan Amerika telah ditemukan fakta adanya penurunan populasi lebah yang kemudian dikenal dengan “Global Polinator Decline”. Padahal lebih dari 75 persen tanaman pangan membutuhkan hewan penyerbuk untuk menghasilkan buah.

Hal ini katanya akan berdampak pada kemungkinan kekurangan tanaman pangan yang bisa menjadi pemicu krisis di dunia. Dan apabila tidak ada tindakan nyata, peperangan di dalam negara maupun antar negara bisa saja terjadi karena kelaparan.

  Ratusan monyet turun ke permukiman warga di Sukabumi, kenapa bisa terjadi?

Dia mengatakan hewan penyerbuk mulai berkurang seiring habitatnya yang terganggu akibat bencana alam. Hal ini disebabkan oleh ulah manusia yang kurang bijaksana memanfaatkan air dan pembangunan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.

“Yang kita perlukan adalah political will, kemauan untuk menjalankan prinsip-prinsip keberlanjutnya,” katanya yang disadur dari Tempo.

Artikel Terkait