Kabar bahagia hadir di Taman Nasional Tambora, Nusa Tenggara Barat. Mereka menyambut menetasnya elang flores (Flores hawk-eagle). Kabar tersebut begitu membahagiakan dunia konservasi. Kelahiran anak elang flores ini menjadi pencapaian luar biasa bagi pelestarian satwa yang terancam punah ini.
Burung pemangsa ini semakin hari semakin mengkhawatirkan populasinya. Hewan endemik Indonesia itu populasinya terancam akibat ulah perburuan yang tinggi. Data pada tahun 2019 menunjukkan populasi elang flores hanya tinggal 10 ekor saja.
Lalu bagaimana proses kelahiran spesies ini? Dan mengapa populasinya kini terancam? Berikut uraiannya:
1. Kelahiran sang pemburu

Taman Nasional Tambora, NTB mendapat penghuni baru dengan kelahiran elang flores. Anak elang flores itu kemudian diberi nama Febri. Sebelum menetas, aktivitas elang flores sudah terpantau sejak 21 Oktober 2021 di Karyasari. Saat itu, observer menemukan sarang elang flores.
Pada 12 Februari 2022, sudah terpantau aktivitas sepasang elang flores di sekitar sarang. Selama 3 jam pengamatan, keduanya terlihat terbang dan hinggap di pohon-pohon sekitar sarang, seperti sedang mengawasi sarang. Baru pada 19 Februari 2022, observer berhasil melihat satu butir telur elang flores di dalam sarang.
Pada 5 Maret induk elang flores tampak mengerami sedangkan pejantan mengawasinya tidak jauh dari sarang. Aktivitas semakin intens pada 17 Maret 2022, ketika terjadi perubahan warna bulu di bagian dada induk. Induk juga terlihat mengumpulkan makanan di sarang.
Barulah pada 26 Maret, berhasil terdokumentasi keberadaan seekor anak elang flores yang sudah menetas di sarang. Saat itu, anak elang flores ini diperkirakan sudah berusia 1-2 minggu. Bagi TN Tambora kelahiran spesies terancam punah ini menjadi sebuah kabar gembira.
“Semoga keberadaan salah satu jenis raptor yang menyandang kategori terancam punah atau Critically Endangered (menurut IUCN) ini semakin terjaga dan bertambah populasinya. Oleh karena itu, mari kita jaga sama-sama hutan Tambora,” tulis TN Tambora melalui akun instagram resminya.
2. Mengenal sang pemangsa

Elang flores adalah jenis burung pemangsa yang berasal dari famili Accipitridae. Dia dianggap sebagai “key species” berkat perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem sekitar. Hewan bergenus Nisaetus ini penah dianggap berkerabat dengan elang bontok (Nisaetus cirrhatus), walau ternyata berbeda.
Spesies burung ini merupakan jenis elang yang hanya ada di Indonesia. Hewan ini memiliki ukuran fisik yang besari hingga 71-81 centimeter. Penyebaran populasinya sebetulnya tidak hanya ada di Flores, tetapi meliputi Pulau Lombok, Sumbawa, Pulau Satonda, Rinca, dan Flores.
Habitatnya mudah dijumpai di kawasan hutan dataran rendah yang memiliki ketinggian hingga 1.000 mdpl. Ini tentu saja berhubungan dengan cara berburunya yang menerkam dengan jarak yang tidak terlalu tinggi. Di antaranya ada di kawasan Hutan Mbelling dan Taman Nasional Kelimutu.
Bagi masyarakat setempat, mereka menamai elang flores sebagai Ntangis. Mereka juga menamai sejumlah kecil elang seperti Jumburiang untuk elang bonelli’s (Hieratus fasciatus) dan lawang ntangis Brahminy kite (Halistur indus).
Suku Manggarai di bagian barat Flores menganggap bahwa elang flores sebagai toem atau empo, leluhur manusia, dan tidak boleh disiksa, dibunuh, atau ditangkap. Hewan ini memang berada dalam status terancam karena perburan yang masif dilakukan.
3. Terancam karena perburuan

Hewan endemik Indonesia ini populasinya terancam akibat ulah perburuan yang tinggi. Data Badan Konservasi Dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkannya sebagai jenis Kritis (Critically Endangered/CR) populasinya saat ini diperkirakan antara 100 hingga 240 individu dewasa.
Sementara itu, dari data Pemerintah Daerah Kabupaten Ende yang disampaikan Bupati Marsel Petu pada April 2019, populasi elang flores di kawasan Taman Nasional Kelimutu, Flores, NTT semakin terancam dan tersisa hanya tinggal 10 ekor.
Kian terancamnya populasi elang flores tidak bisa dipisahkan dari keresahan masyarakat yang dianggap sebagai hama atas hewan unggas peliharanya. Bedasarkan data dari Taman Nasional Gunung Rinjani, populasi elang flores terancam karena perburuan liar, kebakaran hutan, dan penebangan pohon.
Agar menjaga kelestarian elang flores di Gunung Rinjani, perlu dilakukan beberapa kegiatan penelitian secara maksimal, khususnya mengenai sarang guna memudahkan dugaan populasi serta informasi lainnya. Upaya lainnya adalah meningkatkan patroli kawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi kelestariannya.
“Elang flores merupakan jenis elang di wilayah Nusa Tenggara yang masuk dalam kategori terancam punah. Jika tidak mendapatkan perhatian khusus, tidak mustahil akan punah di Rinjani,” kata Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Dwi Pangestu yang disadur dari Republika.