Kepiting kelapa (Coconut crab) ternyata memiliki kekuatan capitan sekuat gigitan singa atau hyena. Kepiting kelapa yang paling besar bisa menghasilkan kekuatan hingga 3.300 Newton. Hewan yang masih satu famili dengan hermit crab dan king crab ini merupakan deretan kepiting-kepiting raksasa di dunia.
Kepiting kelapa memang hewan yang cukup berbahaya dan misterius. Hewan ini disebut bisa memanjat pohon bahkan menyerang burung. Selama ini kepiting kelapa memang tinggal di bawah tanah sehingga belum banyak penelitian tentang hewan ini.
Lalu mengapa kepiting kelapa bisa memiliki kekuatan capitan sebesar ini? Dan seberapa bahayakah hewan ini? Berikut uraiannya :
1. Mengenal kepiting kelapa

Kepiting kelapa bisa ditemukan di pesisir bagian barat daya Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Hewan ini adalah hewan nokturnal atau aktif di malam hari.
Hewan ini termasuk ke dalam ordo Decapoda dan kelas Crustacea. Kepiting kelapa adalah salah satu kepiting terbesar di dunia.
Kepiting kelapa bisa tumbuh hingga panjang 1 meter dari ujung kaki ke ujung kaki lawannya. Beratnya untuk seekor kepiting cukup fantastis yakni hingga 4,5 kilogram. Warna cangkang kepiting kelapa juga unik, yaitu ungu muda hingga cokelat dan ungu tua.
Biasanya yang berwarna cokelat adalah kepiting yang lebih muda dengan garis hitam pada kakinya, sedangkan yang lebih tua lebih banyak berwarna ungu. Hewan ini juga bisa memanjat pohon dan mencari kelapa untuk diolah dan dimakan.
Selain informasi di atas, tidak banyak yang diketahui para peneliti mengenai hewan satu ini. Pasalnya, kepiting kelapa tinggal di bawah tanah dan membentuk ruang ekologis untuk mereka sendiri di beberapa pulau di Samudra Hindia.
2. Capitan setara gigitan singa

Kekuatan capit kepiting kelapa disebut bisa menyaingi gigitan singa dan hyena. Disadur dari Britanica yang dimuat Kompas, kepiting kelapa yang paling besar bisa menghasilkan kekuatan hingga 3.300 Newton. Kekuatan ini dimiliki oleh kepiting kelapa untuk mengolah makanannya.
Kepiting kelapa harus mengupas kelapa dan menarik sabutnya untuk membelah kelapa sebelum dikonsumsi. Selain itu, capitnya juga digunakan untuk memanjat dan bertahan di pohon kelapa yang tinggi tanpa terjatuh. Kepiting kelapa bisa bertahan di batang pohon kelapa selama berjam-jam.
Hewan ini perlu memanjat pohon tidak hanya untuk mengambil makanan kesukaannya yaitu kelapa. Tetapi juga untuk memangsa burung. Burung yang tertangkap oleh capitnya akan dibawa turun menuju sarang kepiting untuk dimakan.
Seorang profesor dari Dartmout Collage, Mark Laidre yang melakukan ekspedisi ke Kepulauan Chagos untuk mempelajari kepiting kelapa berkesempatan menyaksikan hewan ini berburu.
Ketika itu, dirinya menyaksikan seekor kepiting kelapa menyambar seekor burung booby (angsa batu) kaki merah dewasa. Burung yang sedang tidur di atas cabang pohon rendah ini langsung lumpuh seketika.
Walau burung ini berusaha melepaskan diri, dalam 20 menit, lima kepiting kelapa lainnya berkerumun di tempat tersebut. Kepiting kelapa yang awal menyerang kemudian menyeret burung ini menjauh, mencabik dan memakan burung tangkapannya.
“Sangat mengerikan,” kata Liadre yang dikutip dari National Geographic.
3. Sudah sulit ditemukan

Kini kepiting kelapa sudah sangat sulit ditemukan. Seorang pegiat lingkungan Deddy Delano membandingkan ketika dirinya masih kecil, di mana di setiap sudut pohon kelapa, hewan endemik tersebut masih mudah untuk ditemukan sedang memanjat mencari mangsa.
Kini ucapnya, kepiting tersebut sudah sangat jarang untuk ditemukan. Hal tersebut juga memicu tingginya harga kepiting kelapa untuk konsumsi yang mencapai Rp600 ribu sampai Rp800 ribu per porsinya saat sudah diolah untuk menjadi makanan.
“Sudah puluhan tahun saya tak lagi melihat kepiting itu di kawasan yang penuh dengan pohon kelapa di Ternate, bahkan di sini harganya bisa mencapai Rp600 ribu hingga Rp800 ribu untuk satu porsi,” lanjutnya.
Dilansir dari Liputan6, hewan ini memang memiliki daging tebal dan rasa yang sangat gurih, sehingga kerap diburu oleh para nelayan di sana. Selain itu banyak juga yang terperangkap jebakan yang kemudian dijual dengan harga tinggi maupun untuk konsumsi pribadi.
“Sekarang sudah susak. Itu karena banyak nelayan di sana yang tangkap. Banyak (kepiting kenari) yang dapa dodeso (masuk perangkap), yang setelah itu dorang (nelayan) bawa jual, dan sebagiannya dibawa pulang untuk dimakan. Dagingnya enak dan tebal,” kata Wendy Wambes dan Ilham Murajadi yang merupakan warga setempat (Maluku Utara).