Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya memiliki banyak sekali struktur wilayah perairan. Salah satu laut yang menjadi habitat mamalia laut, krustasea, paus, dan lumba-lumba adalah Laut Sawu yang terletak di wilayah NTT.
Secara umum krustasea dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu krustasea besar dengan ukuran tubuh lebih dari 9 meter yang biasa dikenal dengan paus sejati (paus balin dan paus sperma), krustasea dengan ukuran tubuh 9 meter (paus pembunuh, paus pilot, paus, paus pedang/paus nawrhal) dan paus berparuh), dan kelompok ketiga, yaitu hewan krustasea kecil dengan panjang 1,5 meter (lumba-lumba).
Kepala Balai Besar Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Ikram Sangadji, mengatakan Taman Nasional Laut (TNP) Sawu memang menjadi tempat perlindungan mamalia laut ini.
“Perairan NTT, khususnya Laut Sawu, merupakan perairan yang subur dan digunakan sebagai tempat makan dan peristirahatan lumba-lumba, paus, dan krustasea lainnya,” ujarnya dalam Republika (Juli 2020).
Ikram mengatakan, kawasan perairan seluas 3,35 juta hektare ini merupakan sumber makanan yang kaya bagi paus dan mamalia laut lainnya. Padahal, menurutnya, laut merupakan jalur wisata mamalia laut dari Australia ke Laut Seram, Laut Banda, lalu ke Laut Sawu untuk mencari makan dan istirahat.
Secara umum, TNP Laut Sawu dan sekitarnya di NTT terdiri dari dua bagian. Perairan Selat Sumba dan sekitarnya 557,8 ribu hektar, dan perairan pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya 2,8 juta hektare.
Makanan lezat berlimpah

Dalam Mongabay Indonesia (Juli 2020), Ikram menjelaskan bahwa ada empat koridor utama di Laut Sawu. Dua koridor dengan frekuensi tinggi penampakkan paus yakni di Laut Timor bagian utara dan koridor kedua berada di laut utara Pulau Sumba. Sementara untuk koridor dengan frekuensi rendah terdapat di Perairan Pulau Rote dan Sabu.
Dari monitoring distribusi dan kemunculan Cetasea, yang dilakukan pada Oktober 2019, ditemukan kemunculan 3 paus biru (Balaenoptera musculus) di bagian utara Pulau Timor. Ia menyebut, lazimnya di perairan lain paus muncul 23 tahun sekali, tetapi di Laut Sawu sepajang tahun pasti ditemukan paus.
Laut Sawu yang menjadi surga para Cetasea ini karena banyak terdapat ikanikan kecil yang menjadi makanan utama mereka.
“Berdasarkan hasil survei BKKPN dan ITB 2016, Laut Sawu menemukan 5 ekor larva ikan penting secara ekonomi di wilayah Sumba dan Timor,” ungkapnya.
Artinya, lanjut Ikram, sebaran jentik ikan ekonomis penting dan berkorelasi dengan penyeberangan paus Laut Sawu di dua koridor utama. Dengan makanan bulanan yang melimpah di kedua koridor tersebut, alasannya karena frekuensi kemunculan paus di koridor tersebut sangat tinggi.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Misool di Flores Timur, Maria Yosefa Ojan, mengatakan perairan Solor merupakan salah satu lautan yang sangat beragam. Menurut penelitian 2016-2017 oleh Misool Baseftin dan Benjamin Kahn, setidaknya ada 32 spesies megafauna laut terkonsentrasi di perairan ini.
Bahaya mengintai

Selain memiliki sumber makanan yang berlimpah, Laut Sawu juga menjadi zona paling berbahaya bagi para paus. Dalam kurun waktu sembilan bulan terakhir, gerombolan paus pilot kembali terdampar dan mati di perairan Kabupaten Sabu Raijua, NTT.
Bahkan pada awal Agustus 2020, sekitar 11 Paus Pilot (Globicephala macrorhynchus) ditemukan terdampar di Pantai Lie Jaka, Kelurahan Ledeunu, Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua.
Hanya 1 dari 11 paus tersebut yang berhasil diselamatkan oleh tim gabungan BBKSDA NTT dan BKKPN Kupang. 10 ekor sisanya ditemukan warga pesisir dalam kondisi mati lemas.
Timbul Batubara, Kepala BBKSDA NTT, mengatakan penyebab kematian hewan-hewan tersebut belum dapat dipastikan dan diperlukan penyelidikan yang lebih mendalam dan komprehensif.
“Hasil kerjasama dengan BKKPN Kupang dan Camat Raijua, Titus Duri yang berada di posisi TKP, pada paus yang mati, penguburan akan dilakukan secara manual di Pantai Lie Jaka pada hari Jumat, Tanggal 31 Juli 2020 mendahului upacara adat,” paparnya pada awak media.
Meski begitu, Timbul memprediksi penyebab paus pilot sering kandas di perairan pesisir karena disorientasi.
”Sifat paus ini adalah hidup berkelompok besar, sehingga jika salah satunya terdampar kemungkinan besar anggota yang lain juga akan terdampar.Untuk lebih jelasnya perairan Laut Sawu merupakan jalur migrasi ikan paus dan setiap tahun pada periode yang sama disana sering terdamparnya mamalia laut.”
Pada pekan terakhir Juli 2020, seekor paus biru dengan panjang 23 meter dan berat lebih dari 1 ton, ditemukan terdampar di pantai Batu Kapala, Desa Nunhila, Kecamatan Alak, Kupang.
Penjelasan ahli
Chaterina Agusta Paulus, pakar kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana), menjelaskan bahwa air di Laut Sawu sangat dinamis, yang menyebabkan paus sering kandas di laut.
Chaterina pada Antara pernah menjelaskan, bahwa paus sering menabrak diri di pantai Sabu Raijua karena air di Laut Sawu sangat dinamis, yang merupakan pertemuan dua arus utama, massif Samudera Hindia dan Laut Banda. Ini menjelaskan mengapa ikan paus sering kandas di lepas pantai Sabu Raijua, NTT. Misalnya pada Juli dan awal Agustus 2020.
Sementara itu, dosen yang mengkhususkan diri dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil ini mengatakan bahwa wilayahnya oseanografis, termasuk arus tinggi di Indonesia.
“Laut dalam membuat Laut Sawu menjadi kolam besar yang sangat dinamis karena pergerakan massa samudera,” tambahnya.
Munculnya masal atau percampuran air dingin dari kedalaman laut dan air hangat di permukaan menjadikan daerah ini sebagai daerah dengan produktivitas air yang sangat tinggi. Kedalaman air hingga 4.000 meter dan tebing curam di cekungan adalah fitur menonjol dari Laut Sawu yang luas.
Meski begitu, ia juga menyebutkan bahwa Laut Sawu tidak hanya merupakan daerah bertingkat tinggi tetapi juga daerah dataran rendah.
Lantai atas adalah laut terbuka yang cocok untuk jalan raya paus. Selain sebagai tempat mencari makan paus, kondisi laut terbuka juga merupakan tempat yang ideal bagi paus untuk berkomunikasi satu sama lain melalui SOFAR (Sonar Fixing and Ranging Channel).
Sementara itu, daerah dataran rendah juga merupakan konsentrasi makanan paus, yang sering membawa cetacea ini ke perairan yang lebih dangkal, sehingga menyebabkan mereka terdampar oleh arus dan gelombang laut.