Orangutan, primata yang dipercaya sebagai reinkarnasi leluhur namun tetap diburu

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Orang utan (Wikipedia)
Orang utan (Wikipedia)

Orangutan berasal dari bahasa Melayu yang secara harfiah memiliki arti manusia dari hutan. Bedasarkan penelitian, manusia dan orangutan memiliki kemiripan DNA hingga hampir 97 persen.

Orangutan bisa dikenali mulai dari rambut panjang berwarna kemerahan yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Hewan ini memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki pendek dan tertunduk, dan tidak memiliki ekor.

Orangutan sering ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Orangutan biasa tingal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan.

Orang utan telah menjadi perhatian para peneliti sejak zaman Hindia Belanda. Karena itu ada beragam catatan mengenai spesies kera besar ini. Catatan ini banyak juga mengandung cerita kelam yang hingga sekarang menyelimuti kondisi orangutan, berikut catatannya:

1. Catatan para pelayar Eropa

Kapal Eagle Galley pernah mencatat keberadaan orang utan ketika berlayar dari Inggris ke Pulau Borneo. Pemimpin ekspedisi ini, Kapten Daniel Beeckman merupakan wakil dari Serikat Dagang Inggris (EIC) yang bertujuan untuk membuka kembali perdagangan Inggris dengan Kesultanan Banjarmasin.

  Hari Binatang Sedunia, mengenal 3 jenis hewan paling langka saat ini

Pada 29 Juni 1714, rombongan Beeckman berlabuh di Banjarmasin, pesisir selatan Kalimantan. Ketika itu, dirinya menyaksikan banyak hewan khas wilayah tropis, monyet, kera, dan babon yang ditemukan dalam berbagai jenis dan bentuk.

Tetapi salah satu yang mengagumkannya adalah primata yang disebut “Oran-ootan” alias orangutan yang oleh dalam bahasa penduduk lokal berarti manusia hutan. Menurut pengamatannya, panjang tubuh orangutan bisa mencapai enam kaki.

Orangutan ini berjalan tegak lurus, serta memiliki lengan yang lebih panjang daripada manusia. Giginya terlihat besar, tidak memiliki ekor maupun rambut, kecuali yang tumbuh di daerah tertentu.

“Mereka sangat gesit dan kuat. Mereka akan melempar batu besar, tongkat, dan kayu besar, ke arah orang yang mengganggunya,” tutur Beeckman sebagaimana ditulis sejarawan University of Malaya Chin Yoong Fong dalam A Voyage to and from the Island of Borneo, in the East Indies yang dilansir dari Historia.

2. Orangutan sebagai reinkarnasi tokoh masyarakat

Orang Utan (Wikipedia)

Penduduk setempat menceritakan banyak mengenai orangutan. Mereka percaya bahwa orangutan adalah keturunan manusia, tetapi berubah menjadi binatang karena menghina Tuhan. Hubungan dekat antara orangutan dan manusia memang telah terjalin cukup lama.

  Babi berjanggut, sosok penjelajah hutan yang tidak kenal lelah

Masyarakat Kalimantan telah lama percaya mereka memiliki hubungan spesial dengan orangutan dalam bentuk cerita turun temurun. Dalam tradisi sub-etnik suku Dayak, ada kepercayaan pada masa lampau bahwa manusia belajar dari orangutan tentang kehidupan.

Beberapa hal seperti cara persalinan, memamfaatkan tanaman obat untuk memulihkan ibu setelah melahirkan. Cerita lainnya adalah orang utan dianggap sebagai reinkarnasi tokoh masyarakat, dan oleh karena itu tidak boleh mengganggu mereka ketika mengambil buah dari kebun.

Hal senada juga diyakini warga desa Hatabosi, Tapanuli Selatan. Masyarakat setempat percaya, orangutan memiliki kesaktian dan siapapun yang menyakiti mereka akan terkena kutukan. Kepercayaan itulah yang membuat masyarakat enggan mengusik orangutan.

3. Manusia musuh terbesar orangutan

Adanya cerita turun temurun ini seperti membentuk rasa hormat kepada satwa liar, khususnya orang utan. Tetapi hal ini hanya terjadi pada masa lampau. Pada masa selanjutnya, ketika kepercayaan ini mengikis, manusia malah menjadi musuh terbesar bagi orangutan.

Upaya konservasi terhadap orangutan telah dimulai sejak zaman kolonial. Pada 1931, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 223 yang melindungi orangutan. Tetapi seiring waktu, keberadaan orangutan malah semakin terancam, populasinya tercatat terus menurun dari tahun ke tahun.

  Melihat Taman Nasional Gunung Palung sebagai rumah baru bagi orangutan

Studi paling komperhensif tentang orangutan di Kalimantan memperkirakan jumlah orangutan melorot lebih dari 100.000 sejak tahun 1999. Hal ini karena munculnya perkebunan sawit dan perindustrian kertas menyusutkan habitat mereka di hutan dan konflik-konflik fatal dengan penduduk sekitar.

Pada 2018, seekor orangutan mati di Kalimantan, setelah ditembak sedikitnya 130 kali dengan senapan angin, ditikam dan dipukuli. Itu adalah pembunuhan orangutan kedua yang tercatat paling memilukan di wilayah Kalimantan.

Sementara menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016, diperkirakan terdapat 71.820 induvidu orangutan yang tersisa di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Namun lembaga konservasi non-pemerintah WWF menyebut tiga spesies orangutan yang ada di Indonesia berstatus kritis.

Foto:

  • Wikipedia

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata