Trenggiling dan mitos sisik yang sebabkan kepunahan

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Trenggiling (Fauna Indonesia/Flickr)

Trenggiling menjadi salah satu satwa liar yang dilindungi karena populasinya yang paling memprihatinkan. Pasalnya mamalia unik bersisik ini paling banyak diperdagangkan di seluruh duni secara ilegal, tidak hanya di Indonesia, bahkan di Asia.

Alasannya sangat miris, trenggiling diperdagangkan di pasar gelap sebagai obat vitalitas dan sabu-sabu. Selama 1999-2017, lebih dari 1 juta ekor trenggiling diburu dan diselundupkan di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, mencapai 193 ribu ekor.

Lalu mengapa populasi trenggiling menjadi cukup memprihatinkan? Dan apa benar khasiatnya dalam obat tradisional? Berikut uraiannya:

1. Sisik pelindung

Trenggiling (Marten Kuilman/Flickr)
Trenggiling (Marten Kuilman/Flickr)

Trenggiling merupakan famili Pholidota. Di Asia terdiri dari 4 spesies yaitu Chinese Pangolin, Indian Pangolin, Philippine Pangolin, dan Sunda Pangolin (Manis Javanica). Sunda Pangolin adalah jenis yang paling banyak tersebar di Asia Tenggara.

Keunikan trenggiling memang pada sisiknya. Fungsinya sebagai alat berlindung dari mangsa. Tetapi sisik itu juga yang membuatnya jadi sasaran perburuan liar. Bahkan, membawa trenggiling ke status kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN.

  Jejak Singkil (Bagian 3): Kisah ikatan manusia dan buaya yang terputus

Trenggiling masuk ke dalam satwa yang dilindungi sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018 termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Sanksi hukumnya adalah berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Meskipun peraturan yang ada sudah jelas menyatakan bahwa Sunda Pangolin adalah satwa yang dilindungi, namun perburuannya dan perdagangan ilegal masih marak terjadi hingga saat ini.

2. Bahan sabu-sabu

Trenggiling (Marc Copper/Flickr)
Trenggiling (Marc Copper/Flickr)

Sisik trenggiling disebut sebagai bahan sabu-sabu karena kandungan zat aktif analgesik untuk mengatasi nyeri, serta merupakan partikel pengikat zat pada psikotoprika jenis sabu-sabu metamfetamin. Tramadol HCI juga merupakan zat aktif yang merupakan salah satu obat analgesic yang digunakan untuk mengatasi nyeri hebat.

Meski demikian, U.S. Fish and Wildlife Service melakukan penelitian pada awal 2019 terhadap kemotipe sisik pada 104 induvidu trenggiling yang mewakili semua spesies. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa tak satu pun dari spesimen menunjukkan keberadaan tramadol.

  Atensi dan dukungan positif atas perayaan Hari Orangutan Sedunia 2022

Berita ataupun anggapan bahwa sisik pangolin mengandung analgesik tramadol telah dipatahkan oleh hasil penelitian ini. Namun, tetap saja gara-gara sisik itu trenggiling dihargai sangat mahal. Berkisar antara Rp2,5 juta hingga Rp6 juta.

Bahkan di harga internasional bisa mencapai USD265 hingga USD760 per kilogram. Hal ini yang membuat para pemburu tergiur. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu pemasok trenggiling terbesar, dengan jalur penyelundupan perdagangan ilegal.

3. Susah dilacak

Trenggiling (Fauna Indonesia/Flickr)
Trenggiling (Fauna Indonesia/Flickr)

Sisik satwa trenggiling diselundupkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan lakban warna cokelat untuk mengelabui petugas. Perdagangan trenggiling susah dilacak. Sama seperti perdagangan narkotika. Butuh investigasi untuk menemukan titik-titik rawan.

Selain itu, hukuman yang diterima tidak memberikan efek jera pada pemburu. Mereka bisa hanya dihukum beberapa bulan penjara. Sebagian besar penyitaan yang terjadi di Indonesia (83 persen) menunjukan bahwa Sumatra menjadi lokasi sumber perburan trenggiling.

Malaysia, Indonesia, dan Vietnam terungkap sebagai negara sumber utama trenggiling mati. Sedangkan negara yang paling banyak melakukan penyelundupan sisik trenggiling adalah Nigeria, Kamerun, dan Myanmar dengan tujuan penjualannya di China.

  Isu kelestarian hutan jelang Pemilu 2024

Di China, sisik trenggiling dikeringkan dan dibakar demi menjadi obat untuk berbagai serangkaian penyakit, termasuk kegelisahan yang berlebihan, tangisan histeris, kelumpuhan dan untuk membantu laktasi. Meski demikian, belum bisa diketahui secara ilmiah apakah sisik trenggiling benar-benar berkhasiat.

Jumlah perdagangan ilegal trenggiling sungguh besar. Antara Januari dan September tahun ini, pihak berwajib menyita lebih dari 18.000 ton sisik trenggiling dari 19 negara. Para ahli mengestimasi bahwa setiap kilogram sisik berasal dari tiga atau empat berbintang. Diperkirakan perdagangan ilegal trenggiling sebesar 20 persen dari semua spesies.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata