Korea Selatan (Korsel) yang dikenal akan kebersihannya dan minim bencana, nyatanya harus menghadapi bencana besar di tahun ini. Bencana yang dimaksud adalah banjir bandang yang menimbulkan kerugian materi dan menghilangkanya nyawa.
Saking parah dan terbilang tak biasa, bencana ini bahkan sampai menyita perhatian dan pemberitaan dunia. Beberapa narasi bahkan menyebutnya sebagai malapetaka yang terjadi untuk pertama kalinya di Negeri Ginseng tersebut.
Separah apa sebenarnya banjir bandang yang terjadi di Korsel, tepatnya Ibu Kota Seoul dan sekitarnya?
1. Malapetaka banjir bandang Korea Selatan
Bencana banjir bandang yang terjadi di Seoul beberapa waktu lalu, nyatanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. The Korea Herald, bahkan menyebut jika bencana yang dimaksud sebagai malapetaka bagi kota Seoul sendiri.
Bukan tanpa alasan, jika menilik catatan riwayatnya, ternyata hujan kemarin merupakan curah hujan tertinggi yang pernah terjadi di Korsel dalam kurun waktu 115 tahun terakhir, lebih tepatnya sejak tahun 1907.
Lebih detail, hujan tinggi tersebut awalnya dilaporkan terjadi pada Senin (8/8/2022) malam, dan berlanjut hingga keesokan paginya. Bukan cuma itu, hujan deras tersebut nyatanya juga disertai dengan petir yang terhitung terjadi lebih dari 2.000 kali.
Pada akhirnya seperti berbagai foto dan video yang tersebar di lini masa, banjir bandang dengan arus air yang deras di beberapa titik tak terhindarkan. Kondisi tersebut juga menyebabkan lumpuhnya aktivitas warga karena sejumlah fasilitas yang terendam banjir.
Di saat bersamaan, disebutkan jika BMKG Korsel memperkirakan hujan lebat masih akan terjadi hingga Jumat (12/9) di beberapa wilayah Ibu Kota.
2. Kerugian materi dan hilangnya nyawa

Pada Selasa pagi, dilaporkan sudah ada lebih dari 1.000 unit kendaraan yang terendam. Angka tersebut didapat dari aduan klaim yang diterima oleh berbagai perusahaan di industri asuransi. Sementara itu, stasiun bawah tanah juga tidak bisa beroperasi karena benar-benar terendam air.
Dari segi kerusakan lainnya, dilaporkan di beberapa wilayah juga terjadi bencana sampingan. Seperti amblesnya akses jalan, longsor, pepohonan yang tumbang, dan masih banyak lagi.
Hingga saat ini, bencana yang terjadi membuat lebih dari 500 orang mengungsi. Kemudian sebanyak 741 rumah dan pusat perbelanjaan terendam banjir. Sementara itu 3 titik tembok penahan atau bendungan yang berlokasi di Seoul, Incheon, Provinsi Gangwon, dan Provinsi Gyeonggi juga diketahui runtuh.
Dari segi korban jiwa, per hari ini, Kamis (11/8) dilaporkan sudah ada 11 orang meninggal dunia. 9 di antaranya terdiri dari satu anak berusia 13 tahun dan dua orang dewasa berusia 40-an. Mereka tewas terjebak di sebuah apartemen semi-basement.
Sementara seorang pegawai kantor distrik berusia 60-an tewas saat membersihkan dahan pohon yang tumbang akibat badai. Sedangkan korban sisanya ditemukan tewas karena terjebak dalam rumah, tertimpa reruntuhan halte, dan tertimbun longsor.
3. Bukti nyata krisis iklim
Di saat bersamaan, selain mengundang empati dan doa, bencana yang terjadi di Korsel nyatanya juga mendapat perhatian dari pemerhati lingkungan. Sebagian besar pihak meyakini jika bencana yang tidak pernah terjadi sebelumnya itu merupakan bukti nyata dari kondisi krisis iklim.
Mengutip The Diplomat, disebutkan bahwa selain banjir bandang Korsel juga kerap mengalami perubahan cuaca ekstrem lain. Di antaranya rekor suhu musim panas hingga 40 derajat celsius, dan rekor suhu musim dingin sampai -15 derajat celsius.
Beberapa pakar berpendapat, apa yang terjadi di Korsel saat ini baru awal dari bencana akibat krisis iklim yang akan terjadi di masa depan. Bahkan sebelumnya, sejumlah ilmuwan juga berpendapat bahwa Semenanjung Korea (Peninsula) akan tenggelam sebagian pada tahun 2030.
Adapun wilayah yang dimaksud akan tenggelam dalam perkiraan tersebut termasuk tiga kota terbesar di negara tersebut, yaitu Seoul, Incheon, dan Busan.