Australia mengklaim sebagai pemilik gugusan Pulau Pasir, padahal di kawasan itu kuburan-kuburan para leluhur Rote dan bermacam artefak lainnya menjadi milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor, Nusa Tenggara Timur.
Klaim Pulau Pasir diindikasikan dengan banyaknya nelayan tradisional Indonesia yang sudah sejak lama beroperasi di sana. Tetapi semenjak dilakukan nota kesepahaman, Australia justru langsung mengklaim Pulau Pasir itu.
Lalu bagaimana cerita mengenai Pulau Pasir? Dan mengapa pulau tersebut diklaim oleh pihak Australia? Berikut uraiannya:
1. Berebut klaim Pulau Pasir

Australia mengklaim sebagai pemilik gugusan Pulau Pasir, padahal di kawasan itu kuburan-kuburan para leluhur Rote dan bermacam artefak lainnya menjadi milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor, Nusa Tenggara Timur.
Gugusan pulau ini terdapat 320 kilometer dari pantai Barat-Utara Australia, tetapi hanya 140 kilometer di sebelah selatan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Kasus klaim ini tidak seramai perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan pada 2000 an lalu.
Australia menyebut gugusan Pulau Pasir sebagai Ashmore Reef. Berdasarkan sejarah sebelum zaman kolonial, padahal bagi masyarakat Rote, Pulau Pasir sebenarnya merupakan bagian dari Indonesia.
Dimuat dari Antaranews, Pulau Pasir dalam sejarahnya sering digunakan sebagai tempat transit oleh nelayan-nelayan Indonesia dari kawasan lain. Para nelayan ini akan berdiam di pulau tersebut sebelum berlayar jauh ke selatan Indonesia, seperti perairan Pulau Rote.
“Banyak nelayan tradisional Indonesia yang sudah sejak lama beroperasi di sekitar gugusan Pulau Pasir sampai ke daratan Broome, Australia, untuk mencari ikan,” tulis Kornelis Kaha.
Tetapi semenjak dilakukan ada nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada tahun 1974, Australia justru langsung mengklaim bahwa Pulau Pasir itu miliknya, hal inilah yang merugikan Indonesia.
2. Diprotes masyarakat adat

Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Pulau Pasir yang dilakukan Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
“Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra,” kata Ferdi.
Dirinya yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat mengatakan bahwa klaim Australia atas Pulau Pasir itu memicu banyak reaksi dari masyarakat di Indonesia. Apalagi dorongan agar Pemerintah Australia keluar dari Pulau Pasir ditanggapi dengan acuh tak acuh.
Bahkan terakhir dikabarkan ada aktivitas pengeboran minyak bumi di kawasan gugusan pulau tersebut. Hal ini disebutnya memancing kemarahan masyarakat Rote karena banyak kuburan leluhur dan artefak di sana.
“Padahal kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor,” tegasnya.
3. Terkendala peraturan

Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang T.W Tadeus menilai bahwa ada kesalahan yang dilakukan Indonesia pada tahun 1974 saat menyepakati MoU soal Pulau Pasir.
Disebutkannya pada MoU 1974 itu, Pemerintah Indonesia menyerahkan kepada Australia untuk membantu mengawasi Pulau Pasir itu untuk kepentingan konservasi. Baginya hal ini tidak ada bedanya menyerahkan kedaulatan Pulau Pasir.
“Jadi secara tidak langsung saat itu Indonesia menyerahkan Pulau Pasir itu kepada Australia. Hal ini yang kemudian menjadi masalah hingga saat ini,” jelasnya.
Kemudian pada 1976, pemerintah Australia kembali mengklaim bahwa Pulau Pasir yang secara garis pantai masuk wilayah Indonesia, menjadi milik mereka. Klaim itulah yang kemudian menjadi polemik berkepanjangan soal kepemilikan pulau itu.
Walau begitu, Ferdi yang terus berjuang mendapatkan hak rakyat di Celah Timor ini, tetap mendesak Pemerintah Australia untuk segera memberikan bukti yang sah terhadap kepemilikan atas Pulau Pasir.
“Kami rakyat Rote, Sabu, dan Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia mendesak Australia untuk segera memberikan bukti yang sah terhadap kepemilikan Australia atas gugusan Pulau Pasir/Ashmore and Cartier Island. Dengan demikian, seluruh urusan ini juga dapat segera kita akhir,” ujarnya.