Krisis iklim bukan lagi permasalahan yang dihadapi beberapa pihak tertentu saja, melainkan hampir semua negara bahkan semua orang tanpa terkecuali. Kalau ada pertanyaan mengenai siapa yang paling bertanggung jawab dari kondisi krisis iklim saat ini, jawaban paling tepat adalah semuanya.
Hampir semua negara di dunia dipastikan menjadi penyumbang emisi karbon. Mulai dari dampak kegiatan industri, hingga berbagai pemanfaatan bahan bakar fosil penghasil karbon dalam aktivitas sehari-hari.
Mengapa hampir?
Karena ternyata, ada negara yang menyandang gelar pertama sekaligus satu-satunya di dunia sebagai negara bebas emisi karbon, yakni Bhutan.
Bagaimana bisa hal tersebut terjadi?
1. Pertama dan satu-satunya

Sebenarnya ada negara lain yang dinilai sudah berhasil menyandang status netral karbon. Tapi Bhutan satu-satunya negara yang bukan lagi netral, melainkan sudah mencapai negatif karbon. Hal tersebut lantran 72 persen daratan Bhutan masih tertutupi hutan rimbun, yang secara alamiah mampu menyerap karbon secara cepat.
Menimbulkan pertanyaan, karena rasanya memang mustahil ada suatu negara yang sama sekali tidak menjalankan kegiatan industri dan menggunakan bahan bakar fosil penghasil emisi. Kalaupun ada tidak dalam bentuk negara, melainkan hanya kota atau wilayah pedalaman tertentu.
Tapi hal tersebut yang berhasil dibuktikan oleh Bhutan. Sebenarnya luas wilayah negara ini memang kecil, yakni sekitar 38.395 kilometer persegi, dan hanya dihuni oleh sebanyak 800 ribu jiwa. Sehingga membuat tingkat kepadatan penduduknya ada di kisaran 20 orang per kilometer persegi.
Banyak orang mungkin menganggap keberhasilan Bhutan disebabkan karena kecilnya wilayah mereka dan sedikitnya penduduk yang ada, tetapi tidak. Kenyataannya, negara lain dengan luas wilayah yang sama bahkan penduduk lebih sedikit yakni Luksemburg, menghasilkan karbon hingga empat kali lipat dibanding Bhutan.
2. Kebijakan yang prioritaskan alam

Apa yang berhasil dilakukan Bhutan bisa terjadi bukan tanpa alasan. Rupanya, negara yang menganut kepemimpinan monarki semi konstitusional ini sejak lama sudah menerapkan pendekatan holistik. Yaitu pendekatan yang menekankan aspek non-ekonomi untuk mengukur kemajuan suatu bangsa.
Fokus yang dipilih mereka adalah kehidupan bernegara yang fokus terhadap perlindungan alam, pengembangan berkelanjutan, pelestarian budaya, dan pemerintahan yang bersih.
Sejak tahun 1999, Bhutan sudah melarang ekspor penebangan kayu. Di kawasan hutannya dibuat regulasi pelarangan yang ketat untuk penambangan, polusi, dan perburuan. Upaya perlindungan itu dilakukan dalam upaya biologis, sehingga satwa dapat berpindah antar kawasan hutan secara bebas tanpa interaksi manusia.
Pada tahun 2020, secara resmi pertanian Bhutan juga sudah 100 persen berjalan secara organik. Sementara itu di tahun 2030, negara ini sudah memasang target ketat untuk mewujudkan kehidupan bebas limbah.
3. Kesampingkan GNP, utamakan GNH

Hal lain yang membuat Bhutan tidak bernafsu melakukan kegiatan industri adalah karena mereka tidak menjadikan ekonomi sebagai pilar utama bernegara. Di saat dunia menggunakan ekonomi sebagai tolak ukur kesuksesan lewat GNP/PDB, Bhutan justu menggunakan GNH.
GNH (Gross National Happiness) adalah patokan keberhasilan negara yang dianut Bhutan sejak 1970, saat masa kepemimpinan Raja Jigme Singye Wangchuck. Dalam arti kata, bukan kondisi ekonomi yang dijadikan tolak ukur keberhasilan, melainkan tingkat kebahagiaan masyarakatnya.
GNH dipilih oleh pemimpin Bhutan untuk melindungi kekayaan alam yang dimiliki oleh negara tersebut. Karena itu, hampir seluruh warga Bhutan berprofesi sebagai pengelola hutan dan bertani.
Diapit oleh dua negara raksasa ekonomi Asia yakni India dan China, Bhutan nyatanya sama sekali tidak tertarik untuk mengejar hal tersebut. Mereka tetap fokus mengutamakan fundamental hubungan antara manusia dan lingkungan dalam kehidupan bernegara.
Walau GDP Bhutan terbilang kecil, tapi status Bhutan yang dinilai berdasarkan GNH menurut negara mereka sendiri dinilai berhasil. Hal tersebut lantaran 97 persen dari seluruh masyarakat Bhutan mengaku hidup dengan sangat bahagia.
Juergen Nagler selaku pejabat program pembangunan dari PBB menyebut, kalau Bhutan adalah satu-satunya negara yang memiliki konstitusi untuk melindungi hutan. Dan Bhutan adalah contoh nyata negara yang menyelaraskan diri dengan alam, dan alam pun kembali memberi kehidupan pada mereka.