Bila Anda terbiasa membuka Google, tentunya akrab dengan gambar subak Bali. Gambar ini sering kali muncul di tampilan utama Google. Faktanya ada segelintir orang yang masih belum mengetahui apa itu subak Bali dan dari manakah asal bahasanya.
Padahal sejak 2012 silam, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) telah menyetujui, mengakui dan menetapkan subak di Bali sebagai warisan budaya dunia dalam sidang ke 36 komite Warisan Dunia.
Lalu bagaimana sejarah dari subak Bali? Dan mengapa teknologi pertanian ini selalu muncul dalam Google? Berikut uraiannya:
1. Apa itu subak?

Pada dasarnya, subak merupakan kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 Masehi. Kata ini mengacu kepada sebuah organisasi atau lembaga sosial dan keagamaan unik.
“Asosiasi-asosiasi yang demokratis dari petani dalam menetapkan sistem pengairan atau penggunaan air irigasi secara tradisional untuk pertumbuhan padi,” jelas laman Sariagri.
Kata subak sebenarnya tidak mengacu pada infrastruktur irigasi. Melainkan sebuah tradisi sosial yang mengelilinginya. Melalui sistem ini, pasokan air yang terbatas tetap mampu dikelola melalui 1.200 kolektif petani individu.
Subak digunakan secara turun temurun dari generasi ke generasi sejak awal abad ke 9. Sebagai hasilnya para petani berhasil mempertahankan keseimbangan yang harmonis antara tanah dan komunitas petani untuk menuai manfaatnya.
Praktik subak menciptakan lanskap persawahan yang megah dan bertingkat. Sejauh mata memandang hanya akan terlihat hamparan sawah padi berundak yang subur. Fenomena di Pulau Bali ini tidak dapat diikuti oleh negara lain.
2. Filosofi subak

Subak tak hanya tercermin dari subur, indah, dan hijaunya lanskap persawahan, tetapi terkait erat dengan budaya dan sistem kepercayaan masyarakat setempat. Di baliknya ada konsep keharmonisan alam dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan penciptanya dalam filosofi Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana sendiri berasal dari kata Tri yang artinya tiga, Hita yang berarti kebahagiaan atau kesejahteraan dan Karana yang artinya penyebab. Sehingga jika disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan.
Filosofi ini pun diturunkan dari generasi ke generasi dengan menerapkan sistem subak tradisional sejak abad ke 9. Kanal, terowongan, dan bendungan pun dipercaya masyarakat Bali sebagai sumber perairan untuk mempertahankan sawah yang subur dan tetapi hidup selama ribuan tahun.
Dimuat Kompas, tak hanya merujuk pada infrastruktur irigasi, kata subak juga tercermin pada tradisi sosial koperasi di pulau Dewata. Melalui sistem subak, pasokan air yang terbatas dipercaya mampu dikelola secara baik oleh sekitar 1.200 petani di Bali.
Sebelumnya, subak diusulkan sebagai warisan dunia pada tahun 2000 lalu. Lima titik lanskap subak yang diusulkan sebagai warisan dunia di antaranya, Pura Subak Danau Batur, Danau Batur, Subak Pakerisan, Subak Catur Angga Batukaru, dan Pura Taman Ayun.
3. Subak ditetapkan UNESCO

UNESCO akhirnya mengakui budaya subak dari Bali sebagai bagian dari warisan dunia. Subak dianggap sebagai sistem irigasi yang dapat mempertahankan budaya asli masyarakat Bali. Penetapan subak ini bertepatan dengan 40 tahun Konvensi Warisan Budaya Dunia.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian, I Gde Pitana menyebut sejak dahulu banyak orang merasa subak harus mendapat predikat warisan budaya tak benda UNESCO, karena dari sanalah akar budaya Bali berasal.
“Budaya Bali berbasis dengan budaya pertanian, khususnya pertanian lahan basah, khususnya padi,” kata Pitana yang dipaparkan Kompas.
Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, pada tahun 2017 Presiden AS, Barrack Obama mengunjungi Bali untuk melihat subak. Obama dan rombongan menyusuri jalur trekking Jatiluwih di Kabupaten Tabanan Bali selama 1,5 jam.