Surga yang nyaris hilang itu bernama Raimuti

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Pulau Raimuti | Papuansphoto

Namanya Pulau Raimuti, dan tak banyak orang yang mengenalnya. Pulau ini merupakan bagian dari 4 pulau yang ada di Kota Manokwari, Provinsi Papua Barat, selain Pulau Mansinam, Pulau Lemon, dan Pulau Kaki.

Sebagai salah satu pulau tak berpenghuni, nyatanya Pulau Raimuti seiring waktu terus terdegradasi dan terancam bakal tenggelam.

Secara georafis, Pulau Raimuti terletak di wilayah administrasi Distrik Manokwari Selatan. Letaknya yang dekat dengan daratan–sekira 500 meter–membuat pulau ini acapkali dikunjungi masyarakat sekitar maupun para pelancong.

Untuk menjejakkan kaki di pulau itu, para palancong dapat menyewa perahu. Tapi tak jarang ada juga yang menggunakan kano dan berenang. Pada 2 sisi Pulau Raimuiti, terdapat gugusan karang yang mengarah langsung ke daratan, yakni Kelurahan Arfai dan Kampung Andal.

Dulunya pulau besar

Menilik sejarahnya, dulu Pulau Raimuti termasuk pulau besar yang dihuni oleh penduduk, namun karena lebih dari setengah luas pulau telah tenggelam, akhirnya membuat masyarakat memutuskan untuk pindah dan menyebar ke pesisir pantai di Kota Manokwari.

  Ramah lingkungan, ini 3 cara tangkap hasil laut ala orang Timur

Hal ini terjadi akibat sapuan gelombang tsunami–sekitar 26 tahun yang lalu (17/2/1996)–yang merupakan dampak dari gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,1 dengan kedalaman 33 km yang terjadi di Biak, Irian Jaya.

Gempa pertama kemudian diikuti 2 gempa susulan dengan kekuatan tak kalah besar pada hari yang sama, yakni magnitudo 6,5 dengan kedalaman 19 km dan magnitudo 6,4 berkedalaman 32 km, yang menghasilkan gelombang tsunami setinggi 7 meter.

Menurut Laboratorium Seismotektonik Jurusan Geofisika dan Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), tsunami di Biak merupakan fenomena baru sejak periode 1900-1995, karena sepanjang itu tsunami tidak pernah terjadi.

Usai kejadian, BMKG mencatat sekira 108 orang meninggal dunia, 423 orang luka-luka, dan 58 orang dinyatakan hilang. Sementara soal bangunan fisik, sekitar 5.043 rumah hancur atau rusak di sekitar pusat gempa.

Ekosistem yang terdegradasi

Sejatinya, ketergantungan masyarakat sekitar terhadap alam pada akhirnya membuat ekosistem di sekitar Pulau Raimuti terdegradasi. Meski tak lagi menetap di Pulau Raimuti, masyarakat acapkali datang melakukan berbagai aktivitas.

  70 persen air minum Indonesia tercemar limbah tinja, apa langkah UNICEF dan pemerintah?

Meski menjadi pulau kosong, dalam satu dekade terakhir, Raimuti menjadi salah satu tempat menarik bagi para pelancong lokal. Sayangnya, di beberapa titik, terumbu karang sudah tidak bisa lagi tumbuh akibat arus laut dan gelombang yang sangat kuat.

Dalam catatan terakhir (2021), luas Pulau Raimuti hanya mencapai 150 meter persegi, atau menyusut dari luas awalnya 200 meter persegi. Luas pulau pun secara bertahap kian mengecil akibat abrasi, yang juga berdampak pada ekosistem mangrove.

Jadi, tinggal menunggu waktu hingga Pulau Raimuti benar-benar tenggelam. Dari sebuah penelitian yang terbit di jurnal Nature Climate Change (Agustus 2021), menyatakan bahwa kenaikan permukaan laut lebih ekstrem akibat meningkatnya suhu bumi.

Saat ini, Pulau Raimuti masih bisa bertahan karena adanya ekosistem mangrove yang menopang pulau, meski demikian harus ada langkah cepat dan strategis untuk menyelamatkan Raimuti.

Mari  bergandengan tangan dan terus membangkitkan semangat lestari dan perkuat langkah untuk menyelamatkan Pulau Raimuti.

Sumber:

  • EcoNusa

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata