Mengenal sosok Ishak Warnares, sang pembudidaya kayu putih

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Ishak Warnares (Bahana Patria Gupta/Kompas)

Ada banyak cerita menakjubkan mengenai seseorang yang awalnya dikenal sebagai pengeksploitasi, namun kemudian berbalik haluan menjadi pelestari lingkungan. Salah satu yang kisahnya populer di kalangan pencinta lingkungan sebut saja Zeth Wonggor.

Sosok di atas awal mulanya diketahui merupakan seorang pemburu burung. Namun saat ini, dirinya justru dikenal sebagai orang nomor satu yang terus berusaha keras mengupayakan pelestarian burung di tanah Papua.

Di daratan yang sama, ada kisah menakjubkan lain yang memiliki riwayat peran serupa, yakni Ishak Warnares.

1. Mantan perambah kayu hutan

Ishak Warnares (Bahana Patria Gupta/Kompas)

Ishak Wanares adalah seorang warga Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua, yang merupakan area hutan lindung. Mengutip Kompas.com, diketahui jika dulunya Ishak sering menebang pohon di area hutan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ia biasa menjual kayu hasil tebangan kepada perusahaan tertentu dengan harga Rp1,5 juta rupiah per meter kubik kayu. Akibatnya, area sekitar hutan lindung tersebut sering dilanda banjir dan longsor karena tidak ada lagi daerah resapan air.

Sadar akan munculnya dampak kerusakan besar akan hal yang ia lakukan, Ishak akhirnya mulai mengubah haluan. Disebutkan jika mulai tahun 2015, dirinya bergerak untuk melakukan budidaya pohon kayu putih.

  Totalitas Dr. George Archibald dalam upaya konservasi dan migrasi burung

Hal tersebut dilakukan untuk menghentikan dan mencegah terjadinya perambahan di hutan lindung Biak. Awal mula dimulainya perjalanan Ishak menjadi pembudidaya kayu putih juga terlaksana setelah ditunjuk oleh Jacob Morin, Kepala Kampung Rimba Jaya.

2. Upaya Ishak yang sempat diremehkan

Ishak Warnares (Bahana Patria Gupta/Kompas)

Sama seperti kisah para pegiat lingkungan yang melancarkan aksi pelestarian, usaha yang dilakukan Ishak rupanya juga sempat dipandang sebelah mata. Hal tersebut lantaran banyak masyarakat yang merasa pesimis karena sebelumnya, tanaman sejenis kayu putih banyak yang tidak bisa dijual di pasaran.

Tidak berhasil secara instan, proses keberhasilan panen dari kayu putih yang Ishak dan rekannya tanam juga membutuhkan waktu lama.

“Selama 1,5 tahun, kami tidur di kebun untuk memastikan penanaman pohon kayu putih berhasil,” ujar Ishak.

Akhirnya, pohon kayu putih yang dimaksud baru panen secara perdana pada tahun 2017. Dan diproses menjadi sebuah komoditas minyak kayu putih yang kini dikenal dengan merek Farkin. Farkin sendiri merupakan bahasa daerah setempat yang bermakna pelestarian atau konservasi lingkungan.

  Terima kasih sahabat baik, program ''Salam Ramadan 22 Kota'' melampaui target

3. Kelompok tani dan potensi yang cerah

Minyak kayu putih farkin (Bahana Patria Gupta/Kompas)

Budidaya terus berkembang, kini Ishak sudah mengelola sistem penanaman hingga produksi minyak kayu putih secara mandiri. Atau lebih tepatnya, ia membina sebuah kelompok yang dinamakan Kelompok Tani Kofarwis.

Kelompok tani tersebut terdiri dari 20 orang pembudidaya kayu putih, dengan total luas lahan gabungan yang dimiliki mencapai 5 hektare. Saat ini, ada sebanyak 15 ribu pohon kayu putih yang ditanam. Mereka disebut memiliki target untuk mencapai 25 ribu pohon yang dapat tertanam, namun untuk saat ini anggota atau SDM yang dimiliki masih kurang.

”Kami menargetkan penanaman 25.000 pohon di lokasi seluas 5 hektar. Namun, kami memerlukan tambahan jumlah anggota baru untuk mencapai target tersebut,” papar Ishak.

Mulai dari proses panen, pemetikan, pengolahan minyak, penyulingan, pengemasan, semuanya dilakukan secara terintegrasi namun sederhana dari rumah Ishak. Tidak hanya mendatangkan kesejahteraan untuk dirinya sendiri, ia juga berhasil membuat petani anggota kelompoknya mendapat kesejahteraan yang sama.

Disebutkan bahwa dalam waktu satu minggu, kelompok tani Kofarwis dapat menghasilkan sebanyak 6 liter minyak kayu putih. Harga 1 liter minyak tersebut bernilai Rp250 ribu. Penjualan pun dilakukan langsung ke Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL).

  Buah merah, tanaman prasejarah yang penting bagi masyarakat Papua

Sehingga tidak hanya manfaat ekonomi, pelestarian lingkungan atau hutan lindung di kawasan Biak juga terjamin dengan adanya gerakan ini.

“Kini para anggota kami tidak lagi menebang pohon. Dengan penjualan minyak kayu putih, kami bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp4 juta per bulan.” pungkas Ishak.

Tidak menyimpan ilmu dan keberhasilannya sendiri, banyak juga pihak yang datang ke Ishak untuk belajar mengenai cara budidaya kayu putih. Mereka yang datang juga berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat di desa tetangga, mahasiswa, hingga peneliti.

”Total saya telah mengajar sekitar 200 orang tentang budidaya kayu putih dalam tiga tahun terakhir. Saya sangat senang dan bangga dapat berbagi ilmu kepada masyarakat,” ujarnya.

Artikel Terkait

Berdaya