Hindou Ouarou Ibrahim, sang pejuang hukum masyarakat adat dunia

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Hindou Ouarou Ibrahim (UCLA)

Hari Masyarakat Adat Sedunia dirayakan setiap tahun pada tanggal 9 Agustus. Hari ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakui dan memperingati kontribusi masyarakat adat dalam melestarikan warisan budaya, pengetahuan tradisional, dan hubungan harmonis dengan alam.

Penetapan Hari Masyarakat Adat Sedunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat adat di seluruh dunia, termasuk hak-hak mereka atas tanah, sumber daya alam, dan perlindungan budaya.

Ini juga menjadi kesempatan untuk mempromosikan penghargaan terhadap keragaman budaya dan pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat adat.

Selama Hari Masyarakat Adat Sedunia, berbagai kegiatan seperti konferensi, seminar, pameran seni, pertunjukan budaya, dan diskusi diadakan di berbagai negara untuk merayakan dan menghormati kontribusi masyarakat adat.

Tujuannya adalah untuk mendukung perjuangan mereka dalam mempertahankan hak-hak mereka, memelihara budaya mereka, dan menciptakan kesadaran global tentang pentingnya menghormati dan memelihara keragaman budaya dan kearifan lokal.

Cara pandang aktivis soal perlindungan masyarakat adat

Suara aktivis masyarakat adat soal perlindungan hukum masyarakat adat (Greenpeace USA/flickr)

Kita perlu membalikkan sistem yang ada saat ini untuk melindungi lingkungan, demikian menurut Hindou Ouarou Ibrahim, seorang aktivis lingkungan dari Chad, Afrika Selatan.

  Mengenal 4 suku adat yang berperan besar menjaga hutan Indonesia

Saat ini, kita memiliki sistem di mana masyarakat–terutama masyarakat adat–dibunuh karena melindungi planet ini. Namun, tidak ada dampak bagi orang-orang yang membunuh planet ini.

“Kami memiliki begitu banyak masyarakat adat yang dibunuh hanya karena mereka ingin melindungi spesies lain, melindungi alam, melindungi tanah mereka sendiri,” ujarnya dalam sebuah sesi World Economic Forum’s Sustainable Development Impact Summit pada 2021 lalu.

Bahkan dalam sebuah laporan pada tahun yang sama menunjukkan bahwa 227 pembela tanah dan lingkungan–di dunia–terbunuh pada 2020. Dan meski jumlahnya hanya 5% dari populasi global, 1 dari 3 orang yang terbunuh berasal dari komunitas adat.

Hindou, yang merupakan Presiden Asosiasi Perempuan dan Masyarakat Adat Chad, mengatakan bahwa konsep ekosida menarik sebagai cara untuk mengubah situasi ini. Akhirnya, kita mungkin bisa menyeret mereka yang merusak alam ke pengadilan, katanya.

Gagasan ekosida akan membuat kerusakan dan kehancuran planet ini menjadi kejahatan internasional–yang bakal sebanding dengan genosida.

“Kami mendefinisikan ekosida sebagai kejahatan internasional, yang berarti bahwa tindakan yang melanggar hukum atau ceroboh yang dilakukan dengan pengetahuan bahwa ada kemungkinan besar akan terjadi kerusakan lingkungan yang parah dan meluas atau dalam jangka panjang akan menjadi kejahatan,” jelas Philippe Sands, seorang profesor hukum di University College London, yang mengetuai sebuah kelompok kerja yang ditugaskan untuk membuat definisi hukum tentang ekosida.

  Longsor di wilayah Pasaman pasca gempa tak surutkan semangat guru relawan

“Ide dasarnya adalah undang-undang ICC, Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, diamandemen untuk memasukkan kejahatan ini,” tambahnya.

Hal ini tidak akan menghentikan perusakan alam, sambungnya, akan tetapi mungkin akan berdampak pada perubahan sikap.

“Kita memiliki tatanan hukum yang antroposentris, dan kita perlu bergerak menuju tatanan hukum yang berpusat pada lingkungan,” katanya.

Pelajaran dari masyarakat adat

Ilustrasi masyarakat adat (Loverist Ravi/flickr)

Hindou dan masyarakat pada umumnya percaya bahwa dunia perlu belajar dari bagaimana masyarakat adat memperlakukan alam.

Memang, masyarakat adat hanya 5% dari populasi global, namun melindungi 80% keanekaragaman hayati bumi. Siapa yang lebih baik untuk membantu orang lain memahami bagaimana melakukannya, tanyanya.

“Kita perlu berpaling pada kearifan masyarakat adat, untuk menjadi inspirasi bagi orang lain,” kata Hindou lagi.

Hal ini merupakan hal yang mendasar dalam cara hidup kami, dan kami mewariskan cara hidup ini kepada generasi mendatang.

Sejatinya, Hindou memberikan contoh untuk komunitasnya, di mana ia berharap untuk mengetahui tentang tujuh generasi sebelumnya dari keluarganya, termasuk nama-nama mereka dan apa yang mereka lakukan dalam hidup mereka.

  Opini: Lamunan es kelapa muda

Hal ini kemudian membuatnya berpikir tentang generasi yang akan datang. Ketika seorang anak tumbuh di komunitasnya, mereka tidak dapat bertindak ‘tanpa memikirkan tujuh generasi yang akan datang’. Demikian pungkasnya.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata