Jika Anda selama ini melihat upaya memberangus sampah atau melakukan kegiatan-kegiatan berbasis lingkungan dilakukan secara serius, nyatanya tidak dengan apa yang dilakukan komunitas Pejuang Waktu saat menggelar kegiatan bersih sungai, Sabtu (18/9/2021).
Kegiatan yang bertema Cisadane Resik Volume ke-8 INDONESIA TANGGUH, INDONESIA TUMBUH yang dilakukan di Alamanda Rafting, Jl Sukabumi Raya, Cimande, Caringin, Sukabumi, Jawa Barat, itu nyatanya dilakukan secara humanis dan penuh kegembiraan.
Wajar saja, karena kegiatan ini melibatkan anak-anak usia sekolah (SMA) hingga pemuda-pemuda yang peduli dengan lingkungan, khususnya terkait isu sampah sungai.
Komunitas Pejuang Waktu menyatakan bahwa kegiatan ini sebagai upaya mengingatkan kembali kepedulian terhadap lingkungan. Apalagi mereka telah lama tidak bisa mengadakan kegiatan akibat pandemi Covid-19.
Pada acara hari itu ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan, seperti serah terima bibit, aksi kebersihan yang diikuti beberapa komunitas, juga aksi kebersihan di sekitar Sungai Cisadane.
Di antaranya serah terima bibit dari cabang dinas kehutanan berjumlah 630 tunas. Kemudian dari dinas lingkungan hidup Bogor ada 100 tunas yang diserahkan via Kecamatan Cijeruk. Terus 1.000 batang tunas dari Kimia Farma.
Aksi kebersihan ini sebenarnya dilakukan di dua lokasi, yakni di bantaran sungai yang dekat dengan SMA Darul Faijin, dan Alamanda Rafting. Juga aksi kebersihan di sekitar Sungai Cisadane dari Maseng sampai PDAM Kota Bogor.
Pada kegiatan kali ini banyak komunitas yang ingin ikut serta. Bahkan beberapa sekolah hingga perguruan tinggi pun mengirimkan perwakilan.
Selly salah satu anggota dari Komunitas Pejuang Waktu mengaku sangat bersyukur melihat antusias peserta. Dirinya masih mengingat saat memulai kegiatan Cisadane Resik dengan terbatasnya peserta.
“Apalagi awal-awal kami ikut cuma 10 orang, kita bikin slogan, “kami ada dan berlipat ganda” Alhamdulillah benar-benar terwujud, dari vol 1 sampai sekarang terus bertambah anggotanya,” kenangnya.
“Harapannya adalah gak cuma kita aja tapi para pemuda juga dapat ikut sadar dan paduli terhadap sampah, sekecil apapun itu tapi sangat membantu dan menjadi dampak yang besar untuk lingkungan kita.”
Kelilingi sungai bersihkan sampah

Kami berkesempatan mengikuti kegiatan rafting/arung jeram yang dilakukan di Sungai Cisadane. Kegiatan ini menjadi salah satu acara dalam Cisadane Resik Volume 8.
Arung jeram memang menjadi objek wisata andalan bagi masyarakat di wilayah Caringin, Sukabumi. Apalagi keberadaan Sungai Cisadane yang sangat cocok untuk kegiatan wisata air tersebut.
Selama perjalanan arung jeram tersebut, banyak keindahan yang bisa dinikmati. Seperti bebatuan besar, pohon-pohon rindang juga gelombang air yang menantang adrenalin.
Namun, hal ini tidak bisa dirasakan secara maksimal, karena kondisi sungai yang cukup buruk. Terlihat sepanjang yang dilalui, warna sungai lebih banyak berwarna cokelat.
Selain itu, nampak sampah yang menggunung berada di bantaran sungai, bebatuan, hingga menyangkut di batang pohon. Beragam sampah terlihat, baik sampah rumah tangga, pakaian bekas, bahkan kasur.
Hal ini memang terjadi karena budaya masyarakat yang menyelesaikan persoalan dengan masalah. Terutama sampah yang dibiarkan menumpuk di bantaran sungai.
Selain itu dengan perkembangan teknologi malah menjadikan lingkungan tidak diperhatikan. Hal ini katanya, bisa diilihat dari tumpukan sampah di Sungai Cisadane.
Yeni Hartinah, salah satu peserta kegiatan yang mengikuti kegiatan Arung Jeram, juga mengaku kaget melihat kondisi sungai. Apalagi melihat sampah yang menumpuk bahkan hanyut di tengah derasnya arus sungai
“Banyak sampah dan bukan hanya sampah kecil, bahkan kasur dan pakaian itu sampai ada yang terhanyut ke sungai, artinya masyarakat sampai saat ini kurang sadar,” ucapnya.
Dirinya berharap masyarakat segera sadar dengan dampak sampah di sungai ini. Terutama ketegasan dari pemangku kebijakan dalam pengelolaan sungai.
“Ditambah lagi perhatian pemerintah terhadap pencemaran sungai yang harusnya saling bekerja sama agar harapan kita akan sungai yang bersih dapat tercipta,” jelasnya.
Kegiatan ini diharapkan bisa menunculkan kesadaran bagi peserta atas kondisi sungai. Sehingga menumbuhkan lebih banyak pejuang lingkungan di sekitar wilayah Sungai Cisadane.
Sampah dari pabrik

Keberadaan sampah di Sungai Cisadane ternyata sudah terjadi selama puluhan tahun. Namun, hal ini memang diperparah setelah masuknya industri ke wilayah Caringin.
Menurut pengelola tempat wisata, dulunya sampah di Sungai Cisadane lebih banyak berbentuk daun-daun. Tapi sekarang segala macam sampah rumah tangga sudah jamak untuk ditemukan.
“Sungai mengalami perubahan, perubahan yang paling ekstrem itu dari sampah. Dari 1997 sampai 2005 sampah ada namun tidak terlalu banyak, 2005 ke atas sudah mulai tumbuh industri dan semakin padat pemukiman warga,” ucap Sunardi, kontrol manajer Alamanda Rafting, di lokasi acara.
Menurut pria yang karib disapa Acun ini, mereka rutin membersihkan sungai saban bulan, tapi dengan banyaknya sampah yang datang tentunya hal ini tidak bisa dituntaskan.
“PR kami dari dulu sampah, kalau warna air memang dari dulu sudah cokelat, namun yang menjadi pembeda adalah sampahnya,” jelasnya.
Peran industri dalam permasalahan sampah sungai tentunya juga terlibat, misalnya limbah dari pabrik ini yang cukup berdampak pada kerusakan lingkungan.
Kepedulian industri terhadap lingkungan di sekitaran wilayah Sungai Cisadane nyatanya masih sangat minim. Apalagi banyak kabar dari masyarakat yang melihat beberapa pabrik membuang limbah di sekitaran sungai.
Lain itu, masalah sampah Sungai Cisadane ini bisa berdampak kepada pariwisata. Padahal potensi wisata di wilayah ini cukup besar, terutama wisata air.
Pemimpin berjiwa eco-leadership

Komunitas Pejuang Waktu juga menyoroti minimnya anggaran Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan perusahaan untuk lingkungan Sungai Cisadane. Padahal banyak pabrik itu yang mendapat manfaat dari keberadaan sungai dan masyarakat di wilayah tersebut.
Karena itulah dirinya mempertanyakan kepedulian industri terhadap lingkungan, juga kepatuhan mereka terhadap pelaksanaan CSR yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Bukan hanya ketidakpedulian, kalangan komunitas mengaku melihat banyak pabrik yang melihat remeh kegiatan berbasis lingkungan. Padahal beberapa pabrik tersebut sudah berskala international.
Melihat hal ini, diharapkan pada masa depan akan lahir pemimpin yang mengedepankan lingkungan dalam setiap kebijakan. Terutama terkait kepada konsistensi bukan hanya terikat kepada anggaran. Pendek kata, sangat diperlukan pemimpin yang ramah lingkungan, atau eco leadership.
Sejatinya, memang gerakan untuk pembersihan sungai bukan pekerjaan satu hari, tapi bertahun-tahun. Pasalnya hal ini terkait edukasi kepada masyarakat juga fasilitas pendukung dalam pengelolaan sampah.