Noay M. Ikhsan, pejuang pelestarian hutan bakau di kawasan pesisir

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Noay M. Ikhsan | Instagram @wahanamangrove

Hari Hutan Sedunia yang diperingati setiap 21 Maret merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pohon bagi berbagai aspek keberlangsungan kehidupan. Kesadaran dari diri sendiri menjadi hal krusial untuk menanam, menjaga, dan melestarikan pohon.

Keberadaan pohon tak hanya membuat lingkungan sejuk dan asri, tapi juga dapat menyelamatkan kita dari bencana. Ditambah lagi kemampuan pohon menghasilkan oksigen dapat bermanfaat bagi mahluk hidup.

Dengan melestarikan pohon, kita dapat membantu menjaga kestabilan iklim, mencegah erosi dan banjir, memberikan makanan dan tempat tinggal bagi hewan, dan merupakan salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan yang nyata saat ini yaitu pemanasan global.

Inisiatif dalam menanam dan melestarikan pepohonan sebenarnya adalah tugas kita sebagai mahluk penghuni bumi. Di Indonesia sendiri ada begitu banyak jenis pohon yang bisa ditanam dan gerakan menanam pohon ini bisa dimulai dari tingkat yang paling kecil, yaitu dari lingkungan tempat tinggal.

Namun, bila memiliki ketertarikan pada jenis pohon tertentu, tak ada salahnya pula untuk mempelajarinya lebih dalam dan menanam di tempat yang memang cocok untuk tanaman tersebut.

Seperti yang dilakukan Noay M. Ikhsan, ia begitu tertarik pada keunikan pohon bakau (mangrove) dan mempelajari berbagai informasi tentang pohon tersebut. Meski berasal dari Kuningan, Jawa Barat, yang tidak punya pesisir, ia pertama kali mengenal pohon bakau dalam kunjungannya ke Cirebon.

Bukti keseriusannya pada pohon bakau, ia pun membuat komunitas Sahabat Mangrove Indonesia untuk berkumpul bersama orang-orang yang punya ketertarikan pada bakau. Sampai akhirnya komunitas ini berbadan hukum resmi dan pada tahun 2017 berubah menjadi sebuah Non-Governmental Organization bernama Wahana Mangrove Indonesia (WAHMI).

“Dari jutaan jenis pohon, kami memilih untuk hanya fokus pada mangrove,” kata Noay.

  Muhammad Yusri, penjaga kelestarian penyu di Pantai Mampie

Program pelestarian bakau

Sebatang pohon bakau masih bertahan ditengah ancaman abrasi meski kondisi akarnya sudah terbuka (Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia)

Noay saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif WAHMI. Meski latar belakang pendidikannya ekonomi dan kebijakan publik, minatnya pada isu lingkungan membuatnya terus belajar di luar pendidikan formal. Di WAHMI, Noay juga mengaplikasikan ilmunya untuk mendalami kebijakan, misalnya politik bakau.

Menurut penjelasan Noay, pohon bakau memiliki pengaruh pada ekosistem laut lainnya. Untuk melestarikan bakau, hutan bakau perlu diperkuat dengan program penanaman, program rehabilitasi, dan program untuk mensosialisasikan pada masyarakat pesisir mengenai betapa pentingnya keberadaan hutan bakau. Hutan bakau juga memiliki pengaruh pada ekosistem padang lamun, ikan karang, dan terumbu karang.

Artikel Terkait

Berdaya