Opini: Ini mimpi saya, dari warga +62 untuk warga +60

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Selat Malaka (eryepe/Flickr)

Ini adalah sebuah mimpi yang tertuang dalam goresan keprihatinan atas semua tragedi dan musibah yang tak kunjung pergi, seakan mengikis optimis menjadi frustasi ditengah masyarakat. Tidak ada ada pekerjaan, tidak ada uang, tidak bisa berbuat apa-apa. 

Katanya ingin menjadi mercusuar dunia, tapi kapan..? 

Walaupun sekadar mimpi yang tergores atau sekedar renungan yang diharap mampu menyadarkan kita untuk terbangun kesadaran setiap insan. Bangkit mewujudkan mimpi serta merealisasikan kemaslahatan secara harmonis antar sesama, Tuhan Semesta Alam sudah menciptakan bangsa–bangsa dengan beragam ras untuk saling mengenal satu sama lain, serta seiring sejalan menggapai kesejahteraan antar umat.

Entah, sadar atau tidak. Selalu ada konfrontasi di antara kita dan sepertinya, memang diharapkan  supaya kita terpecah belah melalui berbagai cara yang dilakukan oleh kelompok yang tidak menginginkan persatuan, persaudaraan dan kedamaian.

Berbicara mengenai persaudaraan, ternyata Gusti Allah SWT telah menciptakan negara kembar yang lengkap dengan keindahannya seperti Indonesia dengan Malaysia. Kedua negara tersebut banyak persamaan dalam masalah kultur budaya.

  Kado lebaran untuk Sang Guru SD di lereng Gunung Semeru

Lalu kita pun dihasut dengan berbagai cara, dengan tujuan tercipta konflik antara Indonesia-Malaysia sampai lupa untuk menyejahterakan warganya. Ingat, kita sudah diberi Tuhan sebuah selat yang memisahkan kita, tetapi kita berdua tidak berupaya untuk mendekat dengan bekerja sama (Indonesia dan Malaysia) Kita masih sibuk dengan nafsu, mencari celah untuk saling menguasai.

Misalnya pamer alat militer yang kita beli dari negara produsen senjata perang. Bukannya dapat untung, malah banyak mudharatnya..!

Kita semua tahu bahwa Selat Malaka merupakan jalur perdagangan yang super sibuk sejak lampau sebelum Malaysia dan Indonesia terlahir. Sejak dahulu para saudagar selalu melintasi jalur tersebut. Selat Malaka bila dikelola secara bijak akan menguntungkan keduanya.

Selat Malaka merupakan jalur strategis untuk mengikat persaudaraan Indonesia-Malaysia bila kedua pemerintahannya, sepakat bekerja sama mencipatakan kemaslahatan, contoh gampangnya membangun rest area di pesisir pantai Selat Malaka misalnya, atau jasa cuci kapal dan lain sebagainya. Namun sayang, kedua pemerintahan kita tidak merajut kerjasama tersebut.

Contoh lainnya ada terusan Suez di daratan Mesir dan Terusan Panama, keduanya dibuat dengan tenaga Manusia dengan banyak yang dikorbankan saat pembangunannya. Kita memiliki Selat Malaka tanpa repot menggali, selat yang memiliki panjang 800 km dengan lebar 65 km, semakin ke utara memiliki lebar 250 km tersebut sudah tersedia.

  David Attenborough, habiskan 3/4 hidupnya untuk dokumentasikan habitat satwa liar

Yang harus dilakukan cukup merawat, menjaga, lalu memanfaatkan bersama untuk keperluan antar umat Manusia. Tetapi Indonesia dan Malaysia malah sibuk untuk menguasai selat tersebut.

Penulis sebagai warga Indonesia yakin kalau saudaraku satu rumpun di Malaysia sama-sama menyadari bahwa kita sudah terlena dan sudah dimanfaatkan oleh pihak lain. Ayo saudaraku, sahabatku, dan pemerintahanku, bersama kita bersatu, membangun kemaslahatan bersama, dipesisir selat Malaka.

 Melalui unek-unek (keluh-kesah) yang tertulis ini, bahwa kita atas nama warga +60 dan +62 sepakat menjalin persatuan menciptakan kedamaian bersama, mewujudkan kemaslahatan untuk semua umat dipenjuru dunia, wabilkhusus Asia Pasific.

Semoga harapan bisa terbangun  kesadaran untuk memanusiakan manusia. Bahwa kita sebagai Warga Negara Indonesia dan Malaysia sedang silaf (khilaf) karena asyik berTik-Tokan, larut dalam hasutan melalui gawai, sibuk cari uang untuk beli vaksin, hingga Pemerintahan kita sibuk meredakan bom yang meneror.

Artikel Terkait

Berdaya