Cerita ini tentang sebuah Kampung Maya dengan masyarakat yang tenang, kalem, religius, dan suka bersosial media. Masyarakat di kampung tersebut beragam dan majemuk karakter warganya, aktifitas umumnya ngerumpi sampai lupa ngupi, suka mancing terkadang terpancing issu, tidak mau dikritikisi dan selalu gotong–gotong apapun.
Kalau menukil istilah dengan bahasa yang tepat untuk warga kampung tersebut, sebodo teuing. Begitulah karakter yang pantas untuk warga maya. Kampung Maya berada di sebuah desa bernama Lambangsari, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang mayoritas warga Kampung Maya bukan berprofesi komedian atau pelaku tunggal stand-up.
Beberapa waktu lalu tepatnya Kamis Kliwon, 19 Januari 2023, terjadi keributan yang tidak berdarah-darah ataupun memakan korban jiwa. Keributan saat itu sangat mengusik kenyamanan warga yang biasanya sepi, aman, nyaman dan informatif.
Muasal itu mendadak membuat heboh dan berisik seisi kampung lantaran pembangunan proyek strategis yang kesepakatan untuk kompensasinya telah digondol orang yang tidak bertanggung jawab. Hingga Kepala Suku Maya beserta warganya merasa dikangkangi.
Kini peradaban telah tumbuh pesat di Kampung Maya, hijaunya semak belukar berganti menjadi beton yang berdiri kokoh dan sombong menggantikan tingginya pepohonan.
Mengenai dampak, semua pembangunan proyek memiliki pengaruh kuat untuk mendatangkan akibat. Komunikasi yang intens antar pengembang dengan masyarakat yang terdampak, perlu solusi memininimalisir akibat negatif dari sebuah proyek. Seakan tidak berujung.
Kisahnya mirip dengan lagu musisi kawakan, Iwan Fals, yang judulnya klik aja di sini.
Kampung tersebut sebagian areanya sedang dibangun sebuah rumah sakit. Pekerjaan proyek siang malam tak pandang panas dan petir, proyek terus bekerja menyelesaikan targetnya.
Mendengar suasana bising tersebut sebagian warga maya-pun tak mau kalah, mereka membuat bising tandingan. Di kampung tersebut biasa sunyi dan damai, menjadi semakin bising dan semakin berisik sampai layanan pesan grup warga Kampung Maya terus mengusik ketenangan.
Hingga saat ini masih belum ada titik tenang dalam urusan kompensasi maupun amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) beserta surat pendukung lainnya belum disaksikan warga.
Untung rugi mulai dan usainya proyek
Dibangunnya sebuah proyek tentu harapannya semua dapat untung antara warga dengan pengembang proyek. Harus ada kontibusi yang disepakati kedua belah pihak.
Kalau yang tidak suka uang, kompensasi bisa berupa barang elektronik untuk menciptakan keamanan dilingkungan Kampung Maya, misalkan seperangkat cctv lengkap dengan seperangkat komputer supaya warga pun bisa selfie setiap saat, dengan berbagai pose dan gaya disudut jalan di depan kamera yang terpasang.
Bisa juga dengan mengaspal jalan kampung yang burik, atap, atau material apapun yang bisa digunakan untuk kepentingan umum. Warga yang mampu bisa menyuplai material untuk kebutuhan proyek.
Nah, berisiknya warga Kampung Maya lantaran kompensasi belum diterima warga yang terdampak, atau boleh jadi kompensasi yang diberikan perusahaan tidak tepat sasaran, atau jatuh ke tangan yang tak bertanggung jawab. Maka, sah saja warga datang berduyun-duyun ke perusahaan tersebut menuntut haknya dengan melakukan aksinya.
Tapi jika ditelisik dari sisi positifnya, manfaat adanya pembangunan bisa meningkatkan perekonomian warga, baik secara Individu atau berkelompok bisa juga ikut terlibat langsung menjadi pekerja proyek, menjadi buruh, mediator, centeng, sub-kontraktor (bagi yang punya modal) dan lain sebagainya.
Perihal berisik, becek, kotor banyak debu, lazim akan menjadi pemandangan sehari-hari. Lancarnya proyek gedung yang berorentasi bisnis kesehatan, perlu dibangun pula komunikasi yang harmonis antara warga dan pengembang, agar kedua belah pihak mendapat keuntungan bersama.
Apabila proyek selesai dan gedung kesehatan berdiri megah dan rumah sakit mulai beroperasi, tentu tidak ditemui lagi kata berisik, kotor, becek, dan sebagainya. Ingin sekadar rehat atau mengetahui tekanan darah, Kandungan gula dalam tubuh, sampai dengan urusan panu di lengan kita, tentu bakalan dilayani dengan ramah, dimanja dengan fasilitas yang tersedia.
Namun itu semua tidak gratis dan cuma-cuma, kita-pun diminta untuk membayar bisa menggunakan asuransi atau uang tunai.
Sebetulnya rugi juga jika proyek batal
Bicara teritorial, ekosistem, dan kultur masyarakat Kampung Maya, memang tidak seluas dan sepadat kampung sebelah. Sejak dahulu ketika masih banyak ditumbuhi semak belukar, Kampung Maya memang dikenal dengan warga yang suka bersahabat dan cinta damai.
Karena warganya terlalu damai dan suka mengalah maka perpolitikan, dampaknya warga Kampung Maya mengalami impotensi, tidak seperti politik di kampung sebelah.
Untuk urusan menentukan kepala suku Kampung Maya saja, masyarakatnya saling tunjuk satu sama lain, saking demokrasinya merasa lebih bangga menjadi warga daripada menjadi kepala suku Maya.
Akhir cerita
Kira-kira seperti itulah sejumput kisah ilustrasi demokrasi di kampung tersebut dengan segala dinamikanya, yang saat ini mengalami gangguan pendengaran hingga ada yang menderita sakit telinga.
Komunikasi pun jadi tidak lancar saat ini belum ada titik tenang dalam masalah kompensasi tuntutan warga yang terdampak masih dijanjikan pengembang proyek.
Seandainya komunikasi masih terhambat yang ditambah tensi egoisentris yang tinggi menyelimuti kedua belah pihak, tentu akan terjadi aksi dari warga yang berduyun-duyun meminta haknya. Bila tidak segera disikapi akan mengundang perhatian awak media, dan tentunya menambah berisik ke tingkat Jakarta, bahkan Nasional.
“Ah, jangan sampai suara bising di kampungku terdengar jauh hingga mengusik telinga Bapak Jokowi yang tengah mempersiapkan masa pensiun. Kemungkinan bila hal itu tidak ada titik tenang akan ada dua pilihan buruk. Proyek ditangguhkan. Atau, pemukiman warga diambil alih negara dan dibeli paksa lahan pemukiman Kampung Maya dengan harga yang sudah ditentukan negara melalui keputusan presiden yang terpilih nanti.”