Ketekunan menjalani pendidikan bisa merubah tantangan ekonomi keluarga bagi sebagian orang mungkin terdengar klise. Terlebih di zaman sekarang yang serba instan, cukup dengan menjadi afiliasi di salah satu eCommerce dan dihubungkan dengan aktivitas media sosial saja, anak-anak muda, bahkan bocil, sudah bisa meraup jutaan rupiah.
Tentu teman-teman belum lupa dengan fenomena mengemis online yang saat ini tengah tren, atau melakukan aktivitas di joget-joget di Tiktok hanya untuk mendapatkan segepok uang, bukan?
Terlepas dari fenomena itu, saya ingin menceritakan perihal sekelumit perjalanan hidup saya dalam membuktikan, bahwa untuk merubah tantangan ekonomi, cukup dengan keyakinan, ketekunan, dan tentunya belajar.
Cerita dimulai ketika pada tahun 2007 di mana saat itu baru lulus SMA, saya tidak bisa melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan dikarenakan tantangan ekonomi, hal ini membuat saya harus mencari pekerjaan.
Setelah mencoba melamar di beberapa perusahaan dengan referensi berupa koran wartakota, poskota, dan sebagainya, Bersyukur pada selang beberapa bulan akhirnya pekerjaan itu didapatkan.
Pekerjaan saya saat itu adalah menjadi SPB perbantuan salah satu merk Jeans ternama di Departement Matahari Lokasari (Mangga Besar).
Sehubungan kontrak perbantuan habis, mencoba melamar lagi dan mendapatkan pekerjaan di FujiFilm Matraman sebagai pramuniaga. 1,5 tahun bekerja disana, akhirnya memutuskan resign. Akhirnya hingga titik terendah, Dimasa ini saya menjadi Trader di salah satu game online untuk menyambung hidup dengan cara menjual item-item.
Hingga saat tersadar sekian lama hingga 3 tahun menganggur, akhirnya memutuskan untuk pensiun dari dunia game online dengan menjual semua asset di game online dan mendapatkan laptop sederhana. Setelah pensiun, saya mencoba bangkit kembali untuk melamar pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan di SPB di Gramedia Golden Truly.
Pada fase itu saya belajar banyak dengan menelan pil pahit yaitu tidak diperpanjangnya kontrak karena masalah internal pribadi. Selang selanjutnya saya mendapatkan pekerjaan kembali di salah satu startup pada tahun 2012 di Garena.
Lagi-lagi karena regulasi atas pendidikan S1 yang berlaku di sana, mengakibatkan karir saya terhambat, hingga pada tahun 2015 saya memutuskan mengundurkan diri. Saya telah menyadari hal baru bahwa pendidikan itu penting.
Saya mencoba melamar ke perusahaan dengan ijazah SMA sangatlah sulit. Akhirnya saya mendapatkan pekerjaan yang bisa menyambi kuliah, yaitu kurir.
Walau gajinya waktu itu hanya 1.6 juta perbulan saya bisa menamatkan kuliah D3 di Universitas Bina Sarana Informatika saya. Alhamdulillah nya disaat saya kuliah di BSI Salemba, saya bertemu dengan Founder Open source yaitu Pak Arief.
Saya sangat berterima kasih atas didikan beliau karena setelah bertemu beliau, perspektif saya berubah dan saya menyadari masih terus banyak belajar, dikarenakan pendidikan di bangku kuliah tidaklah cukup. Saya mencoba melamar dengan ijazah D3 saya, akan tetapi D3 tidak terlalu di pertimbangkan didalam dunia kerja.
Hingga akhirnya mengambil keputusan ingin melanjutkan S1. dikarenakan dengan penghasilan perbulan 1,6 juta tidak mencukupi biaya kuliah S1, akhirnya saya memutuskan resign dan menjadi ojol.
Tantangan ekonomi yang berkelanjutan membuat saya saya masih struggle kuliah kerja sebagai ojol. Alhamdulillah hasil pekerjaan ini, bisa membuat saya lulus S1.
Setelah lulus S1, saya bertemu dengan Pak Arief dan bekerja menjadi freelance di Salah satu anak perusahaan Patra Jasa yaitu PT. PAR. Setelah freelance saya selesai, saya akhirnya bergabung di Orbit Future Academy dengan menjadi AI Coach.
Alhamdulilah, saat ini saya juga turut berperan aktif menjadi pembicara di berbagai forum yang membahas tentang kecerdasan buatan (AI) sebagai sebuah industri paling prospek di masa depan.