Dalam rangka memperkenalkan sejarah dan budaya Mangkunegaran kepada dunia Internasional, Dr Harry Sudarsono Ph.D, atau yang dikenal dengan Harry Darsono mengunjungi Museum dan Situs Cagar Budaya Astana Oetara KGPAA Mangkunegara VI di kelurahan Nusukan, Surakarta, Selasa (7/2/2023).
Harry datang untuk melakukan ziarah makam KGPAA Mangkunegoro VI dan diskusi budaya dengan perwakilan Perkumpulan Keluarga Soejono Soewasti dan sejarawan Mangkunegaran, Daradjadi Gondodiprodjo.
Sir Harry Darsono, Ph.D adalah seorang perancang busana, instruktur Paris Academy of Fashion, serta pengajar Etika & Estetika Busana.
Sebagai desainer Adi Busana, pria yang lahir di Jawa Timur pada 15 Maret 1952 ini memiliki berbagai prestasi internasional di mana karya-karyanya telah digunakan untuk pertunjukkan kelas dunia seperti: Pertunjukkan Julius Caesar, Madame Butterfly karya Puccini, Hamlet dan Othello, King Lear dan juga Romeo dan Juliet yang merupakan karya dari Shakespeare.
Berbagai koleksi rancangannya pernah digunakan oleh tokoh-tokoh dunia seperti Putri Diana Spencer dan Ratu Rania dari Yordania dan masih banyak lagi.
Hasil karya rancangannya kini dipajang pada sebuah museum bernama Museum Harry Darsono di Cilandak, Jakarta. Selain itu, rancangannya juga terpanjang di beberapa museum internasional di belahan dunia seperti Australia, Northern Territory, Jepang, Inggris, dan Kanada. Harry juga merupakan seorang seniman, psikolog, dan pendidik.
Harry menyampaikan rasa tertariknya terhadap Budaya Jawa, khususnya Adi Budaya Mangkunegaran. Dengan jaringan internasional yang telah ia bina lebih dari 51 tahun, Harry berharap filosofi seni dan budaya Mangkunegaran dapat lebih dikenal oleh dunia.

Pelopor busana ‘ready to wear‘ di lingkungan Keraton

Sementara di era kepemimpinannya KGPAA Mangkunegara VI dikenal sebagai pendobrak dan pembaharu tradisi Mangkunegaran. Beliau adalah seorang fashionista yang mampu membentuk gaya busana “Orang Mangkunegaran”.
Salah satu gebrakannya adalah dengan memotong rambutnya menjadi pendek dan kemudian diikuti oleh para putra sentana dan nara praja Mangkunegaran dan menghapus pakaian kenegaraan khas jawa yaitu dodot (kain kampuh) dan menggunakan ikat kepala khas Mangkunegaran yang lebih praktis dan efisien.
Mangkunegara VI secara tidak langsung telah mempelopori busana ready to wear di lingkungan keraton. Keunikan lainnya meskipun ia mengenakan pakaian ala Barat, Mangkunegoro VI tetap mengenakan penutup kepala Jawa yaitu blangkon.

Gaya berpakaian fushion ala Mangkunegoro VI merupakan pernyataan sikapnya bahwa Praja mangkunegaran adalah kerajaan yang modern, powerful dan wajib dianggap setara dengan wilayah kerajaan lain.
KGPAA Mangkunegoro VI menciptakan 13 motif batik baru untuk Praja Mangkunegaran. Dari 13 motif batik tersebut, terdapat 3 motif batik yang terinspirasi dari motif batik klasik yaitu kreasi Kawung, Surya Prata dan Parangsari.
Motif Kawung ala Mangkunegoro VI ini berwarna cerah dan bersinar dengan corak yang menunjukkan mood bahagia. Berbagai filosofi dan keberhasilannya memimpin Kadipaten Mangkunegaran saat itu menjadi beliau sosok inspirasi yang penuh dengan suri tauladan.