Zeth Wonggor, pahlawan burung surga di Pegunungan Arfak

Salah satu wilayah yang menjadi konservasi terhadap satwa dan flora endemik di Indonesia adalah Papua. Burung Cenderawasih tentu menjadi salah satu satwa yang paling dijawa di kawasan Indonesia timur tersebut. Adalaha Zeth Wonggor, pelestari hutan dan ekosistem cenderawasih dari perburuan dan perdagangan burung langka tersebut.

Ironisnya, dulu Zeth merupakan salah satu pemburu ‘burung surga‘ tersebut untuk dijadikan makanan saat tinggal di hutan. Namun seiring berjalannya waktu, Zeth sadar bahwa dengan populasinya yang makin sedikit, ia mesti menjaga satwa yang menjadi identitas daerahnya tersebut–tepatnya di Pegunungan Arfak.

Di momen Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 ini, sudah selayaknya kita juga mengingat dan mengangkat topi bagi para pejuang lingkungan hidup, terkhusus bagi para penjaga satwa-satwa endemik khas Indonesia.

Lantas, siapakah Zeth Wonggor sebenarnya dan apa saja upaya yang dilakukan untuk lingkungan?

Penjaga dan pemandu wisata di Pegunungan Arfak

Saat ini Zeth adalah seorang penunjuk jalan atau pemandu wisata pemantauan burung–untuk turis–yang sudah sangat berpengalaman. Ia pun sudah terlatih memimpin perjalanan dalam tur pengamatan burung di Pegunungan Arfak sejak 1994.

Pengetahuan mendalam tentang satwa liar di daerah asalnya, ditambah dengan pengalaman sebagai pemimpin tur membuat Zeth memiliki reputasi yang baik dan dikenal sebagai pemandu yang andal.

Namanya kian tersohor di kalangan pengamat burung dari berbagai negara setelah mengantar Sir David Attenborough–penulis dan penyiar program sejarah BBC–yang saat itu datang ke Pegunungan Arfak untuk memotret kehidupan cenderawasih.

Zeth pun pernah tercatat sebagai penerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020. Kalpataru merupakan penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup di Indonesia.

Penghargaan itu didedikasikan dan diberikan diberikan kepada individu atau kelompok yang dinilai berjasa dalam melestarikan lingkungan hidup. Demikian laman Kompas.com mengabarkan.

Sejak 1990, sebenarnya Zeth sudah memulai aksinya dalam melindungi hutan di sekitar Kampung Mokwan di Pegunungan Arfak. Atas segala upaya yang dilakukan, Zeth berhasil menjaga area hutan seluas 8.800 hektare dari ancaman pemburu dan penebang liar.

Upaya itu juga berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar tanpa merusak alam. Bahkan, ia mendapat julukan ”Penjaga Burung Surga di Pegunungan Arfak’’.

Dari pemburu, menjadi jadi pelindung burung

Melihat kisahnya ke belakang, dahulu Zeth adalah seorang pemburu burung. Itu semua diawali dari momen kehilangan sang ayah sejak kecil, hingga Zeth terpaksa berhenti sekolah dan pergi ke hutan. Di dalam hutan, ia membuat rumah tradisional dan berburu burung selama 12 tahun untuk dimakan.

Tak disangka pada tahun 1990 ada seorang pria asing yang mencoba untuk mencapai Pegunungan Arfak dan meminta bantuan penduduk setempat untuk melintasi kawasan hutan tersebut. Penduduk pun merujuk nama Zeth untuk menemani oranga asing tersebut menyusuri hutan.

Dalam perjalanan itulah Zeth mendapatkan pemahaman bahwa ia tak boleh lagi memburu burung di kawasan itu, karena burung itu sangat berharga dan menjadi salah satu satwa yang dilindungi negara.

Meski mendapatkan wejangan, Zeth tetap frustasi karena tidak mendapatkan burung untuk dimakan. Namun, pria asing itu memberinya sejumlah uang.

“Saya menyimpan uang karena saya tidak mengerti tentang uang. Kalau kita jalan kaki ke Manokwari (kota terdekat), terlalu jauh, jadi kita hanya makan dari kebun,” kata Zeth, mengutip laman Raja Ampat Research & Conservation Centre.

Sejak saat itu mulai banyak rombongan pengamat burung dari negara asing yang datang ke Pegunungan Arfak, termasuk Sir David Attenborough yang memintanya untuk memandu perjalanan. Sebagai bayaran, Zeth mendapat sejumlah uang untuk pergi ke kota dan membeli apapun yang dibutuhkan.

Literasi dan imbauan pun datang untuk seluruh masyarakat desa agar tidak lagi berburu burung dan kuskus. Di daerah itu kemudian berbagai bisnis berkembang untuk mendukung kegiatan wisata, mulai dari penjualan sayur, tas, hingga kayu bakar, bahkan layanan perjalanan pengamatan burung surga.

“Kami memiliki hutan dan kami mengerti. Tidak ada seorang pun dari pemerintah atau orang lain yang berbicara kepada saya, tetapi uang itu menyuruh kami untuk berhenti. Kalau tidak, semua yang ada di hutan akan hancur.”

Kini, Zeth berkehidupan sebagai seorang pemandu para turis dan fotografer yang datang untuk pengamatan burung sekaligus jadi pelindung bagi burung-burung surga di Pegunungan Arfak.

Menurut pengakuannya, saban tahunnya hampir 300 turis berdatangan ke daerahnya. Bahkan, 450 orang masyarakat di sekitar pegunungan pun mengandalkan bisnis ini.

Gugusan Pegunungan Arfak

Secara umum, Pegunungan Arfak merupakan gugusan gunung yang membentang di bagian kepala burung Pulau Papua dan memiliki ketinggian hingga 2.950 mdpl . Kawasan pegunungan tersebut diketahui memiliki tipe ekosistem yang beragam, yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan hujan kaki gunung, dan hutan hujan lereng pegunungan.

Perbedaan tipe ekosistem itu membuat Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi. Diperkirakan ada 2.770 jenis anggrek, 110 spesies mamalia, dan 320 spesies aves hidup di pegunungan tersebut.

Di antara ratusan aves, ada empat spesies cenderawasih yang hanya bisa ditemukan di Arfak, yaitu parotia arfak (Parotia sefilata), vogelkop superb-bird-of-paradise (Lophorina niedda), paradigalla ekor panjang (Paradigalla carunculata), dan astrapia arfak (Astrapia nigra).

Cenderawasih memang menjadi salah satu daya tarik dari kawasan tersebut, terutama karena warnanya yang  memang begitu cantik sampai dikenal dengan julukan Bird of Paradise atau burung surga.

Saat ini Pegunungan Arfak memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, flora, dan fauna. Kawasan tersebut pun sudah ditetapkan menjadi Cagar Alam Pegunungan Arfak (CAPA) pada 11 Agustus 1992. Dan Zeth, adalah satu di antara para pahlawan penjaga ekositem burung surga di sana.