Kasepuhan Neglasari yang terletak di wilayah Dusun Neglasari, Desa Cikatomas, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, Banten, sekilas terlihat seperti kasepuhan-kasepuhan pada umumnya. Kasepuhan ini berdiri sekitar abad ke-18 dan masih memiliki ikatan dengan Kasepuhan Lebak Larang.
Dusun dengan kontur geografis perbukitan itu didiami oleh 17 kepala keluarga (KK) dengan total 100 orang penduduk. Ketua Adat Kasepuhan Neglasari adalah Abah Olot Omik, yang merupakan generasi penerus dari kepemimpinan Abah Udi.
Kepada Bahadur, Abah Olot Omik menceritakan bahwa sudah tiga tahun terakhir kasepuhan yang dipimpinnya mencoba untuk bangkit dan beradaptasi dengan kemajuan zaman. Utamanya soal terapan teknologi dan peningkatan keekonomian masyarakat.
Meski ada yang menyebut bahwa kasepuhan di bawah kepemimpinannya sedikit ‘menyalahi’ aturan adat kasepuhan, namun Abah Olot memiliki alasan tersendiri terkait apa yang diterapkannya.
Berikut penjelasannya.
Tak anti teknologi

Jika kasepuhan-kasepuhan lainnya masih menerapkan bajak tanah dan penanaman padi secara tradisional, maka di Kasepuhan Neglasari kita bisa melihat masyarakatnya sudah menggunakan bajak mesin.
Meski begitu, tetap saja dibutuhkan ritual-ritual khusus untuk menemukan waktu musim tanam yang tepat. Karena memang padi bagi masyarakat kasepuhan sangat istimewa dan diyakini merupakan perwujudan dari Nyi Pohaci atau Dewi Padi.

Lain di sawah, begitupun di ladang atau hutan. Umumnya para masyarakat kasepuhan masih menggunakan cara tradisional untuk menebang pohon dengan menggunakan golok/parang, namun bagi masyarakat Kasepuhan Neglasari menebang pohon dengan menggunakan gergaji mesin bukanlah pantangan dan dibolehkan.
Dua hal tadi memang tak lazim kita temui di kasepuhan-kasepuhan lainnya yang dalam kehidupan kesehariannya masih kental dengan terapan adat istiadat nenek moyang.
Menjalin kolaborasi

Saat ini, Abah Olot Omik membuka seluas-luasnya kolaborasi dengan pihak manapun untuk memajukan kasepuhannya. Baginya, kolaborasi dengan pihak luar adalah jalan alternatif, namun patut dijalankan dengan cara yang baik dan tak melanggar aturan adat istiadat.
”Kita terbuka untuk siapa saja yang ingin membantu kemajuan kasepuhan,” ungkapnya.
Kolaborasi bagi Abah Olot Omik salah satu jalan untuk meningkatkan keberdayaan ekonomi dan memperluas jejaring yang diharapkan berdampak baik bagi masyarakat kasepuhan.

Salah satunya seperti membuka pintu seluas-luasnya pada ”Program Kampung Bahadur” yang diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan/skill masyarakat kasepuhan, pemahaman terkait sumber daya alam, kreativitas dan kerajinan lokal, serta yang tak kalah penting adalah melabeli Kasepuhan Neglasari menjadi salah satu destinasi wisata andal.
Boleh menjual padi dengan syarat khusus

Bagi masyarakat kasepuhan, jika merujuk pada aturan adat istiadat turun-temurun, maka dilarang bagi warga kasepuhan untuk menjual padi ke luar wilayah. Padi yang disimpan di leuit hanya boleh dikonsumsi warga sekitar.
Namun saat ini, Abah Olot Omik memperbolehkan masyarakat kasepuhannya menjual padi ke luar wilayah, dengan catatan bahwa padi stok/ketersediaan padi harus tetap terjaga untuk menjaga ketahanan pangan kasepuhan di musim kemarau atau saat masa paceklik panen.

Seperti warga kasepuhan pada umumnya, setiap KK di Kasepuhan Neglasari wajib memiliki leuit minimal satu bangunan. Hal itu untuk menjaga kemandirian pangan dari masing-masing keluarga yang mendiami kasepuhan. Secara umum mereka pun harus tetap menjaga keutuhan padi di leuit utama, yakni Leuit Si Jimat.
Lain itu Kasepuhan Neglasari juga tetap menjalankan ritual-ritual adat, acara-acara adat, hari-hari besar islam, dan tentunya upacara tahunan Seren taun.
dari sekian banyaknya penjelasan di atas adalah bahwa di bawah kepemimpinannya Abah Olot Omik ingin agar Kasepuhan Neglasari maju secara ekonomi dan pemberdayaan SDM masyarakatnya tanpa meninggalkan kultur dan budaya peninggalan nenek moyang.