Bagi masyarakat Jawa Barat dan Banten, saat ini mungkin tak ada yang tak mengenal Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar. Kasepuhan pusat pemerintahan dari kasepuhan di wilayah Banten Kidul, yang terletak di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan masuk ke wilayah administrasi Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.
Secara umum, Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah masyarakat adat yang bersandar kepada budidaya padi, hingga seluruh sendi-sendi kehidupan adat berpatokan pada kalender siklus padi. Lain itu, kampung adat ini masih memegang kuat adat dan tradisi yang diturunkan sejak 644-an tahun lalu (1368 Masehi).
Leuit/lumbung bagi warga kasepuhan Ciptagelar tidak hanya bermakna gudang tempat penyimpanan padi, melainkan berkaitan dengan simbol penghormatan pada Dewi Padi, yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang menampakkan dirinya dalam bentuk padi.
Setiap kali panen, dalam upacara adat Seren Taun mereka lazim menyimpan 10 persen padi di leuit utama (Leuit Si Jimat) sehingga tidak heran jika di sana terdapat padi yang usianya ratusan tahun.
Ada keyakinan warga Kasepuhan Ciptagelar, bahwa padi merupakan simbol kehidupan, bila seseorang menjual beras atau padi, berarti menjual kehidupannya sendiri. Pendek kata, di Kasepuhan itu tidak diperkenankan masyarakatnya menjual padi.

Keterikatan dengan Kerajaan Pajajaran
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar memiliki keterikatan sejarah dengan salah satu kerajaan Sunda Pajajaran dengan rajanya Prabu Siliwangi.
Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kesepuhan. Kata kasepuhan mengacu pada golongan masyarakat dengan aturan adat istiadat lama. Masyarakat Kampung Ciptarasa menyebut diri sebagai Kasepuhan Pancer Pangawinan, serta merasa kelompoknya sebagai keturunan Prabu Siliwangi.

Salah satu buktinya bisa kita lihat situs peninggalan atas sakti dari Kerajaan Pajajaran yang masih masuk dalam wilayah Kasepuhan Ciptagelar, yakni Situs Tugu Cengkuk, yang terletak di Kampung Cengkuk, Kelurahan Margalaksana, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, yang saat ini dijaga oleh keturunan adat kesepuhan, yakni Abah Jaya Sastimita.
Abah Jaya sasmita dan para masyarakat selain menjaga situs ini tetap asri dan terawat, juga memonitor artefak peninggalan kerajaan di Museum Tugu Cengkuk yang berada di desa tersebut.
Bertumbuh menjadi Kasepuhan ‘melek’ teknologi

Telah melewati 10 generasi kepemimpinan kasepuhan, tentunya Kasepuhan Ciptagelar terus mengalami proses pertumbuhannya, salah satunya tak menampik dengan masuknya elemen teknologi dan modernitas.
Oleh sebab itu tak heran jika kampung ini tumbuh menjadi sangat mandiri dan ‘melek’ teknologi. Bagi para pengunjung, tentu mengelola konten dan berfoto untuk kemudian diunggah ke laman media sosial bukan hal yang sulit, berbeda dengan ketika mengunjungi kasepuhan lainnya.
Perpindahan lokasi

