Situs Mbah Gempur di Desa Jonggrangan Kecamatan Klaten Utara memiliki bahan yang unik yakni bata merah bergambar relief floral. Tetapi situs yang termasuk objek diduga cagar budaya (ODCB), dipreteli bata merahnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Di Klaten disebutkan ada 100-an situs dan temuan benda cagar budaya yang mayoritas kondisinya masuk ketegori darurat cagar budaya. Padahal mayoritas merupakan peninggalan era Mataram Kuno dari abad ke 8 hingga ke 10 Masehi.
Lalu bagaimana kondisi situs ini? Dan bagaimana perawatan situs lainnya yang berada di Klaten? Berikut uraiannya:
1. Bata merah yang hilang

Situs Mbah Gempur di Desa Jonggrangan Kecamatan Klaten Utara memiliki bahan yang unik yakni bata merah bergambar relief floral. Tetapi situs yang termasuk objek diduga cagar budaya (ODCB), dipreteli bata merahnya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Setidaknya hanya bata merah yang raib, sedangkan batu yoni dan arca masih ada di situs yang berada di pekarangan warga tersebut. Menurut kesaksian warga, enam bata merah itu dicuri dua pekan terakhir.
“Saat saya bersih-bersih, tingga minggu lalu, bata merahnya masih ada. Bata merah tumpuk sekitar 5-6 buah. Semuanya ada reliefnya,” terang Sudirman, warga Desa Jonggrangan pada 2021 silam.
Sementara itu Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Klaten sudah menerima laporan hilangnya batu merah berelief itu. Kamis (18/3), pihaknya langsung menindaklanjuti dengan mengecek ke lokasi.
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disparbudpora Klaten, Yuli Budi Susilowati mengatakan akan memperkuat pengamanan. Sementara sisa cagar budaya yang ada akan diamankan ke Disparbudpora.
Perempuan yang akrab disapa Susi ini menambahkan ODCB di Klaten kini tersebar di 132 titik. Sementara itu kondisinya rawan dengan tindak pencurian, mengingat kondisinya yang jauh dari pemukiman warga.
“Ada masyarakat yang mulai sadar. Menyerahkan ODCB kepada kami. Belum lama ini, dua pecahan batu arca dari Kecamatan Karangnongko diserahkan,” ucapnya.
2. Batu merah untuk arca

Pegiat cagar budaya dari Klaten Heritage Community (KHC) Hari Wahyudi menyayangkan kejadian hilangnya bata merah berelief era Mataram Kuno tersebut. Mengingat situs bata merah yang dimiliki Jawa Tengah sangat sedikit.
“Model-model seperti itu kan kebanyakan di Jawa Timur. Kalau di Klaten cuma ada 10 lokasi. Tetapi bata merah relief jenis flora atau tumbuh-tumbuhan, hanya satu-satunya di Klaten. Ya di Jonggrangan ini. Menandakan ciri khas sebuah candi di lokasi tersebut,” urainya.
Heri melanjutkan bahwa situs Mbah Gempur diduga pernah menjadi kompleks candi pada era Mataram Kuno. Bangunan suci ini diperkirakan dibangun satu era dengan Candi Prambanan tahun 850 Masehi.
Indikasi itu berdasarkan ikonografi arca yang ada pada situs Mbah Gempur yang identik dengan arca di Candi Prambanan. Tentunya yang unik adalah struktur bangunan berupa bata merah yang jarang ditemukan di wilayah Jawa Tengah.
“Dari total situs di Klaten yang pernah kami data, ada 10 situs yang dibangun menggunakan batu merah. Namun, untuk jenis batu bata merah yang berukir hanya ada di Situs Mbah Gempur. Pada situs lainnya rata-rata berupa batu bata merah polos,” jelasnya.
3. Banyak yang tidak terawat

Ketua KPCB Klaten, IGG Wisnu Hendrata menyebut di Klaten ada 100-an situs dan temuan benda cagar budaya. Tetapi mayoritas kondisinya masuk kategori darurat cagar budaya, hal ini karena kondisinya tak terurus.
“Oleh karena itu kami setiap bulan akan bergiliran ke situs lain melakukan hal seperti ini. Kegiatannya bersih-bersih dan kalau perlu kami buatkan pagar. Kegiatannya dalam bingkai pelestarian dan perlindungan cagar budaya,” katanya yang diwartakan Solopos.
Menurut pendataan yang dilakukan secara mandiri, diketahui ada 150 an lokasi yang terdiri atas puluhan situs dan temuan benda cagar budaya. Mayoritas, jelas Wisnu, merupakan peninggalan era Mataram Kuno dari abad ke 8 hingga ke 10 Masehi.
Situs-situs yang ada di Klaten di antaranya Situs Mbah Gempur, Situs Jaden, Situs Tibayan, Situs Watu Sigong, Situs Karanggede, Situs Ngabeyan. dan lain-lain. Menurutnya secara umum kondisi situs tersebut sangat memprihatinkan.
Beberapa objek yang ditemukan pihaknya pun kini raib. Karena itu Hari menilai Klaten dalam kondisi darurat cagar budaya. Tetapi kikni telah ada pergerakan dari Disbudporapar Klaten untuk melindungi situs dengan memasang papan penanda.
Bahkan Disbudporapar Klaten memiliki mimpi untuk mendirikan museum daerah. Hanya mimpi ini terganjal anggaran lantaran alokasi dana di APBD masih difokuskan untuk penanganan dampak Covid 19.
Walau begitu, pihaknya telah mengumpulkan objek yang diduga cagar budaya yang merupakan temuan lepas dan tak terawat. Ada 26 objek yang kini disimpan Disbudporapar berupa struktur batuan candi, arca, serta yoni.
“Itu dilakukan dengan non anggaran. Kami datang ke desa dan kami kerja sama dengan desa,” jelas Yuli.