Melihat tumbuhan asli Indonesia dalam guratan relief Candi Borobudur

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Candi Borobudur | @Kanuman (shutterstock)

Candi Borobudur merupakan bangunan mahakarya abad ke 8 Masehi yang berdiri megah di Magelang, Jawa Tengah (Jateng), Indonesia. Didirikan Dinasti Syailendra, pembangunan candi era Mataram Kuno ini diperkirakan memakanwaktu puluhan tahun.

Tidak hanya megah, bangunan Buddha terbesar di dunia ini dibangun di lingkungan tidak jauh dari air, pertemuan antar dua sungai, yaitu, Elo dan Progo. Layaknya pertemuan dua sungai di India, Yamuna dan Gangga, tempat bangunan suci didirikan.

Lokasi sekitar Borobudur pun berasoiasi dengan air seperti Dusun Sabrangrowo yang berarti seberang rawa. Desa Bumisegoro: segoro berarti lautan. Dusun Gopalan, singkatan dari nganggo kapal atau memakai kapal. Serta, Desa Tanjung atau Dusun Teluk, merujuk daratan menjorok ke danau dan perairan yang masuk ke daratan.

Borobudur memiliki 10 tingkat. Sementara itu, total relief bisa mencapai 1.460 panel, hampir ditemukan pada semua teras, kecuali teras ke tujuh hingga sepuluh. Hal yang menarik adalah beberapa relief ini menggambarkan unsur tanaman dan hewan. Penasaran dengan hal ini? Berikut uraiannya:

1. Guratan tanaman dan hewan dalam dinding

Stupa Borobudur (Wikipedia)

Arkeolog di Balai Konservasi Borobudur, Hari Setyawan menyebut pada relief Lalitavistara, teras kedua, terlihat adanya guratan yang menggambarkan flora dan fauna. Penggambaran manusia dan lingkungan seperti pepohonan dan fauna, berserta alat transportasi. Dipahat sesuai kondisi Jawa Kuno, sekitar abad 8 hingga 10 Masehi.

  Tanaman bioenergi sebagai potensi sumber energi baru di masa depan

Hari menjelaskan cara membaca relief, yaitu bermula dari sisi timur, kemudian berputar lorong candi searah jarum jam, berakhir pada tangga timur di sisi kanan. Borobudur merupakan konsep Mandala yang merepresentasikan Gunung Mahameru, tempat bersemayan para dewa.

Tempat itu dikelilingi tujuh lautan, tujuh pegunungan, dan danau berisi air suci. Bagi Hari, para pemahat ini terlihat cukup cermat ketika membentuk beragam jenis tanaman.

“Sangat detail, hingga ke tingkat spesies. Arsiteknya sangat paham taksonomi tanaman,” ujarnya yang dinukil dari Mongabay.

Hari sangat menyakini bahwa tanaman tersebut memang tumbuh di sekitar candi atau di Jawa. Dirinya tidak sepakat dengan pendapat yang menyatakan relief gambar tanaman ini hanya rekaan. Dirinya mencontohkan Candi Ellora atau di Gua Ajantan, India yang pahatan tanamannya tidak detail.

Bahkan di candi Angkor Wat, Kamboja, tidak ditemukan pahatan flora selengkap seperti di Borobudur. Hari menyebut di sana yang hanya terdapat batang dan daun, sama bentuknya. Sementara di Candi Borobudur , terdapat pohon nangka atau durian yang bisa diberdakan dari morfologi dan anatominya. 

2. Informasi makanan pokok masyarakat Jawa 

Candi Borobudur (Wikipedia)

Ternyata ketika kita membaca relief Borobudur, diperoleh informasi makanan pokok masyarakat Jawa Kuno. Hari menyakini bahwa itu adalah padi, tetapi masih menjadi perdebatan. Ada beberapa alasan mengapa Hari menyakini bahwa pada adalah makanan pokok.

  Ancaman serangga penggerek yang diprediksi bunuh 1,4 juta pohon pada 2050

Alasan pertama, padi banyak digambarkan dalam relief, hal ini ternyata juga terdapat dalam candi-candi lain di Jawa Timur (Jatim). Kedua, kata padi ternyata telah muncul pada prasasti kuno Canggal, yang kini berada di Museum Nasional, tonggak berdirinya Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah (Jateng).

“Disebutkan, ada sebuah pulau bernama Pulau Jawa yang kaya biji-bijian dan padi. Baik itu biji-bijian tanaman atau bahan logam. Prasastinya berangka 732 Masehi,” tuturnya,

Dalam Prasasti Rukam (907 M) menceritakan mengenai dusun Rukam yang hilang karena letusan gunung berapi. Situs Liyangan yang terkubur material vulkanik di Kabupaten Temanggung, merupakan bagian sejarah Mataram Kuno.

Hari menerangkan bahwa Liyangan dalam dimensi yang sama dengan Borobudur dan Prambanan pada era Mataram Kuno. Di sana telah ada padinya, walau kini telah menjadi arang.

3. Tanaman asli Indonesia

Relief candi Borobudur (wikipedia)

Peneliti bidang botani dari pusat konservasi tumbuhan dan kebun raya LIPI/BRIN, Destario Metusala menyatakan banyak hal yang ditemukan dari penelitian di Borobudur. Sebut saja, spesies tumbuah yang dintroduksi, upaya domestikasi, jenis pemanfaatan serta pentingnya keanegaraman tumbuhan untuk masyarakat.

Tahun 2020, beberapa peneliti dari LIPI, Balai Konservasi Borobudur, ITB, UNS, melakukan kerja sama riset untuk mengidentifikasi flora dan fauna pada relief Lalitavistara. Destario dan tim kemudian berhasil mengindetifikasi 63 spesies tumbuhan.

  Situs lebak cibedug: tempat peribadatan nenek moyang di kawasan Halimun Salak

Menurutnya terbanyak tamanan ini berasal dari famili Fabaceae (polong-polongan), kemudian disusul Moraceae (ara-araan). Ada juga 21 figur tanaman yang tidak dapat diidentifikasi karena relief rusak. Sementara itu tumbuhan yang digambarkan pada kitab Lalitavistara sekitar 54 spesies.

“Ada 14 spesies di kedua sumber, dua spesies asli Indonesia (cendana dan tebu), dan tiga spesies dari India yaitu bodhi, lotus, dan asoka. Sembilan spesies tumbuh di dua tempat maupun ternaturlisasi di kedua tempat,” jelasnya.

Menurutnya ada dugaan kuat telah terjadi pertukaran spesies tumbuhan antara Nusantara dan India, jauh sebelum pembangunan Borobudur. Hal ini bisa terjadi melalui perdagangan lintas kawasan maupun aktivitas keagamaan. Relief flora di Borobudur juga mengungkapkan nilai spesies.

Misalnya relief buah-buahan yang digambarkan dekat keseharian kaum bangsawan adalah durian, buah asam, mangga, jambu air, dan nangka. Sementara figur anggrek digambarkan tumbuh secara litofitt di hutan rimba. Menurut Destario masyarakat telah mengenalnya walau belum melakukan demotifikasi.

Kondisi ini menurutnya menggambarkan masyarakat Jawa Kuno menganggap penting diversivitas tumbuhan yang diekspresikan di Candi Borobudur.

Foto:

  • Wikipedia

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata