Penyebaran virus penyakit mulut dan kuku (PMK) mengancam pasokan susu di dalam negeri. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) menyebutkan produksi susu segar dari sapi perah turun hingga 80 persen akibat wabah penyakit menular tersebut.
Para peternak sapi pun meminta pemerintah mempersiapkan strategi agar bisa mengkompensasi penyusutan sapi perah akibat PMK. Pemerintah pun selain harus memberikan vaksin PMK, tetapi juga harus membantu peternak dengan memberikan subsidi.
Lalu bagaimana ancaman ‘kiamat’ susu ini? Dan apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah? Berikut uraiannya:
1. Produksi susu menurun

Dua wilayah penghasil susu di Kabupaten Tulungagung mengalami penurunan produksi hingga puluhan ribu susu tiap harinya akibat penyebaran penyakit PMK. Selain produksi susu yang menurun, sejumlah pabrik juga menolak menerima susu.
Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo menyebutkan bahwa dua wilayah terdampak PMK adalah Kecamatan Sendang dan Pagerwojo. Karena penyebaran PMK ini memberikan dampak terhadap pasokan susu dari dua kecamatan tersebut yang mengalami penurunan drastis.
“Jika dulu produksi susu per hari mencapai 60 ribu liter, kini setelah adanya PMK produksi susu menjadi 40 ribu liter per hari. Atau penurun produksi susu mencapai 20 ribu liter per harinya,” kata Maryoto yang dimuat Liputan6.
Senada yang terjadi di Tulungagung, Pemerintah Kabupaten Semarang juga memprioritaskan vaksinasi PMK untuk sapi perah. Musababnya saat ini produksi sapi mengalami penurunan akibat banyak sapi terjangkit PMK. Penurunan produksi susu pun berdampak ke perekonomian warga.
“Di sini menjadi tujuan awal untuk menjaga keberlangsungan produksi susu sapi perah,” jelasnya yang dipaparkan Kompas.
2. Kiamat susu?

Penyebaran PMK sedang mengancam pasokan susu di dalam negeri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum GKSI Dedi Setiadi yang mengatakan saat ini terjadi penurunan populasi sapi perah yang signifikan akibat PMK. Dicatat GKSI, produksi susu segar turun sampai 80 persen dan supply ke industri pengolahan hanya 40 persen per hari.
Dia juga mencontohkan, per 24 Juli 2022 populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat tercatat 74.005 ekor. Ada 26.929 ekor sapi positif tertular PMK dan 10.891 ekor sapi terduga terinfeksi PMK. Sementara itu, sapi dipotong akibat PMK ada 2.039 ekor dan sapi mati karena PMK ada 1.301 ekor.
“PMK ini tingkat ketertularannya 100 persen. Artinya, begitu di satu kandang ada 1 ekor yang kena, diasumsikan semua hewan di kandang itu kena. Dan begitu kena, produksi susu akan langsung kurang 80 persen. Sekarang saja, Indonesia sudah kehilangan pasokan susu 30-40 persen,” kata Dedi yang diwartakan CNBC Indonesia.
Selain itu, akibat penurunan produksi susu di dalam negeri membuat impor susu terus melonjak. Pasalnya BPS mencatat, produksi susu segar tahun 2021 naik menjadi 926.676,66 ton dibandingkan tahun 2020 yang tercatat mencapai 946.912,81 ton.
Sementara itu, Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menambahkan, penurunan produksi susu segar hingga 30-40 persen per hari tidak bisa dianggap sepele. Jika produksi susu segar, dari peternak anggota koperasi ataupun bukan anggota koperasi yang sebelumnya rata-rata 2.600 ton per hari jadi 1.800 ton per hari.
“Belum ada perhitungan secara menyeluruh potensi kerugian dan biaya yang timbul sebagai dampak wabah PMK ini untuk jangka waktu lima tahun mendatang.” kata Teguh.
3. Langkah pemerintah?

Infeksi virus PMK membuat kemampuan produksi susu sapi perah anjlok hingga 80 persen. Para peternak sapi meminta pemerintah mempersiapkan strategi untuk mengkompensasi penyusutan sapi perah akibat PMK. Salah satunya dengan menambah populasi.
“Dengan mengimpor sapi betina, padat, atau bunting 7-9 bulan. Tetapi tidak sekarang, nanti kalau kondisinya sudah membaik,” ucap Dedi.
Dia menambahkan pemerintah perlu juga membantu peternak dengan memberikan subsidi. Dirinya meminta pemerintah menjual ternak impor dengan harga lokal. Sementara itu, Dedi menyebutkan GKSI tengah melakukan pendataan untuk menghitung kerugian para peternak akibat PMK.
“Kami sedang mendata, beberapa kerugian peternak sapi perah. Sambil menunggu eksekusi pemerintah untuk memberikan subsidi bagi peternak yang kena dampak PMK. Kami sedang melengkapi datanya, untuk bisa diajukan sebagai penerima kompensasi,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana memberikan kompensasi Rp10 juta untuk peternak yang terkena dampak PMK. Sebelumnya, satgas penanganan PMK menyebutkan aturan untuk pemberian kompensasi ini dilakukan terbit pekan lalu, namun hingga kini belum ada regulasi yang ditetapkan pemerintah.
“Harga sapi itu kan Rp20-25 juta, kalau dapat kompensasi Rp10 juta pun sudah Alhamdulilah. Karena kalau sapi itu dipotong paksa, kadang cuma dapat bayaran Rp1 juta,” kata Dedi.