Hampir setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki jenis flora termasuk buah endemiknya sendiri. Misalnya, buah merah dan matoa yang berasal dari Papua, Gowok yang banyak tersebar di Jawa, dan banyak lagi. Tak berhenti di situ, ada satu jenis buah lain yang juga menarik untuk dikenal lebih dalam, yakni Jernang.
Banyak tersebar di beberapa wilayah terutama Aceh dan Jambi, sama seperti buah-buah endemik lain sayangnya keberadaan buah satu ini kian langka. Eksistensinya tidak sepopuler buah impor yang kini lebih banyak diminati dan lebih mudah terdistribusi.
Meski begitu, bagi kalangan tertentu buah satu ini telah menjadi primadona dan memiliki pasarnya sendiri. Bahkan, untuk tujuan tertentu buah ini memiliki nilai tinggi. Seperti apa wujud dan keunikan buah jernang?
1. Spesies rotan dengan hasil utama getah resin

Jernang sebenarnya adalah tanaman berjenis rotan dari spesies Daemonorops. Yang menarik, meski berupa rotan namun yang dimanfaatkan dari tanaman satu ini bukanlah batang, melainkan buahnya.
Hal tersebut lantaran buah berwarna coklat kehitaman yang nampak bersisik tersebut mengandung resin atau getah alami. Buah jernang juga dikenal memiliki nama lain yakni dragon blood. Penamaan itu diperoleh karena buah tersebut bersisik menyerupai kulit naga, dan menghasilkan resin berwarna merah seperti darah.
Dijelaskan Mongabay Indonesia, jernang sendiri sangat mudah untuk ditanam. Dapat tumbuh di tanah lembab dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Yang perlu diperhatikan adalah tanaman ini hanya butuh dan tidak dapat tumbuh tanpa pohon pelindung. Karena itu, keberadaannya dapat tumbuh dengan baik bila berdekatan dengan pohon besar.
Biasanya, buah jernang dengan kualitas baik ditandai dengan bagian bawah kulit atau buah yang setengah tua, berbentuk bulat telur, dan agak lonjong.
2. Manfaat jernang sebagai perwarna alami hingga obat

Bicara lebih jauh mengenai manfaatnya, buah jernang banyak digunakan sebagai pewarna alami untuk industri keramik hingga marmer. Disebutkan bahwa pigmen merah dari resin jernang juga banyak digunakan sebagai bahan pembuatan cat, bahan celupan, dan sejenisnya.
Penelitian Lili Andriani mengenai Studi Etnofarmasi Tumbuhan Jernang pada Suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis mengungkap penjelasan detail. Di mana penggunaan jernang telah dilakukan masyarakat Talang Mamak di Bukit Tiga Puluh, Kabupaten Sarolangun, sebagai pewarna kerajinan.
Tak hanya itu, buah jernang juga dipercaya berkhasiat untuk dikonsumsi sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit. Penggunaan buah satu ini sebagai obat telah dilakukan secara turun-temurun oleh Suku Anak Dalam, yang merupakan suku asli Provinsi Jambi.
Masih menurut sumber yang sama, jernang terbukti dapat menyembuhkan penyakit sakit perut, bisul, sakit gigi, batuk berdarah, dan pendarahan pasca melahirkan. Mengenai cara penggunaan, buah tersebut ditumbuk halus, ditambahkan air, lalu disaring dan diminum. Sedangkan untuk obat luka, buah hanya perlu ditumbuk dan langsung ditempelkan pada kulit yang terluka.
3. Nilai ekonomi yang tinggi

Hal menarik lainnya dari jernang, adalah fakta bahwa resin yang dihasilkan membuat buah ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Jika ditumbuk hingga menjadi bubuk saja, harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Semakin tinggi dan bagus kadar resinnya, maka semakin mahal pula harga yang berlaku untuk setiap takaran satu kilogram. Dalam bentuk buah utuh, di Aceh harga per kilogramnya bisa mencapai Rp350 ribu. Sementara saat sudah ditumbuk menjadi bubuk, harganya bisa berkisar mulai dari Rp700 ribu sampai Rp800 ribu per kilogram.
Namun harga berbeda juga bisa berlaku di wilayah lain, misalnya Riau. Mengutip goriau.com, harga bubuk resin terbaik dari buah ini ada yang bisa mencapai Rp4,8 juta per kilogramnya.
Angka tersebut jelas terbilang sangat tinggi, jika mengingat harga bibitnya yang jauh lebih murah. Harga bibit jernang diketahui hanya berada di kisaran Rp75 ribu per batang. Di mana saat sudah tumbuh, masa panennya dapat mencapai dua kali dalam setahun.