Singkong menjadi tanaman yang memiliki sejuta manfaat dan bisa diolah menjadi beragam panganan lokal di berbagai daerah di Indonesia. Di Buton, Sulawesi Tenggara, singkong diolah menjadi kasoami yang merupakan makanan legendaris di wilayah Kesultanan Buton.
Dari segi bentuk dan warna, kasoami terdiri dari tiga jenis, ada yang bentuknya kerucut seperti gunung atau tumpeng. Kasoami ini memiliki warna putih kekuning-kuningan. Ada yang berwarna hitan yang disebut huguhugu. Atau yang berbentuk lonjing atau pada yang disebut kasoami pepe.
Lalu bagimana kuliner ini menjadi populer di Buton? Dan apa makna sejarah dari makanan ini? Berikut uraiannya?
1. Singkong di Indonesia

Indonesia mempunyai beragam sumber pangan yang seharusnya membuatnya tidak bergantung kepada beras. Singkong menjadi salah satu tanaman dengan sejuta manfaat panganan. Sebagaimana kasoami yang merupakan panganan legendaris khas Buton, Sulawesi Tenggara.
Bagi masyarakat Buton yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia, mereka terbiasa mengolah singkong menjadi kasoami untuk menggantikan makanan pokok, yakni nasi. Warga keturunan Buton, Suria Lanaamu, bercerita walaupun sudah tidak menetap di Buton, dia dan keluarga sering membuat singkong dengan olahan kasoami.
“Kasoami ini makanan orang tua kami ketika melaut, karena tahan lama. Membuat kasoami seperti mengobati kerinduan pada kampung halaman,” kata Lanamu yang dimuat Mongabay Indonesia.
Dijelaskan bahwa kasoami merupakan makanan tradisional yang populer di masyarakat Sultra. Khususnya wilayah Kesultanan Buton masa lampau, yakni Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau, Kabupaten Muna, Kabupaten Bombana, serta masyarakat Buton yang tersebar di Kepulauan Nusantara saat itu.
2. Mengenal kasoami

Dijelaskan kasoami merupakan makanan yang diolah menggunakan tepung ubi kayu, tepung geplek, atau ubi kayu yang telah difermentasi. Kasoami dikonsumsi dengan ikan atau daging. Beberapa masyarakat ada juga yang mengonsumsinya dengan ikan sehingga kurangnya kandungan protein bisa diatasi.
“Banyak orang asing datang ke Kabupaten Wakatobi. Bagi masyarakat lokal, orang asing tersebut disajikan kasoami, khususnya kasoami pepe yang ternyata para turis sangat menikmatinya. Artinya, makanan tradisional kasoami memiliki prospek cerah untuk dipasarkan,” ungkap tulisan berjudul Studi Pengembangan dan Pemasaran Kasoami di Kelurahan Wanci Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi.
Dari segi bentuk, kasoami memiliki tiga jenis, ada yang berbentuk kerucut atau tumpeng yang warnanya putih kekuning-kuningan. Ada juga yang berwarna hitam disebut huguhugu. Atau yang bentuknya lonjong atau padat yang disebut kasoami pepe.
Pengolahan singkong menjadi hugu-hugu diawali dengan memilih singkong yang baik, kemudian merendamnya dengan air laut selama tiga hari, kemudian menjemurnya beberapa hari sampai kering dan agar berwarna kehitam-hitaman.
Kasoami yang berwarna putih kekuning-kuningan juga diolah dari singkong segar dan langsung dijadikan kasoami. Untuk kasoami pepe, proses pembuatannya dengan cara dipukul, kemudian diberi minyak goreng. Rasa masing-masing kasoami tentu saja berbeda.
3. Singkong di Sulawesi

Peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto menyebut singkong sangat populer di Indonesia dan memiliki banyak nama pada masing-masing daerah. Singkong dalam bahasa Sangihe disebut bukahe, sementara masyarakat Gorontalo dan Tolitoli menyebutnya kasubi.
Orang Buton menyebut singkong dengan kaopi. Orang Maluku dan Papua menyebut singkong dengan nama kasbi. Kaspe, kasubo, kasbi bukahe dan kaopi berasal dari kata cassava yang berasal dari bahasa Portugis. Cassava juga diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi cassava.
“Singkong merupakan tanaman umbi-umbian dari keluarga Euphorbiacae, tanaman asli daerah tropis Amerika Latin. Singkong dibudidayakan yang akar umbinya diambil untuk dijadikan tepung,” papar Hari.