Potensi bambu di Desa Rumpin berbasis kearifan lokal

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Ilustrasi pohon bambu (孟大慶 David Meng/flickr)

Berdasarkan ilmu toponimi, kata Rumpin sendiri mengandung arti rumpun, yaitu rumpun bambu (awi). Pohon ini cukup banyak ditemui di wilayah Kampung Rumpin Dalam atau biasa disebut Rudal, Desa Rumpin, Bogor, Jawa Barat.

Di desa lainnya juga terdapat pohon bambu, tetapi tidak sebanyak di desa Rumpin. Desa-desa tersebut adalah Cibodas, Cipinang, Gobang, Kampung Sawah, Kertajaya, Leuwibatu, Mekar Jaya, Mekar Sari, Rabak, Sukamulya, Sukasari, Taman Sari, dan Cidokom.

Sementara itu dari ilmu Kirata (dikira-kira tapi nyata), Rumpin berarti adalah rumah pimpinan di mana di gunung Munara yang terletak di Desa Kampung Sawah, Kabupaten Bogor, terdapat beberapa patilasan. Patilasan Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati dengan Gadogan Kudanya, Gua Sukarno, Batu Tapak Si Kabayan, Batu Menara Azan, Batu Goa Belah, dan Gunung Nyungcung. 

Karenanya tak heran apabila Presiden Joko Widodo sudah mengunjungi Rumpin 6 kali dengan menggunakan motor. Selain itu banyak lembaga negara, seperti Lapan, BDLHK (Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Pusdiklat Kemenhan yang dibangun di wilayah Rumpin.

Apa saja jenis bambu di Desa Rumpin?

Ilustrasi hutan bambu (Mimi Giang/flickr)

Jenis Bambu yang terdapat di Indonesia diperkirakan sekitar 159 spesies dari total 1.250 jenis bambu yang terdapat di dunia. Sekitar 88 jenis bambu yang ada di Indonesia merupakan tanaman endemik. Berbagai jenis tanaman bambu ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Mulai dari bentuk batang hingga corak pada batangnya.

Berikut beberapa jenis (spesies) bambu yang ditemukan tumbuh di Desa Rumpin:

  1. Ampel, bambu yang akarnya cukup kuat dan cocok ditanam untuk mencegah erosi.
  2. Andong, bambu dengan daya tahan yang rendah sehingga rentan dengan serangan rayap).
  3. Apus, bambu ini umumnya tumbuh baik di wilayah dataran rendah yang lembap dan panas.
  4. Betung, atau biasa disebut bitung, umumnya tumbuh dengan baik di lingkungan tanah alluvial yang subur dan lembap, namun pohon ini juga mampu bertahan hidup di daerah kering seperti di dataran rendah.
  5. Cendani, bambu yang dapat tumbuh dengan baik di daerah dingin yang lembap.
  6. Gendang, bambu yang lazim dibuat sebagai pagar rumah
  7. Hideng, bambu yang sangat cocok tumbuh di daerah dataran rendah tropis yang lembap.
  8. Bambu Jepang, jenis bambu yang cocok ditanam di halaman depan atau samping rumah.
  9. Jala atau Cakeutreuk
  10. Jalur
  11. Buluh atau Awi Buluh
  12. Eul-eul
  13. Uncea atau Buluh Kecil
  14. Tamiang
  15. Hejo
  16. Haur Kuneng, dan
  17. Bambu Ater atau Awi Ater atau Awi Kekes.
  Arab Saudi dan China berebut beras Indonesia, kenapa pemerintah menolak?

Meski memiliki banyak spesies dan dahulu tersebar luas di daerah Rumpin, kini beberapa jenis bambu mulai langka dan sulit ditemukan.

Kelangkaan ini terjadi lebih disebabkan oleh konversi lahan menjadi daerah pemukiman, pengembangan kawasan perumahan dan jalan tol. Kelangkaan lainnya adalah sumber daya manusia terutama generasi muda yang kreatif yang dapat mengolah bambu menjadis sesuatu yang menarik.

Kearifan lokal bambu di Desa Rumpin

Penulis (berompi) dan para peneliti di Desa Rumpin (Agus Prana Mulia)

Lantas jika bicara soal kearifan lokal, tentu tal bisa dipisahkan dari tatanan kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi serta lingkungan masyarakat. Kearifan lokal juga memunyai ciri yang dinamis, yaitu kearifan tradisional yang diperoleh dari masyarakat itu sendiri.

Di dalam suatu masyarakat lokal, lazimnya kearifan lokal tradisional terwujud dalam bentuk aturan, pengetahuan dan keterampilan, serta nilai dan etika yang menjadi aturan yang membentuk tatanan kehidupan sosial masyarakat tersebut.

Semua itu akan terus berkembang dari generasi ke generasi. Salah satu kearifan lokal tradisonal yang terbentuk adalah adanya keterampilan.

Menurut Azizah dalam Ewid & Vuspitasari (2020) kearifan lokal merupakan kebiasaan yang menghasilkan suatu tindakan yang menciptakan suatu sikap dalam menghadapi suatu peristiwa kemudian menyebabkan terjadinya suatu ekspresi yang bermacam- macam salah satunya adalah tradisi adat istiadat, karya seni sampai cara berfikir manusia

Sedangkan menurut Prima & Kearifan (2013), Kearifan lokal memiliki beberapa manfaat diantaranya :

  • Mencegah diabaikannya pengetahuan yang diperoleh sebagian besar masyarakat indonesia yang sudah diperoleh sejak turun temurun, kemudian tergantikan oleh pengetahuan dan teknologi dari luar.
  • Mencegah timbulnya berbagai macam permasalahan yang terjadi terkait dengan sosial dan budaya yang cukup meresahkan, semua itu terjadi ketika teknologi dari luar muncul dan masuk kedalam kehidpan masyarakat yang merasa asing dengan teknologi.
  Greg Hambali, bapak aglaonema yang pernah hasilkan tanaman seharga Rp600 juta

Informasi yang diperoleh dari Ki Saliyas, tokoh masyarakat yang juga pengusaha bambu, budidaya bambu di daerah itu sudah dilakukan secara turun temurun.

Menurutnya, sebelum kemerdekaan masyarakat di Kecamatan Rumpin menggunakan aliran air Sungai Cisadane untuk kegiatan perekonomian, selain menjadi alat transportasi pergerakan masyarakat.

Banyak masyarakat yang mengirim bambu ke daerah Jakarta dan Tangerang dengan cara dihanyutkan di Sungai Cisadane. Namun sekarang di era milenial yang sudah banyak jalan beraspal, penggunaan aliran air Sungai Cisadane tidak pernah lagi dilakukan mengingat adanya pengendapan sungai akibat sebuah proyek.

Pemanfaatan pohon bambu di wilayah Rumpin ternyata masih didominasi untuk pembuatan saung-saung (Gazebu), termasuk pesanan dari Presiden Joko Widodo ketika mersemikan Pusat Persemaian Modern (Nursery Center) Rumpin. 

Pusat Persemaian ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan APRIL GROUP, dengan maksud sebagai bentuk komitmen dan aksi konkret Indonesia dalam menangani perubahan iklim dan perbaikan atau rehabilitasi lingkungan.

Ditargetkan sebanyak 30 pusat persemaian dapat dibangun dalam waktu tiga tahun ke depan dengan jumlah produksi masing-masing 12 juta bibit per tahun.

Pesanan saung Gazebu ini berasal dari dalam dan luar negeri, seperti; Turki, Malaysia dan Singapura. Permintaan bambu Rumpin ini juga banyak untuk memenuhi kebutuhan trucuk penangkal longsor dan bahan bangunan (konstruksi) di daerah Jakarta dan Tangerang.

Konservasi hutan bambu di Desa Rumpin

Ilustrasi hutan bambu (Arneliese/flickr)

Makna simbolik hutan bambu bagi masyarakat Desa Rumpin terkandung di dalam pandangan masyarakat yang berkaitan dengan konservasi hutan bambu yang mereka miliki dengan tetap menjaga warisan dari Ieluhur sehingga hutan bambu masih terjaga kelestariannya sampai sekarang, hal ini merupakan wujud nyata dari perilaku masyarakat.

  Masyarakat Kasepuhan Urug dan pemberdayaan berbasis tanaman buah

Pelestarian hutan bambu dengan meyakini nilai-nilai atau pedoman yang ada di desa untuk melakukan pelestarian hutan bambu, dengan menjaga populasi bambu dan kawasan hutannya.

Konservasi hutan bambu akan bermanfaat untuk menjaga keseimbangan alam agar terhindar dari banjir maupun tanah longsor. Konservasi hutan bambu ini juga dapat bermanfaat untuk menjaga konservasi air yang terjadi secara alami di dalam tanah dengan akar-akar dari bambu sehingga kawasan tersebut terhindar dari kekeringan.

Apabila konservasi hutan terus dilakukan maka akan terdapat mata air di hilir hutan. Konservasi hutan bambu merupakan suatu kepercayaan di mana masyarakat melestarikan hutan bambu yang mereka miliki dengan tidak memperbolehkan hutan bambu dijadikan pekarangan ataupun tempat tinggal.

Karena masyarakat percaya jika mereka terus melestarikan hutan bambu maka mereka tidak akan kekurangan air dan dari hutanlah muncul berbagai mata air yang ada di Desa Rumpin. Sayang sekali mata air tersebut sudah tergantikan dengan mata air sumur bor.

Sementara bentuk pelestarian hutan bambu yang terdapat di Desa Rumpin salah satunya adalah kepemilikan hutan yang di dalamnya juga terdapat peraturan yang ditaati oleh masyarakatnya, yaitu larangan menebang bambu secara berlebihan.

Dalam hal larangan menebang bambu pada hari yang tidak baİk dan praktek ritual, menurut penuturan KI Saliyas sudah diabaikan di masyarakat Rumpin, kecuali aturan menebang harus diatas jam 10 siang.

Berdasarkan hasil penelitian awal, menunjukkan bahwa masyarakat Rumpin masih menjaga petuah yang di turunkan dari leluhurnya, terbukti lingkungannya masih dikelilingi oleh tanaman bambu yang pemanfaatannya dapat menopang kebutuhan ekonomi warganya.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata