Bertepatan dengan hari ulang tahun ke-25, Taman Nasional Gunung Halimun Salak melakukan pelepasliaran satu ekor elang jawa (Nisaetus bartelsi) bernama Salaka dan satu ekor elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bernama Wibisono di Bogor, Senin (28/2/2022).
“Pelepasliaran ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Balai Taman Nasional Gunung Halimun (BTNGHS) yang ke 25 tahun. Jadi ini merupakan kado untuk kelestarian satwa di alam Indonesia,” kata Kepala BTNGHS Ahmad Munawir.
Pelepasliaran elang jawa dan elang brontok ini memang menjadi kabar baik bagi dunia fauna Indonesia. Pasalnya burung elang termasuk dalam 14 spesies burung langka di Indonesia. Dari 21 jenis elang di Indonesia pun berkecenderungan terus menurun.
Lalu bagaimana cerita pelepasliaran kedua burung elang ini? Juga apa yang perlu dilakukan agar populasi elang di Indonesia bisa meningkat? Berikut uraiannya:
1. Dua elang dari Halimun Salak

Salaka merupakan elang jawa yag diserahkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat (Jabar), dan telah menjalani masa rehabilitasi selama 5 bulan. Sementara Wibisono merupakan elang brontok yang diserahkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta, dan telah menjalani rehabilitasi selama 11 bulan.
Keduanya siap dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji-Bogor yang dikelola oleh BTNGHS. Sebelumnya juga telah dilakukan beragam prosedur, di antaranya pengecekan kesehatan satwa oleh tenaga medis, penilaian prilaku satwa dan kesesuaian habitat.
Kegiatan pelepasliaran burung elang jawa dan elang-elang lain yang telah direhabilitasi di PSSEJ menjadi program prioritas penyelamatan jenis raptor Indonesia sebagai penyeimbang kesehatan ekosistem. Munawir menyatakan burung elang langka ini dilepaskan di wilayah kerja BTNGHS.
Wilayah ini yaitu AW-14 pada areal Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (IPJLPB) Star Energy Geothermal Salak Ltd. Pemilihan Lokasi ini, kata Munawir bedasarkan hasil kajian habitat yang dilakukan dengan menggunakan tool MaxEnt pada 2020, kemudian dilakukan ground check oleh tim PSSEJ pada Februari 2022.
Beberapa kriteria menurut hasil kajian tersebut, di antaranya adalah kondisi habitat, keberadaan pesaing, aksesibilitas, dan potensi keberadaan pakan. Kegiatan pelepasliaran ini juga sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan terkait perlindungan hidupnya liar di dalamnya.
2. Elang yang jadi satwa prioritas

Kegiatan ini memang secara khusus berperan dalam menjaga kelestarian satwa. Karena elang jawa dan elang brontok merupakan jenis aves (burung) yang dilindungi, bedasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
“Khususnya elang jawa, satwa ini termasuk salah satu dari 25 satwa prioritas yang terancam punah, dan merupakan satwa endemik Pulau Jawa serta salah satu dari 3 spesies kunci di TNGHS bersama jenis satwa lainnya yaitu owa jawa dan macan tutul jawa,” terang Munawir.
Pelepasliaran ini dilakukan bersama dengan pihak Star Energy Geothermal Salak Ltd, sebagai bentuk keterlibatan pihak swasta didalam mendukung program pemerintah dalam bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan beberapa komnunitas generasi muda, di antaranya Bio Konservasi Indonesia dan Duta TanaHalisa. Menurut Munawir dukungan dan kerja sama dari setiap pihak ini memberikan modal baik bagi Balai TNGHS.
“Khususnya masyarakat merupakan modal utama untuk terus mensukseskan program pelestarian keanekargaman hayati, khususnya di kawasan TNGHS,” pungkas Munawir.
3. Elang yang hidup kembali di Halimun Salak

Kabar gembira di mana pertengahan bulan April 2020, telah lahir seekor elang jawa. Kelahiran ini secara rutin dipantau oleh team monitoring TNGHS. Mereka menamainya Wira yang meruapakan anak dari pasangan Beti dan Jalu.
Wira saat ini sudah mulai sering mengepakan sayap dan belajar terbang di sarang. Warna bulu di tubuh dan sayapnya mulai berwara cokelat. Jambul di kepalanya juga mulai tumbuh. Wira juga sudah bisa mematuk dan mencabik-cabik mangsa pakan yang dibawa induknya, tetapi dalam proses makannya masih disuapi oleh sang induk.
Kawasan TNGHS yang merupakan hutan hujan memang dianggap sebagai habitat terbaik dari jenis elang ini. Menurut Munawir tercatat mulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 telah ditemukan 11 sarang aktif elang jawa di kawasan taman nasional ini/
Di antaranya, delapan sarang di kawasan Gunung Salak dan tiga sarang di kawasan Gunung Halimun. Dari 11 sarang elang jawa yang ditemukan, tercatat hampir di seluruh sarang mengalami succes breeding. Tercatat sebanyak tiga kali mulai dari awal tahun 2015, 2016, dan pertengahan bulan April 2020.
Pasangan induk bernama Beti dan Jalu sebenarnya bertelur juga pada 2018, namun tidak menetas. Menurutnya, pada 2019 juga telah lahir elang jawa di bagian Utara Barat Gunung Salak bernama Sabeni. Sedangkan pada tahun 2020 ini juga telah lahir bagian utara puncak Utara Timur Gunung Salak bernama Wira.Â
“Semoga kelak keduannya dapat menjalankan tugas sebagai penguasa langit Gunung Salak bagian Utara, sehingga keseimbangan ekosistem di kawasan ini dapat terjaga dengan baik,” katanya.