Burung pelikan merupakan salah satu jenis burung air yang bulunya berwarna hitam dan putih. Selain memiliki paruh yang panjang, burung dengan nama latin Pelecanus conspicillatuas ini juga memiliki paruh yang berkantung, dan menjadi ciri khasnya.
Pada musim dingin, burung migran yang mempunyai berat tubuh antara 4-13 kilogram ini akan terbang ke belahan bumi utara untuk mencari makan. Secara global populasi dari semua spesies burung pelikan dipengaruhi oleh faktor-faktor utama yaitu menurunnya pasokan ikan karena penangkapan yang berlebihan atau terjadi polusi air, perusakan habitat.
Lalu bagaimana cara burung pelikan ini hidup? Benarkah untuk menghindari cuaca dingin mereka harus berimigrasi? Bagaimana juga populasinya di habitat? berikut uraiannya:
1. Burung yang berkoloni

Burung pelikan terkenal suka hidup secara berkoloni. Di antara jenis burung air lainya, perawakan pelikan yang paling besar. Secara keseluruhan panjang tubuhnya bisa mencapai 1,5 meter. Ketika sayapnya membentang panjangnya bisa sampai 2,7 meter. Sedangkan bentuk paruhnya meruncing dengan ukuran panjang sekitar 30 cm.
Di antara burung lainnya, pelikan memiliki paruh terpanjang. Sementara itu, bagian atas paruhnya mempunyai ujung yang bengkok berwarna merah muda. Bersama burung lain seperti cikalang, pecuk ular, angsa batu, dan pecuk, mereka membentuk ordo Pelecaniformes. Umumnya, burung yang dikenal juga dengan sebutan undan kacamata ini hidup di wilayah hangat.
Ketika mendiami lahan basah di pesisir pantai, burung pelikan hidup berkelompok, begitu juga pada saat terbang. Burung pelikan bisa terbang dalam waktu yang lama, ketika terbang mereka akan membentuk huruf “V”. Di tanah, burung pelikan nampak kaku. Sementara ketika di air atau udara mereka terlihat lincah, pelikan merupakan perenang yang baik.
“Hal ini karena karakter kakinya yang berselaput, kuat dan pendek,” tulis Falahi Mubarok dalam artikel berjudul Mengenal Pelikan, Burung Migran yang Populasinya Terus Berkurang yang dimuat di Mongabay Indonesia.
2. Kisah burung migran

Ketika memasuki musim dingin, burung pelikan melakukan migrasi dari benua Australia. Dia akan terbang ke belahan bumi utara untuk mencari makan dan berkembangbiak. Kegiatan migrasi yang dilakukan burung pelikan tersebut juga merupakan cara untuk beradaptasi dengan ketersediaan pakannya yang terbatas di alam akibat perubahan cuaca di tempat asalnya.
Karena itu, selain menghindari cuaca dingin di tempat asalnya, pelikan melakukan migrasi dengan tujuan untuk mencari makan. Sutopo, yang melakukan pengamatan burung pelikan di muara Sungai Bengawan Solo, Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur menyebut ketersediaan pangan di tempat tersebut sangat berlimpah.
“Hanya ini kan perlu dibuktikan dengan data ilmiah. Sehingga menarik jika ada yang meneliti tentang kelimpahan pakan di muara Sungai Bengawan Solo,” ujar Dosen Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Insititut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Sutopo mengaku pernah menjumpai burung pelikan saat di Kabupaten Nageko dan Kabupaten Kupang, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dirinya juga menjumpainya di Merauke, Papua. Hanya, jelas Sutopo, jumlahnya tidak sebanyak di Ujungpangkah yang letaknya di pesisir pantai Kabupaten Gresik itu.
Di Indonesia, burung pelikan tersebar di Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Spesies ini berada di wilayah Indonesia sebagai Native Non Breeding. Sementara di negara lain sebaran burung pelikan meliputi pedalaman dan pesisir perairan Australia, Papua Nugini, sesekali terlihat di Selandia Baru dan bagian barat kepulauan pasifik.
3. Kondisi pelikan yang mengkhawatirkan

Burung ini termasuk jenis yang dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini tertua dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) status konservasi burung pelikan yaitu Least Concern.
Donald PF dalam jurnalnya Review Adult Sex Rartion in Wild Bird Population, 2007 menjelaskan, secara gobal populasi dari semua jenis burung pelikan dipengaruhi oleh faktor-faktor utama yaitu menurunnya. pasokan ikan karena penangkapan yang berlebihan. Atau terjadi polusi air, perusakan habitat, dan efek langsung dari aktivitas manusia.
Sutopo mengungkapkan di Ujungpangkah bedasarkan keterangan nelayan setempat kedatangan burung pelikan tercatat baru muncul lagi pada tahun 2007, sedangkan lima tahun sebelumnya tidak terlihat. Dibandingkan penelitian yang dilakukan pengamat sebelumnya, pada tahun 1993-2000 an di Ujungpangkah masih bisa dijumpai burung pelikan dengan jumlah 70 ekor.
Sedangkan saat Sutopo melakukan pengamatan pada tahun 2018, dia hanya menjumpai sekitar 35 ekor burung pelikan. Kedatangannya juga jauh lebih awal, sekitar bulan Agustus. Padahal sebelumnya datangnya itu di Bulan November atau Desember. Dia menduga, faktor perubahan iklim turut mempengaruhi pola kedatangan jenis burung migran ini.
Selain ada perubahan pola kedatangan, seiring berjalannya waktu, populasi burung pelikan di Ujungpangkah juga semakin menurun, diperkirakan jumlahnya tinggal 27-30 ekor. Karena itu Sutopo meminta kesadaran dan pemahaman untuk menjaga habitat jenis burung air ini, sehingga jumlahnya kembali bertambah dan memberi manfaat lainnya.