Magis air mata dugong hanya mitos, dorongan penghentian perburuan disuarakan!

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
ikan dugong (blajar)

Di berbagai daerah, dugong memiliki nama sendiri, seperti disebut sapi laut atau bagi masyarakat luas lebih dikenal dengan nama duyung. Dugong merupakan satwa dilindungi yang tidak luput menghadapi ancaman kepunahan karena perburuan. 

Banyak mitos yang beredar di masyarakat akan khasiat air mata dugong. Padahal fakta ilmiahnya, air mata dugong merupakan proses biologis. Dugong berperan penting sebagai pengendali ekosistem laut yang tidak bisa digantikan oleh biota laut.

Lalu bagaimana kondisi dugong di ekosistemnya? Dan benarkah air mata dugong berkhasiat? Berikut uraiannya:

1. Dugong yang terancam

dugong (Josué Godoy/Flickr)

Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan habitat berbagai satwa laut, salah satunya mamalia laut bernama dugong (Dugong dugon). Di berbagai daerah hewan ini memiliki nama sendiri, seperti disebut sapi laut atau bagi masyarakat luas dikenal dengan nama duyung.

Di Indonesia, dugong termasuk satwa yang dilindungi karena menghadapi ancaman kepunahan. Mikaela Clarissa, pendiri Tamang Dugong, lembaga non pemerintah yang fokus pada perlindungan dan pelestarian dugong terindikasi terjadi penurunan. Dikhawatirkan, jika tidak ada tindakan serius, kelestarian dugong bakal hilang.

  Festival Getek: cara masyarakat Bengawan Solo peduli konservasi sungai

“Ada beberapa faktor yang membuat dugong rentan. Waktu reproduksinya cukup lama, sekitar 14 bulan mengandung dan membutuhkan 10 tahun untuk tumbuh dewasa. Interval mating (perkawinan) beragam, mulai dari 2,5 tahun sampai 5 tahun,” ungkap Clarissa yang dimuat Mongabay Indonesia.

Selain faktor reproduksi yang cukup lama, kondisi habitat dugong yaitu padang lamun yang mulai berkurang, telah menjadi penghambat populasinya. Diperkirakan, berdasarkan data hanya 5 persen padang lamun yang tergolong sehat, 80 persen kurang sehat, dan 15 persen tidak sehat dari 1.507 km persegi luas padang lamun di Indonesia.

2. Mitos air mata dugong 

dugong (Conny/Flickr)

Faktor manusia ikut memberikan kontribusi pada ancaman kepunahan dugong, seperti terjaring atau terperangkap pada alat tangkap nelayan serta tertabrak kapal nelayan atau wisata. Selain itu penangkapan untuk diperjualbelikan daging atau bagian tubuhnya, serta taring dan air matanya yang dianggap magis.

“Masih banyak yang menganggap bahwa dugong itu menangis dan air matanya berkhasiat. Itu salah besar dan hanya mitos,” ujar Clarissa.

Anugerah Nontji dalam buku berjudul Dugong Bukan Putri Duyung menjelaskan bahwa salah satu pemanfaatan dugong yang terkenal di Indonesia adalah air mata. Apabila dugong diangkat keluar dari air, maka kelenjar air matanya akan mengeluarkan cairan yang dikenal air mata duyung.

  Hari Paus Internasional dan upaya dunia untuk menggiatkan konservasi

Banyak kalangan percaya bahwa air mata ini dapat dijadikan sebagai pengasih (pemelet). Air mata duyung ini dapat dicampur dengan parfum dan bila digunakan disertai jampi jampi tertentu, dapat membuat lawan jenis jatuh hati (kepelet).

Di beberapa toko online, ketika dilakukan pencarian dengan kata kunci air mata duyung, akan ditemukan orang berjualan minyak duyung dan juga tulang iga duyung dengan harga yang bervariasi. Mulai paling murah sekira puluhan ribu Rupiah hingga paling mahal hingga satu jutaan Rupiah.

Padahal fakta ilmiahnya, air mata dugong tersebut adalah proses biologis. Lendir yang keluar untuk menjaga kelembapan mata ketika dugong muncul ke permukaan air. Sehingga kepercayaan akan khasiat magis dari air mata dugong hanya bualan belaka.

3. Dugong yang penting

dugong (Gabriella Jones/Flickr)

Karena mitos ini populasi dugong semakin terancam, padahal keberadaannya di alam sangatlah penting. Perannya sebagai pengendali ekosistem laut tidak bisa digantikan oleh biota laut lain. Sebagai pemakan lamun, dugong bisa memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut.

  Dugong kembali ditemukan mati terdampar di Pantai Sanur, apa penyebabnya?

“Cara tersebut membantu siklus nutrien di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan,” tulis Christopel Paino dalam Air Mata Dugong Hanya Mitos, Hentikan Perburuan.

Dalam penelitian berjudul Penyadartahuan Masyarakat dan Ancaman Terhadap Dugong di Provinsi Sulawesi Tengah disebutkan kondisi dugong di daerah tersebut yang genting.  Lokasi penelitian di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, hingga di Banggai Kepulauan.

Diperkirakan persebaran dugong telah menurun dan hanya sedikit lokasi ditemukan keberadaannya dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Clarissa, untuk mencegah ancaman perburuan terhadap dugong maka proses edukasi harus dilakukan terus menerus dan berkepanjangan guna mengubah kebiasaan, perilaku dan kepercayaan masyarakat.

“Ini peran buat kita semua, memberitahukan kepada yang masih percaya dengan mitos tentang air mata duyung, agar mulai menghentikan perburuan dugong,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata