Berbeda dengan lahan hutan biasa, belum banyak orang yang memahami peran penting dari keberadaan lahan gambut dengan baik. Padahal, Lahan gambut memegang peran besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, walaupun jumlah lahan gambut hanya sekitar 3-5 persen di permukaan bumi, namun keberadaannya telah menjadi rumah bagi lebih dari 30 persen cadangan karbon dunia yang tersimpan di tanah.
Center for International Forestry Research (CIFOR) memperkirakan jika lahan gambut menyimpan karbon dua kali lebih banyak dari hutan di seluruh dunia, dan empat kali dari yang ada di atmosfer. Lain itu, lahan gambut yang ada di wilayah tropis juga diyakini memiliki kemampuan menyimpan karbon paling banyak.
Seberapa besar peran lahan gambut sebenarnya?
1. Mengenal karakteristik lahan gambut

Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang tergenang air sehingga materi-materi tanaman tidak bisa membusuk secara penuh. Proses pembentukan lahan gambut sebenarnya berbeda-beda tergantung dari ketinggian tanah dan banyaknya jenis tanaman yang mengalami pembusukan di lahan terkait, sehingga menghasilkan jenis dan karakter gambut yang berbeda pula.
Hal itu yang menyebabkan mengapa lahan gambut di daerah yang lebih dalam akan berbeda dengan yang berada di sekitar perairan seperti sungai, pantai, atau danau. Namun secara umum, lahan gambut biasanya memiliki wujud berupa tanah berwarna hitam dan mengandung bahan organik tinggi yang bermanfaat bagi lingkungan.
Selain itu, lahan gambut juga berperan penting karena memimliki kemampuan menyerap air saat musim hujan dan menjadi sumber air tanah saat musim kemarau. Area hutan lahan gambut juga selama ini dikenal kaya dan menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati seperti orangutan, harimau, buaya, dan tapir.
Sementara itu bagi manusia sendiri, dari segi ekonomi lahan gambut kerap dimanfaatkan sebagai lahan untuk mengelola pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan lain sebagainya.
2. Masalah dan solusi yang dihadirkan

Sayangnya, hingga saat ini banyak pihak yang belum memahami karakteristik gambut dengan baik, yaitu sebagai lahan yang menyimpan cadangan karbon sangat besar. Selama ini pihak yang memanfaatkannya sebagai lahan pertanian menerapkan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, dengan cara melakukan pembakaran untuk membuka lahan pertanian komoditas tertentu.
Hal tersebut jelas dapat menimbulkan masalah karena ketika gambut terbakar, maka sejumlah besar karbon dioksida akan terlepas ke atmosfer dan berkontribusi terhadap perubahan iklim serta masalah kesehatan masyarakat.
Peneliti menemukan fakta bahwa kebakaran hutan di Indonesia selama bulan September dan Oktober tahun 2015 silam, telah melepas sekitar 11,3 juta ton karbon setiap harinya, angka tersebut disebutkan melebihi angka emisi karbon harian yang dihasilkan oleh seluruh Uni Eropa untuk periode yang sama.
Berangkat dari situasi tersebut, pemerintah akhirnya menghadirkan sebuah lembaga khusus yang menangani pemeliharaan dan pemanfaatan lahan gambut di Indonesia dengan prinsip berkelanjutan, yakni Badan Restorasi Gambut Indonesia (BRGM).
Bertanggung jawab langsung kepada Presiden, BRGM bertugas memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi gambut, serta melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove di provinsi target yang telah ditentukan.
3. Strategi restorasi gambut 3R

Memiliki target untuk merestorasi sekitar 1,2 juta hektare lahan gambut di seluruh Indonesia, BRGM telah membentuk strategi yang dinamakan 3R atau Rewetting, Revegetation, dan Revitalization of Local Livelihoods.
Membahas lebih detail, adapun yang dimaksud dengan rewetting adalah pembahasan kembali lahan gambut yang kering untuk mencegah terlepasnya karbon ke udara, beberapa metode yang dilakukan untuk hal satu ini di antaranya dengan membangun sekat kanal, penimbunan kanal, dan pembangunan sumur bor,
Kedua, upaya revegetation atau penanaman kembali sejumlah pohon dan tumbuhan yang dapat menghidupkan kembali eksosistem lahan gambut untuk membentuk hutan alam yang ramah bagi aneka ragam hayati. Upaya ini dilakukan dengan melalui berbagai tahap seperti persemaian, pembibitan, penanaman, dan regenerasi alam.
Terakhir dan paling penting, yaitu upaya revitalization of Local Livelihoods untuk menyejahterakan masyarakat yang tinggal di lingkungan lahan gambut itu sendiri, berbagai upaya dilakukan dalam bentuk edukasi dan bimbingan mengenai penggarapan bentuk pertanian berkelanjutan di lahan gambut seperti pohon sagu dan talas rawa, yang praktiknya tidak perlu membakar lahan terlebih dulu.
Selain itu diadakan pula bimbingan praktik perikanan hingga ekowisata, yang dapat mengangkat perekonomian masyarakat sekitar.