Satu individu orangutan yang terluka diselamatkan oleh Wildlife Rescues Units (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat (BKSDA Kalbar), Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang, Resort Sukadana pada hari kamis 17 Februari 2022.
Penyelamatan ini dibantu oleh Yayasan Inisasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI/IAR Indonesia), Kesatuan Pengelolaan Hutan Kayong Utara serta Lembaga Pengelola Hutan Desa Pulau Kumbang. Hewan ini ditemukan di Dusun Pebahan Raya, Desa Pulau Kumbang, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara.
Upaya penyelamatan ini dilakukan setelah ada laporan dari masyarakat. Beberapa tahun belakangan memang terjadi konflik masyarakat dengan orang utan akibat berkurangnya habitat satwa ini.
Lalu bagaimana upaya penyelamatan orangutan ini? Apa sebenarnya yang terjadi sehingga memunculkan konflik dan upaya pencegahannya? Berikut uraiannya:
1. Penyelamatan orangutan
Orangutan jantan dewasa yang ditemukan ini diperkirakan berusia 15 tahun. Hewan ini ditemukan dalam kondisi luka dipergelangan tangan kirinya akibat terkena jerat pemburu.
Meskipun berhasil lolos, jerat tali sepanjang empat meter masih terikat erat dan menyebabkan luka yang parah.
Mengingat sifat satwa yang terkenal liar dan untuk menghindari sifat agresif kepada tim penyelamat, digunakanlah senapan bius untuk melumpuhkannya.
Dari hasil pemeriksaan di lapangan oleh tim medis IAR Indonesia, diketahui lukanya cukup parah dengan tali yang sudah masuk ke dalam daging dan mengenai tulang.
Melihat kondisi ini, tim segera membawa orangutan ke klinik satwa liar di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAIR Indonesia di Desa Sungai Awan yang berjarak 6 jam perjalanan dari Desa Pulau Kumbang untuk dilakukan observasi dan diberikan perawatan.
2. Konflik orangutan dengan manusia
Keberadaan kumbang pertama kali diketahui oleh warga yang berada di ladang. Mendapati orangutan yang sedang terjerat mereka melaporkan kepada BKSDA Kalbar.
Menindaklanjuti laporan dari warga, tim dari WRU BKSDA Kalbar dan Orang Utan Protection Unit (OPU) IAIR Indonesia (YARI) langsung melakukan verifikasi.
Tim kemudian melakukan penyelamatan dan untuk mengobati orangutan dan mencegah konflik dengan manusia meningkat.
Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adhirahmanta memberikan apresiasi kepada masyarakat atas kepedulian dan kesadaran kepada satwa liar, khususnya satwa yang dilindungi. Upaya ini tepat dibandingkan melakukan tindakan sendiri yang malah akan membahayakan warga atau satwa itu sendiri.
Selain itu dengan masih tingginya konflik antara manusia dengan satwa. Tentunya perlu adanya upaya membangun pola pikir baru terhadap kehidupan liar, baik pola pikir masyarakat maupun pemangku kewenangan.
“Perlu dicari dan dirumuskan pola-pola penanganan baru yang memberikan solusi jangka panjang/permanen atas semakin meningkatnya interaksi antara manusia dan satwa liar. Ke depan manusia harus lebih bersiap, dan bisa hidup berdampingan dengan satwa liar,” papar Sadtata.
3. Konflik manusia dan orangutan akan terus terjadi?
Kejadian orangutan yang terluka tidak hanya kali ini terjadi. Dinukil dari VOA Indonesia, pada 31 Januari 2021 silam, satu individu orangutan Kalimantan jantan berusia 25 tahun terluka para akibat sayatan senjata tajam.
Orangutan ini disebut masuk ke perkebunan masyarakat di Desa Lempuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Barat. Kalimantan Tengah (Kalteng).
Sementara itu pada 24 Januari 2020, satu induvidu orangutan jantan dewasa di evakuasi tidak jauh dari kawasan pertambangan.
Dalam kurun waktu dua bulan, tim gabungan International Animal Rescue (IAR) Indonesia dan Wildlife Rescue Unit Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, telah menyelamatkan beberapa orangutan.
Dikutip dari Mongabay Indonesia, pada 13 Januari 2020, tim gabungan juga mengevakuasi dua induvidu orangutan, induk-anak, di kebun warga di Jalan Ketapang-Tanjungpura kilometer 9, Desa Sungai awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang.
Konflik orangutan dengan manusia di Kalbar memang kembali terjadi sejak kebakaran hutan pada Aguastus 2019 lalu.
Direktur IAR Indonesia, Karmele L Sanchez menuturkan terkait konflik manusia dengan orangutan terjadi karena satwa ini kehilangan habitat.
Orangutan mencari makan di kerbun warga karena tidak punya pilihan lain. Karena itulah dirinya berharap masyarakat sadar bahwa tanpa hutan tidak hanya orangutan yang menderita tetapi juga manusia.
Dia menyebut hunian aman dari gangguan dan ketersediaan pakan yang cukup adalah solusi menekan konflik manusia dengan orangutan. Mereka menargetkan pada suatu saat tidak ada lagi orangutan yang perlu diselamatkan.
“Kalau hal ini terwujud, Ketapang akan menjadi contoh dan kebanggaan seluruh dunia, karena orangutan adalah spesies yang diperhatikan secara global,” jelasnya.
Foto:
- Flickr